Kapolri Larang Aksi Rohingya di Candi Borobudur
A
A
A
JAKARTA - Rencana aksi unjuk rasa solidaritas Rohingya yang dilakukan sekelompok orang di Candi Borobudur, Jawa Tengah, dilarang keras Kapolri Jenderal Tito Karnavian. ‎Aksi unjuk rasa kata dia, tidak bisa dilakukan di objek vital, termasuk kawasan cagar budaya.
"Saya sudah perintahkan Kapolda Jateng Irjen Pol Condro Kirono untuk tidak mengizinkan aksi tersebut. Karena itu objek vital, tempat turis internasional, kemudian jadi world heritage, warisan dunia," terang Tito di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/9/2017).
Tito mengungkapkan kasus Rohingya tidak terkait dengan agama. Apalagi perwakilan umat Buddha Indonesia (Walubi) sudah mengeluarkan pernyataan sikap yang tegas mengecam Pemerintah Myanmar.
"Ini permasalahan pemerintah yang berkuasa dengan kelompok etnis yang dianggap melakukan penyerangan terhadap pemerintahnya," papar mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Tito juga membahas mengenai analisis teks media sosial, Ismail Fahmi, yang memetakan penggunaan isu Rohingya yang lebih banyak dikaitkan dengan pemerintahan. Dari analisis itu, terang dia bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
"Isu tersebut lebih banyak digunakan untuk konsumsi dalam negeri, dalam rangka membakar sentimen masyarakat Islam, umat Islam di Indonesia, untuk antipati terhadap pemerintah. Ini kan gaya lama," terangnya.
"Saya sudah perintahkan Kapolda Jateng Irjen Pol Condro Kirono untuk tidak mengizinkan aksi tersebut. Karena itu objek vital, tempat turis internasional, kemudian jadi world heritage, warisan dunia," terang Tito di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/9/2017).
Tito mengungkapkan kasus Rohingya tidak terkait dengan agama. Apalagi perwakilan umat Buddha Indonesia (Walubi) sudah mengeluarkan pernyataan sikap yang tegas mengecam Pemerintah Myanmar.
"Ini permasalahan pemerintah yang berkuasa dengan kelompok etnis yang dianggap melakukan penyerangan terhadap pemerintahnya," papar mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Tito juga membahas mengenai analisis teks media sosial, Ismail Fahmi, yang memetakan penggunaan isu Rohingya yang lebih banyak dikaitkan dengan pemerintahan. Dari analisis itu, terang dia bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
"Isu tersebut lebih banyak digunakan untuk konsumsi dalam negeri, dalam rangka membakar sentimen masyarakat Islam, umat Islam di Indonesia, untuk antipati terhadap pemerintah. Ini kan gaya lama," terangnya.
(maf)