Akademisi Hukum Unpad Pertanyakan Penerbitan Perppu Ormas

Jum'at, 14 Juli 2017 - 02:08 WIB
Akademisi Hukum Unpad...
Akademisi Hukum Unpad Pertanyakan Penerbitan Perppu Ormas
A A A
BANDUNG - Langkah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 dipertanyakan sejumlah akademisi dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung.

Dosen Hukum Unpad Indra Prawira mempertanyakan lahirnya Perppu 2/2017 tentang Ormas tersebut. Menurutnya, pemerintah tidak perlu membuat Perppu tersebut jika ingin mempersempit ruang gerak ormas anti-Pancasila dan UUD 1945 ini.

"Substansi Perppu ini untuk menyentuh berbagai UU. Tapi kalau (Perppu 2/2017) disebut untuk mengisi kekosongan hukum, enggak juga," ujarnya dalam diskusi 'Mengawal Negara, Perppu versus Gerakan Anti Pancasila' yang digelar Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Unpad, di Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (13/7/2017).

Indra menyontohkan, untuk menindak ormas anti-Pancasila dan UUD 1945 ini bisa menggunakan UU Antiteroris dan UU ITE. "Misalkan menyebar pemusuhan di (media) elektronik, ada UU ITE. Membuat kerusuhan, itu ada UU Terorisme. Kenapa enggak itu saja ditegakkan. Instrumennya sudah ada," katanya.

Dia pun menilai, tidak ada hal baru dalam Perppu yang baru ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini. Menurutnya, yang ada hanya perluasan makna dari ajaran-ajaran yang disebut anti-Pancasila dan UUD 1945.

"Itu hanya memperluas makna. Di UU 17 (ormas), ajaran khilafah enggak masuk, karena hanya ada atheisme, marxisme, komunisme, leninisme. Jadi kepentingannya itu aja," katanya.

Namun, kata dia, permasalahannya bukan hanya pada paham-paham tersebut. "Paham boleh-boleh saja berbeda, selama tidak bertujuan melakukan kudeta. Jadi saya kira, kalau hanya di alam pikiran, kebebasan berpikir, sah-sah saja," katanya.

Seharusnya, lanjut dia, pemerintah mengedepankan dialog dalam berhadapan dengan ormas-ormas tersebut. "Mari bangun budaya dialog di alam demokrasi ini. Jangan prasangka, saling hujat. Mestinya bangsa membangun dialog, musyawarah. Nah dalam Perppu ini enggak terbangun," jelas dia.

Sementara itu, pembicara lain yang juga dosen Hukum Unpad Firman Manan juga mempertanyakan lahirnya Perppu 2/2017 ini. Menurut dia, adanya ancaman terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang melatarbelakangi lahirnya Perppu hanya dirasakan oleh pemerintah.

Masyarakat, kata dia, tidak merasakan adanya ancaman tersebut. Padahal, jika ada ancaman, seharusnya pemerintah dan publik sama-sama merasakan hal itu. "Kalau sekarang ini ada kesenjangan pemahaman," katanya.

Dia pun menambahkan, berbagai pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk mencegah ancaman tersebut akan sia-sia jika publik tidak merasakan hal yang sama. "Pendekatan kadang kala perlu. Tapi kalau tidak nyambung dengan publik, bisa jadi persoalan, bisa kontraproduktif," ujarnya.

Firman khawatir, langkah pemerintah menerbitkan Perppu ini hanya akan menuai antipati dari masyarakat. Hal sebaliknya, kelompok-kelompok yang dianggap pemerintah sebagai pengacau justru bisa mendapat simpati dari publik.

"Kekhawatiran saya, kelompok-kelompok yang dianggap bermasalah, justru akan menuai simpati. Yang jadi masalah bisa jadi bukan kepentingan publik, tapi adanya kelompok-kelompok yang bertentangan dengan pemerintah. Jadi jangan menuai yang kontraproduktif," bebernya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6705 seconds (0.1#10.140)