HT: Masyarakat Harus Dipercepat Naik Kelas Agar Fondasi Ekonomi Kuat
A
A
A
YOGYAKARTA - Indonesia tidak akan pernah maju selama masyarakat mapan yang menopang perekonomian sedikit. Ibarat gedung, pilarnya sedikit tidak akan kuat menopang puluhan tingkat.
Begitu yang disampaikan Chairman & CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo saat memberikan kuliah umum “Kewirausahaan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia” di Universitas AMIKOM Yogyakarta. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (7/6/2017).
“Bangun masyarakat bawah ke tengah, tengah ke atas, bukan secara alamiah, tapi dipercepat dengan keberpihakan, sehingga fondasi ekonomi kita kuat,” ujar pria yang akrab disapa HT itu.
Sedikitnya masyarakat mapan di Tanah Air, kata HT, dapat dilihat dari jumlah pembayar pajak. Dari sekitar 260 juta jiwa penduduk Indonesia, hanya 2 juta orang yang berkontribusi pajak pada negara. Padahal, dua pertiga APBN berasal dari pajak.
Menurutnya, hal itu sebagai dampak Indonesia terlalu cepat menganut kapitalisme di saat mayoritas masyarakat belum siap kesejahteraan dan pendidikannya. Mekanisme pasar membuat mereka yang sudah kuat semakin kuat, sebaliknya yang lemah diam di tempat.
Kesenjangan pun melebar. Karena diserahkan kepada pasar, maka pembangunan menjadi terkonsentrasi di daerah-daerah yang sudah berhasil. Akibatnya dari 514 kabupaten kota tak lebih dari 10 yang terbangun. Begitu juga ketimpangan antara yang kaya dan miskin juga sangat lebar.
Pria asal Surabaya, Jawa Timur itu mengungkapkan, untuk mempercepat masyarakat yang belum mapan harus diberikan perlakuan khusus. Misalnya kemudahaan akses dana murah, pelatihan dan proteksi. Pemberian perlakuan khusus itu membuka kesempatan kepada mereka untuk tumbuh menjadi kelompok produktif.
Jika kelompok produktif atau masyarakat mapan terus tumbuh, lanjut HT, otomatis pembayar pajak akan bertambah banyak. Artinya, penopang ekonomi nasional semakin banyak. Disitulah ekonomi larinya bisa lebih kencang, sehingga Indonesia bisa lebih cepat menjadi negara maju.
Dengan menjadi negara maju, negara memiliki kemampuan untuk membantu masyarakatnya memperoleh pendidikan, kesehatan, perumahan yang layak hingga santunan untuk pengangguran hingga mereka mendapat pekerjaan.
Dorong Generasi Muda
HT mendorong generasi muda untuk terjun ke dunia entrepreneurship. Selain menambah basis pembayar pajak, bertambahnya jumlah entrepreneur juga akan menciptakan lapangan pekerjaan yang sangat dibutuhkan Indonesia.
Seperti diketahui, Indonesia tengah mengalami bonus demografi dimana pertumbuhan penduduk pesat dan mayoritas berusia produktif. Bila tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan, pengangguran akan meningkat, begitupun kejahatan.
“Saya mendorong generasi muda di daerah menjadi pengusaha, agar tercipta lapangan kerja merata di seluruh Indonesia,” tuturnya.
Selama ini daerah-daerah kekurangan ketersediaan lapangan kerja, akibatnya pencdari kerja mencari kerja di kota-kota besar. Bukannya daerah menjadi terbangun, tapi malah ditinggalkan.
Pria yang telah mengajar di 170 perguruan tinggi tersebut membagikan kunci suksesnya membangun karir sebagai entrepreneur.
Menurutnya, yang terpenting adalah memiliki visi yang tepat sebelum melangkah. “Kerja keras saja tidak cukup. Segala sesuatu harus diawali visi yang benar, implementasi berkualitas dan cepat,” timpal HT.
