Perkembangan Media Massa Butuh Jurnalis Berkualitas
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan teknologi telah membawa media dalam industri yang konvergen. Era konvergensi media atau penggabungan berbagai media massa dan teknologi informasi, membutuhkan jurnalis dengan kompetensi yang baik.
“Kompetensi sekarang jelas dibutuhkan. Kalau kemarin hanya jadi jurnalis yang mampu membuat laporan, next dia butuh multitasking, kemampuan yang lebih agar lebih efektif dan efisien,” ujar Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana saat menjadi pembicara diskusi bertajuk Freedom of The Press in the Era of Media Convergence memperingati World Press Freedom Day 2017 di Jakarta, Senin (1/5/2017).
Yadi melihat pola konsumsi media saat ini telah mengalami perubahan dari single platform ke multiplatform. Tidak hanya itu, kata dia, masyarakat juga telah berubah menjadi user karena dapat menentukan informasi yang diinginkan,
“Makanya kita tidak bisa cegah itu, karena era ke depan tidak bisa kita pahami tapi kita bisa deteksi kebutuhan ke depan,” kata Yadi.
Yadi menegaskan jurnalis era kini juga harus paham pada teknologi dan kode etik. Dia meyakini pers Indonesia tengah menuju ke arah sana. “Saya optimistis dengan kemauan teman-teman untuk berkembang, setidaknya kita bisa berkompetisi di jenjang itu,” imbuhnya.
Menurut Pemimpin Redaksi MNC TV itu, kebebasan pers yang telah dinikmati di Indonesia saat ini harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk memajukan industri media.
Dia pun berkaca pada situasi pers di Malaysia yang masih diperlakukan terbatas, maka sudah sepatutnya konvergensi jadi sarana untuk menghadirkan konten yang bermanfaat bagi publik.
“Kita harus pastikan pers Indonesia berkualitas, harus membentuk integritas dari kebebasan yang dimiliki,” tutur Yadi.
News Director MetroTV, Don Bosco Salamun mengatakan, pada era konvergensi media saat ini masyarakat dihadapkan pada dua hal, konten yang beragam serta tidak terbatas.
Pada saat yang sama masyarakat juga cenderung tidak hanya mengonsumsi pada satu media. Kebutuhan pada media konvensional tetap ada, namun penggunaan gadget juga semakin tinggi. “Setiap device ini membuat kita mudah menikmati informasi tanpa batas, kapan saja di mana saja. Jadi itu yang bisa kita lihat,” kata Don.
Menyikapi hal itu, Don sepakat informasi dari media yang diolah seorang jurnalis penting untuk diperhatikan. Menurut dia, upaya Dewan Pers untuk membuat standardisasi media serta jurnalis adalah langkah yang patut untuk diapresiasi. “Karena makin bagus pengaturan, pers akan makin bagus,” tutur Don.
CEO Liputan6.com, Karania Dharmasaputra mengungkapkan sangat merasakan tuntutan kovergensi dalam industri media saat ini.
Menurut dia masyarakat yang banyak menggunakan internet memaksa pelaku industri media memutar otak agar konten dari media konvensional juga bisa dinikmati melalui layanan mobile. “Konten televisi itu masih sangat diminati, apalagi konten video itu di-repackage menjadi digital friendly,” kata Kara.
Kara mengatakan, basis pengguna internet di Indonesia sendiri sebesar 86%. Dari jumlah itu 56% di antaranya merupakan pengguna internet yang menggunakan layanan video.
Oleh karena itu, menurut dia, penting sekali bagi pengelola tv untuk segera mengonvergensikan dirinya ke video paltform.
“Layanan video kami naik hingga 44%, Youtube hampir 200%,” tambah dia.
Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan, kata konvergensi tidak dapat dipisahkan dari internet, sementara internet berkaitan dengan digital.
“Kalau kita mau konvergen kita internet, kalau internet digital. Jadi kita harus menata kembali karena ini dunia baru,” kata Samuel.
Menurut dia untuk mendukung suksesnya media dalam industri yang konvergen maka dibutuhkan transformasi.
Selain masyarakat, maka perlu ada transformasi juga dikalangan bisnis serta regulasi. “Tantangannya adalah bagaimana kita membuat aturan yang mengequalkan disini, tapi juga disisi lain,” tuturnya.
Samuel pun menyampaikan hasil survei di Swiss dimana tingkat pengguna internet di Indonesia cukup tinggi kepercayaannya terhadap dunia maya. Dan ini jadi tantangan bagi pihaknya bagaimana bisa menciptakan internet yang secure, integrity dan save. “Tanpa trust tidak ada orang yang gunakan internet,” pungkasnya.
