Alasan Ditjen Pas Bebaskan Mantan Jaksa Urip Tri Gunawan
A
A
A
JAKARTA - Mantan Jaksa pada Kejaksaan Agung, Urip Tri Gunawan telah bebas dari Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Jumat 12 Mei 2017 lalu.
Terpidana 20 tahun penjara kasus suap dalam penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu menghirup udara segar setelah mendapatkan pembebasan bersyarat dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan HAM.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) Kemenkumham I Wayan Dusak yang dikonfirmasi membenarkan hal tersebut. "Sudah memenuhi persyaratan," kata Wayan kepada Koran SINDO, Senin 15 Mei 2017.
Namun, Wayan tidak menjelaskan secara detail alasan pemberian bebas bersyarat kepada Urip. Dia mempersilakan untuk mengonfirmasi hal itu kepada Direktur Pembinaan Narapidana dan Latikan Kerja Produksi (Dirbinapilatkerpro) Ditjen Pas, Ilham Jaya.
Dirbinapilatkerpro Ditjen Pas Kemenkumham, Ilham Jaya menjelaskan tidak ada persoalan dalam pemberian pembebasan bersyarat Urip. Menurut dia, pemberian pembebasan bersyarat kepada Urip memiliki landasan kuat.
Antara lain, narapidana telah menjalani 2/3 masa hukuman. Terpidana juga memiliki hak mendapatkan hal itu mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dalam peraturan itu disebutkan pembebasan bersyarat merupakan hak terpidana, dan UU Nomor 12 Tahun 1995 pada Pasal 14 tentang Pemasyarakatan yang juga menyebutkan narapidana berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.
"Sebetulnya tidak ada masalah dengan pembebasan bersyarat itu. Kan hak narapidana. Kalau kita tidak memberikan hak narapidana malah menjadi salah. Iya dong. Aturannya kan ada. Kita tidak mungkin memberikan sesuatu kalau aturannya tidak ada," kata Ilham, Senin 15 Mei 2017 malam.
Dia menjelaskan sebelum mendapatkan pembebasan bersyarat, Urip sudah menerima remisi selama lebih dari 51 bulan. Remisi tersebut mulai diterima Urip sejak 2006. Begitu juga pemberian bersyarat diberikan kepada Urip karena yang bersangkutan sudah berkelakuan baik.
"Syarat untuk mendapatkan pembebasan bersyarat salah satunya telah mendapatkan remisi karena berbuat baik di lapas. Dia mendapatkan remisi itu sekitar 51 bulan berapa hari gitu. Remisi itu ditambah masa pidananya yang sudah dia jalani itu sudah mendapatkan 2/3 dari masa pidananya. Makanya dia mendapatkan pembebasan bersyarat," paparnya.
Ilham menjelaskan, sebenarnya pada 2015 ada 32 ribu lebih narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat. Kemudian pada hari yang sama, Jumat 12 Mei 2017 ada puluhan narapidana yang diberikan juga mendapatkan pembebasan bersyarat.
Ilham membantah pihaknya mengistimewakan Urip. Dia juga tidak sependapat dengan pandangan KPK yang menyatakan Urip terlalu cepat mendapatkan pembebasan bersyarat.
"Memang aturan itu sudah memperbolehkan bagaimana Kita sangat setuju sekali dan saya mendukung 100 persen pemberantasan korupsi. Tapi masalahnya aturan itu diperbolehkan. Harus ditaati aturan itu (tentang remisi dan pembebasan bersyarat). Kalau saya tidak menaati aturan itu, saya justru salah dan saya nanti dianggap tidak memberikan hak narapidana. Jadi jangan salah itu," katanya.
Terpidana 20 tahun penjara kasus suap dalam penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu menghirup udara segar setelah mendapatkan pembebasan bersyarat dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan HAM.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) Kemenkumham I Wayan Dusak yang dikonfirmasi membenarkan hal tersebut. "Sudah memenuhi persyaratan," kata Wayan kepada Koran SINDO, Senin 15 Mei 2017.
Namun, Wayan tidak menjelaskan secara detail alasan pemberian bebas bersyarat kepada Urip. Dia mempersilakan untuk mengonfirmasi hal itu kepada Direktur Pembinaan Narapidana dan Latikan Kerja Produksi (Dirbinapilatkerpro) Ditjen Pas, Ilham Jaya.
Dirbinapilatkerpro Ditjen Pas Kemenkumham, Ilham Jaya menjelaskan tidak ada persoalan dalam pemberian pembebasan bersyarat Urip. Menurut dia, pemberian pembebasan bersyarat kepada Urip memiliki landasan kuat.
Antara lain, narapidana telah menjalani 2/3 masa hukuman. Terpidana juga memiliki hak mendapatkan hal itu mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dalam peraturan itu disebutkan pembebasan bersyarat merupakan hak terpidana, dan UU Nomor 12 Tahun 1995 pada Pasal 14 tentang Pemasyarakatan yang juga menyebutkan narapidana berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.
"Sebetulnya tidak ada masalah dengan pembebasan bersyarat itu. Kan hak narapidana. Kalau kita tidak memberikan hak narapidana malah menjadi salah. Iya dong. Aturannya kan ada. Kita tidak mungkin memberikan sesuatu kalau aturannya tidak ada," kata Ilham, Senin 15 Mei 2017 malam.
Dia menjelaskan sebelum mendapatkan pembebasan bersyarat, Urip sudah menerima remisi selama lebih dari 51 bulan. Remisi tersebut mulai diterima Urip sejak 2006. Begitu juga pemberian bersyarat diberikan kepada Urip karena yang bersangkutan sudah berkelakuan baik.
"Syarat untuk mendapatkan pembebasan bersyarat salah satunya telah mendapatkan remisi karena berbuat baik di lapas. Dia mendapatkan remisi itu sekitar 51 bulan berapa hari gitu. Remisi itu ditambah masa pidananya yang sudah dia jalani itu sudah mendapatkan 2/3 dari masa pidananya. Makanya dia mendapatkan pembebasan bersyarat," paparnya.
Ilham menjelaskan, sebenarnya pada 2015 ada 32 ribu lebih narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat. Kemudian pada hari yang sama, Jumat 12 Mei 2017 ada puluhan narapidana yang diberikan juga mendapatkan pembebasan bersyarat.
Ilham membantah pihaknya mengistimewakan Urip. Dia juga tidak sependapat dengan pandangan KPK yang menyatakan Urip terlalu cepat mendapatkan pembebasan bersyarat.
"Memang aturan itu sudah memperbolehkan bagaimana Kita sangat setuju sekali dan saya mendukung 100 persen pemberantasan korupsi. Tapi masalahnya aturan itu diperbolehkan. Harus ditaati aturan itu (tentang remisi dan pembebasan bersyarat). Kalau saya tidak menaati aturan itu, saya justru salah dan saya nanti dianggap tidak memberikan hak narapidana. Jadi jangan salah itu," katanya.
(dam)