Menag Klaim Dana Haji Boleh untuk Investasi Infrastruktur
A
A
A
JAKARTA - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) boleh dikelola untuk hal-hal yang produktif, termasuk pembangunan infrastruktur. Kebijakan ini mengacu pada konstitusi maupun aturan fikih.
"Dana haji boleh digunakan untuk investasi infrastruktur selama memenuhi prinsip-prinsip syariah, penuh kehati-hatian, jelas menghasilkan nilai manfaat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan demi untuk kemaslahatan jamaah haji dan masyarakat luas," kata Menag Lukman di Jakarta, Sabtu (29/7/2017).
Menag mengutip hasil keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang status kepemilikan dana setoran BPIH yang masuk daftar tunggu (waiting list).
Disebutkan bahwa, dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Menteri Agama boleh di-tasharruf-kan untuk hal-hal yang produktif (memberikan keuntungan), antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk.
Hasil investasi itu menjadi milik calon jamaah haji. Adapun pengelola berhak mendapatkan imbalan yang wajar/tidak berlebihan. Namun, dana BPIH tidak boleh digunakan untuk keperluan apa pun kecuali untuk membiayai keperluan yang bersangkutan.
Fatwa itu juga sejalan dengan aturan perundangan terkait pengelolaan dana haji. Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 mengatur bahwa BPKH selaku wakil akan menerima mandat dari calon jamaah haji selaku muwakkil untuk menerima dan mengelola dana setoran BPIH.
Mandat itu merupakan pelaksanaan dari akad wakalah yang diatur dalam Perjanjian Kerja Sama antara Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, serta Bank Penerima Setoran BPIH tentang penerimaan dan pembayaran BPIH.
Namun, investasi yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) juga harus mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah. Hal ini mengingat dana haji adalah dana titipan masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji.
"Selanjutnya, Badan Pelaksana maupun Dewan Pengawas BPKH bertanggung jawab secara tanggung renteng jika ada kerugian investasi yang ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaanya," pungkasnya.
(Baca juga: MUI Imbau BPKH Konsultasi ke Ulama Soal Pemanfaatan Dana Haji)
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, partainya menolak rencana Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) menggunakan dana haji, termasuk dana abadi umat yang terhimpun di dalamnya digunakan untuk membiayai infrastruktur.
Yusril mengatakan, dana haji yang kini disimpan oleh Pemerintah seluruhnya adalah dana umat Islam, baik berasal dari kelebihan penyelenggaraan haji maupun dana simpanan atau cicilan Ongkos Naik Haji (ONH) yang dibayarkan calon haji.
"Dana yang kini jumlahnya melebihi 80 triliun itu seyogyanya di samping untuk membiayai perjalanan haji, dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan umat Islam seperti membangun rumah sakit dan sarana kesehatan," kata Yusril dalam siaran pers, Jumat (28/7/2017).
Lebih lanjut kata Yusril, Pemerintah Jokowi kini memang tengah kesulitan menghimpun dana pembangunan infrastruktur yang jor-joran. Sementara utang kian menggunung dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun terus defisit.
"Pemerintah makin sulit mencari pinjaman baru, sehingga dana haji umat Islam mau digunakan," ucap Yusril.
"Dana haji boleh digunakan untuk investasi infrastruktur selama memenuhi prinsip-prinsip syariah, penuh kehati-hatian, jelas menghasilkan nilai manfaat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan demi untuk kemaslahatan jamaah haji dan masyarakat luas," kata Menag Lukman di Jakarta, Sabtu (29/7/2017).
Menag mengutip hasil keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang status kepemilikan dana setoran BPIH yang masuk daftar tunggu (waiting list).
Disebutkan bahwa, dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Menteri Agama boleh di-tasharruf-kan untuk hal-hal yang produktif (memberikan keuntungan), antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk.
Hasil investasi itu menjadi milik calon jamaah haji. Adapun pengelola berhak mendapatkan imbalan yang wajar/tidak berlebihan. Namun, dana BPIH tidak boleh digunakan untuk keperluan apa pun kecuali untuk membiayai keperluan yang bersangkutan.
Fatwa itu juga sejalan dengan aturan perundangan terkait pengelolaan dana haji. Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 mengatur bahwa BPKH selaku wakil akan menerima mandat dari calon jamaah haji selaku muwakkil untuk menerima dan mengelola dana setoran BPIH.
Mandat itu merupakan pelaksanaan dari akad wakalah yang diatur dalam Perjanjian Kerja Sama antara Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, serta Bank Penerima Setoran BPIH tentang penerimaan dan pembayaran BPIH.
Namun, investasi yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) juga harus mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah. Hal ini mengingat dana haji adalah dana titipan masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji.
"Selanjutnya, Badan Pelaksana maupun Dewan Pengawas BPKH bertanggung jawab secara tanggung renteng jika ada kerugian investasi yang ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaanya," pungkasnya.
(Baca juga: MUI Imbau BPKH Konsultasi ke Ulama Soal Pemanfaatan Dana Haji)
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, partainya menolak rencana Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) menggunakan dana haji, termasuk dana abadi umat yang terhimpun di dalamnya digunakan untuk membiayai infrastruktur.
Yusril mengatakan, dana haji yang kini disimpan oleh Pemerintah seluruhnya adalah dana umat Islam, baik berasal dari kelebihan penyelenggaraan haji maupun dana simpanan atau cicilan Ongkos Naik Haji (ONH) yang dibayarkan calon haji.
"Dana yang kini jumlahnya melebihi 80 triliun itu seyogyanya di samping untuk membiayai perjalanan haji, dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan umat Islam seperti membangun rumah sakit dan sarana kesehatan," kata Yusril dalam siaran pers, Jumat (28/7/2017).
Lebih lanjut kata Yusril, Pemerintah Jokowi kini memang tengah kesulitan menghimpun dana pembangunan infrastruktur yang jor-joran. Sementara utang kian menggunung dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun terus defisit.
"Pemerintah makin sulit mencari pinjaman baru, sehingga dana haji umat Islam mau digunakan," ucap Yusril.
(maf)