Penggunaan Dana Haji Harus Fokus untuk Kepentingan Umat
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintah untuk menginvestasikan dana haji untuk infrastruktur menimbulkan polemik. Oleh karena itu, rencana itu perlu dibahas secara cermat dengan mempertimbangkan beberapa hal.
Pertama, tata cara pengelolaan keuangan haji harus dituangkan rincian dan kebijakannya dalam Peraturan Pemerintah, sebagaimana amanat dari Pasal 48 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
"Berdasarkan hal tersebut, pemerintah lebih baik fokus menyusun PP yang diamanatkan tersebut daripada mengumbar wacana yang tidak jelas standar hukumnya," ujar Anggota Komisi VIII DPR Khatibul Umam Wiranu dalam keterangan tertulisnya, Senin (31/7/2017).
Kedua, penempatan dan investasi dana haji harus berdasarkan prinsip syariah dengan memperhatikan prinsip lain, yaitu mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas. Dia mengatakan, prinsip syariah ini harus benar-benar dipatuhi.
"Infrastruktur apa saja yang sifatnya syariah atau halal dan infrastruktur mana yang tidak boleh harus dikaji kembali," paparnya.
Ketiga, investasi dana haji melalui BPKH harus atas persetujuan Dewan Pengawas dan DPR, sebagaimana amanat Undang-undang.
Dia menuturkan, BPKH harus segera menyusun rencana strategis investasi dan diajukan ke Dewan Pengawas dan DPR untuk dimintai persetujuannya.
Menurut dia, Dewan Pengawas, yang di dalamnya ada unsur pakar syariah harus mengkaji hal tersebut.
"Begitu pun DPR, akan membahasnya untuk menentukan besaran investasi dan akan dialokasikan pada apa saja sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ungkapnya.
Keempat, BPKH harus segera menerapkan sistem virtual account dan memperbaharui akad dana haji yang mayoritas berasal dari setoran awal calon jemaah haji. "Jemaah harus menandatangani pernyataan bahwa dananya akan diinvestasikan ke sektor apa saja yang sesuai dengan prinsip syariah," imbuhnya.
Kelima, dana haji sesungguhnya sudah sejak 7 tahun lalu banyak diinvestasikan untuk infrastruktur melalui Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) atau SBSN yang berjumlah cukup besar, yaitu Rp35,2 triliun. Sukuk dibolehkan karena instrument syariah.
"Tetapi, jangan sampai dana haji terlalu besar diinvestasikan ke sukuk atau SBSN hingga mencapai 40 persen," ucapnya.
Keenam, kata dia, usulan dana haji untuk infrastruktur belum pernah diajukan kepada DPR, apalagi dibahas dan disetujui Komisi VIII, tetapi Anggito Abimanyu sebagai anggota BPKH sudah berani menyatakan akan menjalankan permintaan Presiden.
"Ini pelanggaran yang lain lagi," uja Ketua Bidang Agama DPP Partai Demokrat ini.
Selain itu, dia menambahkan, dana haji juga harus difokuskan untuk kepentingan jamaah haji dan kemaslahatan umat Islam sebagaimana amanat Pasal 26 Undang-undang Pengelolaan Keuangan Haji.
"Misalnya untuk membangun infrastrukur haji di Tanah Suci, membangun hotel bagi jemaah haji, transportasi darat, rumah sakit, dan infrastruktur lain yang selama ini selalu menyewa dibanding digunakan untuk infrastruktur umum di dalam negeri," tuturnya.
Pertama, tata cara pengelolaan keuangan haji harus dituangkan rincian dan kebijakannya dalam Peraturan Pemerintah, sebagaimana amanat dari Pasal 48 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
"Berdasarkan hal tersebut, pemerintah lebih baik fokus menyusun PP yang diamanatkan tersebut daripada mengumbar wacana yang tidak jelas standar hukumnya," ujar Anggota Komisi VIII DPR Khatibul Umam Wiranu dalam keterangan tertulisnya, Senin (31/7/2017).
Kedua, penempatan dan investasi dana haji harus berdasarkan prinsip syariah dengan memperhatikan prinsip lain, yaitu mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas. Dia mengatakan, prinsip syariah ini harus benar-benar dipatuhi.
"Infrastruktur apa saja yang sifatnya syariah atau halal dan infrastruktur mana yang tidak boleh harus dikaji kembali," paparnya.
Ketiga, investasi dana haji melalui BPKH harus atas persetujuan Dewan Pengawas dan DPR, sebagaimana amanat Undang-undang.
Dia menuturkan, BPKH harus segera menyusun rencana strategis investasi dan diajukan ke Dewan Pengawas dan DPR untuk dimintai persetujuannya.
Menurut dia, Dewan Pengawas, yang di dalamnya ada unsur pakar syariah harus mengkaji hal tersebut.
"Begitu pun DPR, akan membahasnya untuk menentukan besaran investasi dan akan dialokasikan pada apa saja sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ungkapnya.
Keempat, BPKH harus segera menerapkan sistem virtual account dan memperbaharui akad dana haji yang mayoritas berasal dari setoran awal calon jemaah haji. "Jemaah harus menandatangani pernyataan bahwa dananya akan diinvestasikan ke sektor apa saja yang sesuai dengan prinsip syariah," imbuhnya.
Kelima, dana haji sesungguhnya sudah sejak 7 tahun lalu banyak diinvestasikan untuk infrastruktur melalui Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) atau SBSN yang berjumlah cukup besar, yaitu Rp35,2 triliun. Sukuk dibolehkan karena instrument syariah.
"Tetapi, jangan sampai dana haji terlalu besar diinvestasikan ke sukuk atau SBSN hingga mencapai 40 persen," ucapnya.
Keenam, kata dia, usulan dana haji untuk infrastruktur belum pernah diajukan kepada DPR, apalagi dibahas dan disetujui Komisi VIII, tetapi Anggito Abimanyu sebagai anggota BPKH sudah berani menyatakan akan menjalankan permintaan Presiden.
"Ini pelanggaran yang lain lagi," uja Ketua Bidang Agama DPP Partai Demokrat ini.
Selain itu, dia menambahkan, dana haji juga harus difokuskan untuk kepentingan jamaah haji dan kemaslahatan umat Islam sebagaimana amanat Pasal 26 Undang-undang Pengelolaan Keuangan Haji.
"Misalnya untuk membangun infrastrukur haji di Tanah Suci, membangun hotel bagi jemaah haji, transportasi darat, rumah sakit, dan infrastruktur lain yang selama ini selalu menyewa dibanding digunakan untuk infrastruktur umum di dalam negeri," tuturnya.
(dam)