Menteri Eko Persilakan BPK Revisi WTP Kemendes PDTT
A
A
A
JAKARTA - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mempersilakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit kembali laporan keuangan tahun 2016 kementeriannya. Sehingga, opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan tahun 2016 kementeriannya itu tak dipersoalkan untuk direvisi BPK.
"Mengenai hasil opini BPK, saya serahkan kepada BPK apakah mau diaudit lagi, atau bagaimana," ujar Eko dalam jumpa pers di Kantornya, Jalan TMP Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5/2017).
Namun, dia merasa kementeriannya sudah bekerja keras selama ini. Kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) selalu mengikuti aturan yang berlaku saat membuat laporan keuangan.
Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dianggapnya berperan untuk membimbing para pejabat di kementeriannya dalam membuat laporan. Dengan kinerja tersebut, kementeriannya mendapat kenaikan penyerapan anggaran dari semula 69 persen di tahun 2015 menjadi 95 persen pada tahun anggaran 2016.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) BPK kepada Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.
Mereka adalah Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendes PDTT Sugito (SUG), Auditor BPK Ali Sadli (ALS), pejabat Eselon I BPK Rochmadi Saptogiri (RS) dan pejabat Eselon III Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo (JBP).
Atas perbuatannya, Sugito dan Jarot Budi Prabowo yang diduga sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) hurub b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli yang diduga sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Mengenai hasil opini BPK, saya serahkan kepada BPK apakah mau diaudit lagi, atau bagaimana," ujar Eko dalam jumpa pers di Kantornya, Jalan TMP Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5/2017).
Namun, dia merasa kementeriannya sudah bekerja keras selama ini. Kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) selalu mengikuti aturan yang berlaku saat membuat laporan keuangan.
Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dianggapnya berperan untuk membimbing para pejabat di kementeriannya dalam membuat laporan. Dengan kinerja tersebut, kementeriannya mendapat kenaikan penyerapan anggaran dari semula 69 persen di tahun 2015 menjadi 95 persen pada tahun anggaran 2016.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) BPK kepada Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.
Mereka adalah Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendes PDTT Sugito (SUG), Auditor BPK Ali Sadli (ALS), pejabat Eselon I BPK Rochmadi Saptogiri (RS) dan pejabat Eselon III Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo (JBP).
Atas perbuatannya, Sugito dan Jarot Budi Prabowo yang diduga sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) hurub b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli yang diduga sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(kri)