Pihak Kepresidenan Sebut Vonis Penulis Jokowi Undercover Adil

Senin, 29 Mei 2017 - 16:25 WIB
Pihak Kepresidenan Sebut...
Pihak Kepresidenan Sebut Vonis Penulis Jokowi Undercover Adil
A A A
JAKARTA - Bambang Tri Mulyono, penulis buku berjudul Jokowi Undercover: Melacak Jejak Sang Pemalsu Jatidiri, dijatuhi hukuman hukuman tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Blora, Jawa Tengah, Senin, (29/5/2017).

Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Makmurin Kusumastuti dan hakim anggota Dwi Ananda Fajarwati serta, Dewi Nugraheni.

“Menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara terhadap terdakwa Bambang Tri Mulyono,” kata Ketua Majelis Hakim membacakan amar putusan.

Menurut majelis hakim, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ‎Pasal ‎28 ayat 2 junto Pasal 45 A ayat 2 UU 19/2016 atas perubahan UU 11/2008, tetang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), junto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau sesuai pasal yang didakwakan dan dalam tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

Pada sidang tuntutan, 10 Mei lalu JPU menuntut Bambang Tri dengan empat tahun penjara. Majelis hakim menguraikan, hal yang memberatkan adalah terdakwa menyerang kehormatan Presiden Joko Widodo, sosok yang seharusnya dihormati.

Selain itu, terdakwa juga dinilai berlaku tak sopan selama menjalani persidangan, dan juga tak merasa bersalah dan menyesal atas apa yang telah diperbuatnya.‎ "Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan merupakan tulang punggung keluarga," papar Makmurin.

Sidang vonis bagi Bambang Tri juga dihadiri Ifdhal Kasim, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden. Menurut Ifdhal, vonis ini sudah memenuhi asas peradilan.

“Tuduhan yang disampaikan Bambang Tri dalam buku Jokowi Undercover tidak benar. Semua unsur perbuatan melawan hukum yang didakwakan jaksa penuntut umum pun terpenuhi,” kata Ifdhal dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews.

Ifdhal berharap, kasus ini menjadi pembelajaran, terutama bagaimana menyajikan informasi ke publik, terutama dalam penulisan sebuah buku yang harus berdasarkan dengan data yang teruji dan riset mendalam.

Demikian pula terkait pemuatan pernyataan (status/posting) dalam media sosial seperti Facebook, Twitter, grup percakapan telepon dan sebagainya. "Ini yang lebih penting sebetulnya adalah aspek edukasinya daripada punishment," kata mantan Ketua Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia ini.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7502 seconds (0.1#10.140)