Disisi lain untuk menumbuhkan pengusaha baru yang dibutuhkan tidak hanya niat namun juga kesempatan. Kesempatan tersebut bisa didorong oleh pemerintah dengan adanya keberpihakan.
Begitu yang disampaikan Chairman & CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo saat memberikan kuliah umum “Kewirausahaan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia” di Universitas AMIKOM Yogyakarta. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (7/6/2017).
“Bangun masyarakat bawah ke tengah, tengah ke atas, bukan secara alamiah, tapi dipercepat dengan keberpihakan, sehingga fondasi ekonomi kita kuat,” ujar pria yang akrab disapa HT itu.
Sedikitnya masyarakat mapan di Tanah Air, kata HT, dapat dilihat dari jumlah pembayar pajak. Dari sekitar 260 juta jiwa penduduk Indonesia, hanya 2 juta orang yang berkontribusi pajak pada negara. Padahal, dua pertiga APBN berasal dari pajak.
Menurutnya, hal itu sebagai dampak Indonesia terlalu cepat menganut kapitalisme di saat mayoritas masyarakat belum siap kesejahteraan dan pendidikannya. Mekanisme pasar membuat mereka yang sudah kuat semakin kuat, sebaliknya yang lemah diam di tempat.
Kesenjangan pun melebar. Karena diserahkan kepada pasar, maka pembangunan menjadi terkonsentrasi di daerah-daerah yang sudah berhasil. Akibatnya dari 514 kabupaten kota tak lebih dari 10 yang terbangun. Begitu juga ketimpangan antara yang kaya dan miskin juga sangat lebar.
Pria asal Surabaya, Jawa Timur itu mengungkapkan, untuk mempercepat masyarakat yang belum mapan harus diberikan perlakuan khusus. Misalnya kemudahaan akses dana murah, pelatihan dan proteksi. Pemberian perlakuan khusus itu membuka kesempatan kepada mereka untuk tumbuh menjadi kelompok produktif.
Jika kelompok produktif atau masyarakat mapan terus tumbuh, lanjut HT, otomatis pembayar pajak akan bertambah banyak. Artinya, penopang ekonomi nasional semakin banyak. Disitulah ekonomi larinya bisa lebih kencang, sehingga Indonesia bisa lebih cepat menjadi negara maju.
Dengan menjadi negara maju, negara memiliki kemampuan untuk membantu masyarakatnya memperoleh pendidikan, kesehatan, perumahan yang layak hingga santunan untuk pengangguran hingga mereka mendapat pekerjaan.
Dorong Generasi Muda
HT mendorong generasi muda untuk terjun ke dunia entrepreneurship. Selain menambah basis pembayar pajak, bertambahnya jumlah entrepreneur juga akan menciptakan lapangan pekerjaan yang sangat dibutuhkan Indonesia.
Seperti diketahui, Indonesia tengah mengalami bonus demografi dimana pertumbuhan penduduk pesat dan mayoritas berusia produktif. Bila tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan, pengangguran akan meningkat, begitupun kejahatan.
“Saya mendorong generasi muda di daerah menjadi pengusaha, agar tercipta lapangan kerja merata di seluruh Indonesia,” tuturnya.
Selama ini daerah-daerah kekurangan ketersediaan lapangan kerja, akibatnya pencdari kerja mencari kerja di kota-kota besar. Bukannya daerah menjadi terbangun, tapi malah ditinggalkan.
Pria yang telah mengajar di 170 perguruan tinggi tersebut membagikan kunci suksesnya membangun karir sebagai entrepreneur.
Menurutnya, yang terpenting adalah memiliki visi yang tepat sebelum melangkah. “Kerja keras saja tidak cukup. Segala sesuatu harus diawali visi yang benar, implementasi berkualitas dan cepat,” timpal HT.
Disisi lain untuk menumbuhkan pengusaha baru yang dibutuhkan tidak hanya niat namun juga kesempatan. Kesempatan tersebut bisa didorong oleh pemerintah dengan adanya keberpihakan.
(sms)