PAN Ingin Luruskan Berbagai Kesalahpahaman
A
A
A
JAKARTA - Partai Amanat Nasional merefleksikan 72 tahun kemerdekaan Indonesia dan 19 tahun reformasi. Hal itu dilakukan PAN dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III yang digelar di Bandung, Jawa Barat, 21-23 Agustus 2017.
PAN menilai belakangan ini banyak terjadi kesalahpahaman antarkelompok bangsa, mulai dari kelompok agama sampai dengan kontestasi politik.
Untuk itu, PAN menegaskan siap menjadi yang terdepan untuk kembali menjahit Merah Putih dari berbagai kesalahpahaman.
"Salah paham pertama sungguh serius, ada anggapan bahwa beragama berarti menjauh dari berbangsa. Tunduk pada ajaran agama dipandang sebagai tak bersetia pada paham kebangsaan. Menjadi pemeluk agama yang taat dinilai sebagai berkhianat terhadap prinsip ber-Indonesia," kata Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan dalam pidato pembukaan Rakernas III PAN di Hotel Grand Asrilia, Bandung, Jawa Barat, Senin (21/8/2017).
Menurut Zulkifli, kesalahpahaman ini sangat serius karena di Indonesia, paham kebangsaan dan keagamaan saling menopang.
Dia mengatakan, menjadi pemeluk agama yang taat adalah jalan menjadi warga negara yang baik. Bahkan di Indonesia terkenal prinsip yang difatwakan oleh salah satu pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Azhari "Hubbul Wathon minal Iman" yang artinya mencitai Tanah Air adalah bagian dari iman.
"Saudaraku, bagi umat Islam di Indonesia, beragama adalah pangkal berbangsa. Saya yakin demikian halnya pula bagi pemeluk agama Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan yang lainnya," ujar Ketua MPR itu.
Kemudian, lanjutnya, kesalahpahaman kedua berupa kontestasi politik yang digunakan untuk memberi label sekaligus memisah-memisahkan kelompok dalam masyarakat menjadi kelompok toleran dan intoleran, perawat kemajemukan dan perusak kebinekaan, penjaga Pancasila, dan pengkhianat Pancasila, serta NKRI dan menjauh dari NKRI.
Padahal, kata dia, kekalahan atau kemenangan dalam kontestasi politik adalah hal biasa dalam demokrasi. "Tidak sepatutnya kalah atau menang itu dijadikan alat untuk mengotak-kotakkan kelompok-kelompok dalam masyarakat seperti itu," tegasnya.
Menurut Zulkifli, yang disayangkan adalah umat Islam menjadi sasaran dalam pelabelan dan pengotak-kotakan ini, jelas ini salah paham yang sungguh berbahaya. Padahal, kata dia, sejarah sudah membuktikan umat Islam sudah khatam toleransi, pembela dan pecinta NKRI serta perawat kemajemukan.
Menurut dia, umat Islam adalah pemberi sumbangan terbesar bagi terjaga dan terawatnya Pancasila. Terakhir, sambungnya, kesalahpahaman dengan ulama dan umat Islam.
Selama ini, kata dia, ulama dan umat Islam selalu menjadi bagian yang sangat penting untuk merawat kelangsungan NKRI. Tapi belakangan ini, ulama dan umat Islam menjadi objek tuduhan dalam sejumlah masalah. Untuk itu, Zulkifli menegaskan bersama seluruh jajaran PAN menegaskan tekad dan sikap untuk menjadi penjahit kembali Merah Putih.
"Itulah sebabnya, Rapat Kerja Nasional Partai Amanat Nasional kali ini, di kota amat bersejarah Bandung, memilih tema Menjahit Kembali Merah Putih," serunya.
PAN menilai belakangan ini banyak terjadi kesalahpahaman antarkelompok bangsa, mulai dari kelompok agama sampai dengan kontestasi politik.
Untuk itu, PAN menegaskan siap menjadi yang terdepan untuk kembali menjahit Merah Putih dari berbagai kesalahpahaman.
"Salah paham pertama sungguh serius, ada anggapan bahwa beragama berarti menjauh dari berbangsa. Tunduk pada ajaran agama dipandang sebagai tak bersetia pada paham kebangsaan. Menjadi pemeluk agama yang taat dinilai sebagai berkhianat terhadap prinsip ber-Indonesia," kata Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan dalam pidato pembukaan Rakernas III PAN di Hotel Grand Asrilia, Bandung, Jawa Barat, Senin (21/8/2017).
Menurut Zulkifli, kesalahpahaman ini sangat serius karena di Indonesia, paham kebangsaan dan keagamaan saling menopang.
Dia mengatakan, menjadi pemeluk agama yang taat adalah jalan menjadi warga negara yang baik. Bahkan di Indonesia terkenal prinsip yang difatwakan oleh salah satu pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Azhari "Hubbul Wathon minal Iman" yang artinya mencitai Tanah Air adalah bagian dari iman.
"Saudaraku, bagi umat Islam di Indonesia, beragama adalah pangkal berbangsa. Saya yakin demikian halnya pula bagi pemeluk agama Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan yang lainnya," ujar Ketua MPR itu.
Kemudian, lanjutnya, kesalahpahaman kedua berupa kontestasi politik yang digunakan untuk memberi label sekaligus memisah-memisahkan kelompok dalam masyarakat menjadi kelompok toleran dan intoleran, perawat kemajemukan dan perusak kebinekaan, penjaga Pancasila, dan pengkhianat Pancasila, serta NKRI dan menjauh dari NKRI.
Padahal, kata dia, kekalahan atau kemenangan dalam kontestasi politik adalah hal biasa dalam demokrasi. "Tidak sepatutnya kalah atau menang itu dijadikan alat untuk mengotak-kotakkan kelompok-kelompok dalam masyarakat seperti itu," tegasnya.
Menurut Zulkifli, yang disayangkan adalah umat Islam menjadi sasaran dalam pelabelan dan pengotak-kotakan ini, jelas ini salah paham yang sungguh berbahaya. Padahal, kata dia, sejarah sudah membuktikan umat Islam sudah khatam toleransi, pembela dan pecinta NKRI serta perawat kemajemukan.
Menurut dia, umat Islam adalah pemberi sumbangan terbesar bagi terjaga dan terawatnya Pancasila. Terakhir, sambungnya, kesalahpahaman dengan ulama dan umat Islam.
Selama ini, kata dia, ulama dan umat Islam selalu menjadi bagian yang sangat penting untuk merawat kelangsungan NKRI. Tapi belakangan ini, ulama dan umat Islam menjadi objek tuduhan dalam sejumlah masalah. Untuk itu, Zulkifli menegaskan bersama seluruh jajaran PAN menegaskan tekad dan sikap untuk menjadi penjahit kembali Merah Putih.
"Itulah sebabnya, Rapat Kerja Nasional Partai Amanat Nasional kali ini, di kota amat bersejarah Bandung, memilih tema Menjahit Kembali Merah Putih," serunya.
(dam)