“Kompetensi sekarang jelas dibutuhkan. Kalau kemarin hanya jadi jurnalis yang mampu membuat laporan, next dia butuh multitasking, kemampuan yang lebih agar lebih efektif dan efisien,” ujar Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana saat menjadi pembicara diskusi bertajuk Freedom of The Press in the Era of Media Convergence memperingati World Press Freedom Day 2017 di Jakarta, Senin (1/5/2017).
Yadi melihat pola konsumsi media saat ini telah mengalami perubahan dari single platform ke multiplatform. Tidak hanya itu, kata dia, masyarakat juga telah berubah menjadi user karena dapat menentukan informasi yang diinginkan,
“Makanya kita tidak bisa cegah itu, karena era ke depan tidak bisa kita pahami tapi kita bisa deteksi kebutuhan ke depan,” kata Yadi.
Yadi menegaskan jurnalis era kini juga harus paham pada teknologi dan kode etik. Dia meyakini pers Indonesia tengah menuju ke arah sana. “Saya optimistis dengan kemauan teman-teman untuk berkembang, setidaknya kita bisa berkompetisi di jenjang itu,” imbuhnya.
Menurut Pemimpin Redaksi MNC TV itu, kebebasan pers yang telah dinikmati di Indonesia saat ini harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk memajukan industri media.
Dia pun berkaca pada situasi pers di Malaysia yang masih diperlakukan terbatas, maka sudah sepatutnya konvergensi jadi sarana untuk menghadirkan konten yang bermanfaat bagi publik.
“Kita harus pastikan pers Indonesia berkualitas, harus membentuk integritas dari kebebasan yang dimiliki,” tutur Yadi.
News Director MetroTV, Don Bosco Salamun mengatakan, pada era konvergensi media saat ini masyarakat dihadapkan pada dua hal, konten yang beragam serta tidak terbatas.
Pada saat yang sama masyarakat juga cenderung tidak hanya mengonsumsi pada satu media. Kebutuhan pada media konvensional tetap ada, namun penggunaan gadget juga semakin tinggi. “Setiap device ini membuat kita mudah menikmati informasi tanpa batas, kapan saja di mana saja. Jadi itu yang bisa kita lihat,” kata Don.
Menyikapi hal itu, Don sepakat informasi dari media yang diolah seorang jurnalis penting untuk diperhatikan. Menurut dia, upaya Dewan Pers untuk membuat standardisasi media serta jurnalis adalah langkah yang patut untuk diapresiasi. “Karena makin bagus pengaturan, pers akan makin bagus,” tutur Don.
CEO Liputan6.com, Karania Dharmasaputra mengungkapkan sangat merasakan tuntutan kovergensi dalam industri media saat ini.
Menurut dia masyarakat yang banyak menggunakan internet memaksa pelaku industri media memutar otak agar konten dari media konvensional juga bisa dinikmati melalui layanan mobile. “Konten televisi itu masih sangat diminati, apalagi konten video itu di-repackage menjadi digital friendly,” kata Kara.
Kara mengatakan, basis pengguna internet di Indonesia sendiri sebesar 86%. Dari jumlah itu 56% di antaranya merupakan pengguna internet yang menggunakan layanan video.
Oleh karena itu, menurut dia, penting sekali bagi pengelola tv untuk segera mengonvergensikan dirinya ke video paltform.
“Layanan video kami naik hingga 44%, Youtube hampir 200%,” tambah dia.
Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan, kata konvergensi tidak dapat dipisahkan dari internet, sementara internet berkaitan dengan digital.
“Kalau kita mau konvergen kita internet, kalau internet digital. Jadi kita harus menata kembali karena ini dunia baru,” kata Samuel.
Menurut dia untuk mendukung suksesnya media dalam industri yang konvergen maka dibutuhkan transformasi.
Selain masyarakat, maka perlu ada transformasi juga dikalangan bisnis serta regulasi. “Tantangannya adalah bagaimana kita membuat aturan yang mengequalkan disini, tapi juga disisi lain,” tuturnya.
Samuel pun menyampaikan hasil survei di Swiss dimana tingkat pengguna internet di Indonesia cukup tinggi kepercayaannya terhadap dunia maya. Dan ini jadi tantangan bagi pihaknya bagaimana bisa menciptakan internet yang secure, integrity dan save. “Tanpa trust tidak ada orang yang gunakan internet,” pungkasnya.
(dam)