Pelibatan TNI Berantas Terorisme Bisa Melalui Keputusan Politik Presiden
A
A
A
JAKARTA - Wacana pelibatan TNI dalam penanganan aksi terorisme dalam pasal di Rancangan Undang Undang (RUU) Antiterorisme dinilai tidak tepat. Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Anton Tabah Digdoyo mengatakan, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme cukup melalui keputusan politik presiden.
Anton menyebutkan contoh sejumlah negara yang menerjunkan militer untuk menumpas terorisme melalui keputusan politik. Salah satunya di Amerika Serikat paskaserangan teror ke menara kembar WTC tahun 2001.
Kala itu, tutur Anton, militer Amerika Serikat diterjunkan melalui keputusan politik yang melibatkan parlemen, Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Presiden Amerika Serikat saat itu.
"Amerika Serikat bisa membuat keputusan politik dalam 19 hari. Tapi ada masanya, hanya dua tahun. Di Indonesia enggak tahu bisa diakomodasi lain," kata Anton dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya, di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017).
Dalam konteks Indonesia, tutur Anton, pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme bisa diatur melalui keputusan politik Presiden dengan DPR.
Dalam kesempatan itu, Anton mengkritisi wacana pelibatan TNI dalam otoritas sipil. Salah satunya seperti termaktub dalam 'Pasal Guantanamo', pasal yang mengatur pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme secara langsung.
"Melibatkan tentara, itu tak direkomendasikan dunia. Indonesia harus patuh pada berbagai yurisprudensi internasional," ucap Anton.
Anton menyebutkan contoh sejumlah negara yang menerjunkan militer untuk menumpas terorisme melalui keputusan politik. Salah satunya di Amerika Serikat paskaserangan teror ke menara kembar WTC tahun 2001.
Kala itu, tutur Anton, militer Amerika Serikat diterjunkan melalui keputusan politik yang melibatkan parlemen, Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Presiden Amerika Serikat saat itu.
"Amerika Serikat bisa membuat keputusan politik dalam 19 hari. Tapi ada masanya, hanya dua tahun. Di Indonesia enggak tahu bisa diakomodasi lain," kata Anton dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya, di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017).
Dalam konteks Indonesia, tutur Anton, pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme bisa diatur melalui keputusan politik Presiden dengan DPR.
Dalam kesempatan itu, Anton mengkritisi wacana pelibatan TNI dalam otoritas sipil. Salah satunya seperti termaktub dalam 'Pasal Guantanamo', pasal yang mengatur pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme secara langsung.
"Melibatkan tentara, itu tak direkomendasikan dunia. Indonesia harus patuh pada berbagai yurisprudensi internasional," ucap Anton.
(ysw)