Imbas Dukung Ahok di Pilkada DKI, Elektabilitas Golkar Turun
A
A
A
JAKARTA - Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network menunjukkan, elektabilitas Golkar pada Mei 2017 tersisa 13%,5%, menurun lebih 2% jika dibanding dengan hasil survei pada Oktober 2016 sebesar 15,6%. Elektabilitas Golkar sempat menyentuh 24% pada Oktober 2016 ketika pertama kali mengumumkan Jokowi sebagai calon presiden.
Penurunan elektabilitas Golkar tersebut tak lepas dari sentimen masyarakat terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Survei ini dilakukan pasca putaran II Pilkada DKI Jakarta.
Peneliti LSI Adjie Alfaraby mengatakan, penyebab Pilkada DKI berefek ke Golkar karena 70% publik nasional mengikuti perkembangan dan dinamika pilkada di Ibu Kota.
"Masyarakat ini terkotak-kotak antara yang anti-Ahok dan pro-Ahok. Secara nasional anti-Ahok ini lebih besar sehingga berpengaruh pada Golkar. Kami kejar pemilih Golkar, 23% dari mereka itu berpengaruh," ujarnya saat memaparkan hasil surveinya di depan peserta Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) II Partai Golkar di Novotel, Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu 21 Mei 2017.
Lantas, bagaimana cara Golkar untuk bisa menaikkan elektabilitas di sisa waktu sebelum Pemilu 2019? Menurut Adjie, salah satu yang penting Golkar harus keluar dari tren menurun ini adalah dengan membuat program baru yang sifatnya Big Bang, tidak hanya mengandalkan figur, tapi juga program.
"Golkar harus merumuskan hal yang menyentuh pemilih mayoritas, termasuk dalam hal ini Islam. Jangan berposisi diametral dengan mayoritas, minimal bersifat netral dalam isu-isu yang berkaitan dengan pemilih mayoritas," jelasnya.
Selain itu, Golkar juga harus banyak menang di Pilkada 2018, terutama di daerah strategis seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menyikapi fakta tersebut, Golkar bertekad lebih selektif dalam memilih figur yang akan diusung di Pilkada Serentak 2018. Golkar akan mengambil hikmah di balik kekalahan di Pilkada DKI.
Ketua Harian DPP Golkar Nurdin Halid mengakui efek Ahok memberi pengaruh pada elektabilitas partai. "Pasca Pilkada DKI kita sadari naif kalau dikatakan tidak berpengaruh, pasti ada," ujar di tempat yang sama.
Meski calon yang diusung kalah, Golkar menilai tidak ada kesalahan atau kekeliruan yang terjadi saat partai memutuskan mencalonkan Ahok. Menurut Nurdin, secara objektif Ahok layak karena elektabilitasnya di atas 70%. Dari sisi subjektif, Ahok juga memiliki program yang disukai rakyat Jakarta.
"Golkar tidak melakukan kekeliruan, apalagi penurunan Ahok terjadi setelah penetapan oleh Golkar. Jadi kekalahan itu karena ada proses. Tapi Golkar akan lebih cermat lagi terkait hasil Pilkada DKI ini," katanya.
Penurunan elektabilitas Golkar tersebut tak lepas dari sentimen masyarakat terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Survei ini dilakukan pasca putaran II Pilkada DKI Jakarta.
Peneliti LSI Adjie Alfaraby mengatakan, penyebab Pilkada DKI berefek ke Golkar karena 70% publik nasional mengikuti perkembangan dan dinamika pilkada di Ibu Kota.
"Masyarakat ini terkotak-kotak antara yang anti-Ahok dan pro-Ahok. Secara nasional anti-Ahok ini lebih besar sehingga berpengaruh pada Golkar. Kami kejar pemilih Golkar, 23% dari mereka itu berpengaruh," ujarnya saat memaparkan hasil surveinya di depan peserta Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) II Partai Golkar di Novotel, Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu 21 Mei 2017.
Lantas, bagaimana cara Golkar untuk bisa menaikkan elektabilitas di sisa waktu sebelum Pemilu 2019? Menurut Adjie, salah satu yang penting Golkar harus keluar dari tren menurun ini adalah dengan membuat program baru yang sifatnya Big Bang, tidak hanya mengandalkan figur, tapi juga program.
"Golkar harus merumuskan hal yang menyentuh pemilih mayoritas, termasuk dalam hal ini Islam. Jangan berposisi diametral dengan mayoritas, minimal bersifat netral dalam isu-isu yang berkaitan dengan pemilih mayoritas," jelasnya.
Selain itu, Golkar juga harus banyak menang di Pilkada 2018, terutama di daerah strategis seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menyikapi fakta tersebut, Golkar bertekad lebih selektif dalam memilih figur yang akan diusung di Pilkada Serentak 2018. Golkar akan mengambil hikmah di balik kekalahan di Pilkada DKI.
Ketua Harian DPP Golkar Nurdin Halid mengakui efek Ahok memberi pengaruh pada elektabilitas partai. "Pasca Pilkada DKI kita sadari naif kalau dikatakan tidak berpengaruh, pasti ada," ujar di tempat yang sama.
Meski calon yang diusung kalah, Golkar menilai tidak ada kesalahan atau kekeliruan yang terjadi saat partai memutuskan mencalonkan Ahok. Menurut Nurdin, secara objektif Ahok layak karena elektabilitasnya di atas 70%. Dari sisi subjektif, Ahok juga memiliki program yang disukai rakyat Jakarta.
"Golkar tidak melakukan kekeliruan, apalagi penurunan Ahok terjadi setelah penetapan oleh Golkar. Jadi kekalahan itu karena ada proses. Tapi Golkar akan lebih cermat lagi terkait hasil Pilkada DKI ini," katanya.
(kri)