Mengapa Pemerintah Tiba-tiba Ingin Berdayakan Zakat
A
A
A
ACARA 2nd Annual Islamic Finance Conference (AIFC), di Yogyakarta, dua pekan silam rupanya menjadi hari penting bagi Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro. Pada forum yang dihadiri para pengelola keuangan syariah ini, keduanya kembali mengungkit perlunya menata ulang pengelolaan zakat dan wakaf.
Bambang maupun Sri menyampaikan niat mereka untuk mengelola zakat seperti pajak. Aset wakaf yang menganggur ingin dikelola lebih produktif lagi sehingga dapat membantu mengentaskan masyarakat miskin. "Kita ingin mengelola wakaf seperti di negara-negara Timur Tengah," ujar Bambang makin mengarah ke negeri Islam.
Doktor pada University of Illinois di Urbana-Champaign, Amerika Serikat, ini bahkan membocorkan bahwa Bappenas tengah merancang konsep pengelolaan wakaf. Sebelum ini, Presiden Joko Widodo juga menyatakan hal yang tak jauh berbeda. Ada 4,3 miliar meter persegi tanah wakaf di Indonesia. "Sayang, masih belum banyak dimanfaatkan pada sektor produktif," ujar Presiden Jokowi 27 Juli lalu.
Di luar tanah juga ada dana wakaf. Konon jumlahnya wakaf tunai yang terkumpul mencapai sekira Rp22 miliar. Jokowi menganggap perlunya wakaf tunai didorong agar bisa digunakan untuk kegiatan produktif seperti pembangunan ekonomi umat, pemberdayaan UMKM, sehingga dapat dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat yang membutuhkan.
Lebih kongkrit lagi, Sri menganggap zakat dan wakaf dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. "Peran keuangan syariah sangat penting sesuai dengan tujuan negara-negara Islam untuk memberantas kemiskinan dan penyetaraan pendapatan," jelasnya.
Mengapa pemerintah begitu ngotot untuk membedayakan dana umat ini? Jika ingin tahu, simak ulasan lengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi No.27/VI/2017 yang terbit Senin (4/9/2017).
Bambang maupun Sri menyampaikan niat mereka untuk mengelola zakat seperti pajak. Aset wakaf yang menganggur ingin dikelola lebih produktif lagi sehingga dapat membantu mengentaskan masyarakat miskin. "Kita ingin mengelola wakaf seperti di negara-negara Timur Tengah," ujar Bambang makin mengarah ke negeri Islam.
Doktor pada University of Illinois di Urbana-Champaign, Amerika Serikat, ini bahkan membocorkan bahwa Bappenas tengah merancang konsep pengelolaan wakaf. Sebelum ini, Presiden Joko Widodo juga menyatakan hal yang tak jauh berbeda. Ada 4,3 miliar meter persegi tanah wakaf di Indonesia. "Sayang, masih belum banyak dimanfaatkan pada sektor produktif," ujar Presiden Jokowi 27 Juli lalu.
Di luar tanah juga ada dana wakaf. Konon jumlahnya wakaf tunai yang terkumpul mencapai sekira Rp22 miliar. Jokowi menganggap perlunya wakaf tunai didorong agar bisa digunakan untuk kegiatan produktif seperti pembangunan ekonomi umat, pemberdayaan UMKM, sehingga dapat dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat yang membutuhkan.
Lebih kongkrit lagi, Sri menganggap zakat dan wakaf dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. "Peran keuangan syariah sangat penting sesuai dengan tujuan negara-negara Islam untuk memberantas kemiskinan dan penyetaraan pendapatan," jelasnya.
Mengapa pemerintah begitu ngotot untuk membedayakan dana umat ini? Jika ingin tahu, simak ulasan lengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi No.27/VI/2017 yang terbit Senin (4/9/2017).
(bbk)