Gus Sholah Tegaskan Islam dan Keindonesiaan Tak Bisa Dipisahkan
A
A
A
SERANG - Pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) mengingatkan, bahwa spirit Islam dan Indonesia sudah terpadu dan tidak dapat dipisahkan.
Menurut Gus Sholah, jika perpaduan yang sudah dirintis sejak generasi para pendiri republik ini akan diubah, justru akan membawa Indonesia mundur 30 tahun ke belakang.
Hal itu diungkapkan salah satu cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari ini saat meresmikan berdirinya Pesantren Tebuireng Cabang Banten, Selasa, 18 April 2017.
Peresmian cabang ke-8 dari Pesantren Tebuireng yang ditandai peletakan batu pertama ini berlokasi di Kampung Pabuaran, Desa Sanding, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Banten.
Gus Sholah lalu menjelaskan, proses perpaduan Islam dan ke-Indonesiaan itu sejak masa perjuangan kemerdekaan yang melibatkan kalangan pesantren dan para kiai, hingga integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional.
Juga penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam Muktamar NU di Situbondo (1984). Termasuk integerasi beberapa aspek hukum Islam yang bersifat muamalah ke dalam sistem hukum nasional. "Sekarang ini kelihatannya ada yang ingin mempertentangkan Islam dan Indonesia," kata Gus Sholah.
"Termasuk juga orang Islam yang tidak paham. Mereka bilang, kita ini orang Islam yang Indonesia, atau orang Indonesia yang Islam. Saya bilang, apa kita pernah disuruh memilih antara Islam dan Indonesia?" imbuhnya.
Mantan Wakil Ketua Komnas HAM ini memberikan analogi, orang yang ingin memisahkan Islam dan Indonesia itu seperti anak yang bapak dan ibunya mau bercerai. Lalu si anak disuruh memilih ikut bapak atau ibunya.
"Lha ini kan tidak akan bercerai. Harus kita pertahankan. Kita ini orang Indonesia yang beragama Islam dan orang Islam yang Indonesia. Tidak perlu kita pertentangkan," tegasnya.
Indonesia dan Islam, menurut Gus Sholah, adalah dua sisi dari mata uang yang sama. "Kalau Indonesia meninggalkan Islam, kita akan kembali ke zaman 30 tahun lalu, ketika pemerintah memusuhi umat Islam," ungkapnya.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar yang hadir dalam peresmian tersebut berharap, kehadiran cabang Pesantren Tebuireng di Banten akan mampu mendidik santri yang memiliki spirit kemajuan, wawasan keilmuan dan berakhlaqul karimah.
Juga dapat melahirkan generasi emas yang akan mengisi kehidupan bangsa dengan hal-hal yang positif untuk kepentingan agama dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut Boy, pendiri Pesantren Tebuireng KH Hasyim Asy'ari terkenal dengan konsep hubbul wathan minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman). Karena itu, dia berharap semangat ini akan menyebar luas di tengah-tengah krisis kecintaan kepada negara yang cenderung memudar akhir-akhir ini.
"Terutama masyarakat di kota-kota besar yang menikmati kemajuan teknologi sedemikian rupa, mereka kadang lupa dengan nilai-nilai dasar bangsa kita yang diwariskan para leluhur dalam rangka membangun NKRI," ujar mantan Kapolda Banten ini.
Menurut Gus Sholah, jika perpaduan yang sudah dirintis sejak generasi para pendiri republik ini akan diubah, justru akan membawa Indonesia mundur 30 tahun ke belakang.
Hal itu diungkapkan salah satu cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari ini saat meresmikan berdirinya Pesantren Tebuireng Cabang Banten, Selasa, 18 April 2017.
Peresmian cabang ke-8 dari Pesantren Tebuireng yang ditandai peletakan batu pertama ini berlokasi di Kampung Pabuaran, Desa Sanding, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Banten.
Gus Sholah lalu menjelaskan, proses perpaduan Islam dan ke-Indonesiaan itu sejak masa perjuangan kemerdekaan yang melibatkan kalangan pesantren dan para kiai, hingga integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional.
Juga penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam Muktamar NU di Situbondo (1984). Termasuk integerasi beberapa aspek hukum Islam yang bersifat muamalah ke dalam sistem hukum nasional. "Sekarang ini kelihatannya ada yang ingin mempertentangkan Islam dan Indonesia," kata Gus Sholah.
"Termasuk juga orang Islam yang tidak paham. Mereka bilang, kita ini orang Islam yang Indonesia, atau orang Indonesia yang Islam. Saya bilang, apa kita pernah disuruh memilih antara Islam dan Indonesia?" imbuhnya.
Mantan Wakil Ketua Komnas HAM ini memberikan analogi, orang yang ingin memisahkan Islam dan Indonesia itu seperti anak yang bapak dan ibunya mau bercerai. Lalu si anak disuruh memilih ikut bapak atau ibunya.
"Lha ini kan tidak akan bercerai. Harus kita pertahankan. Kita ini orang Indonesia yang beragama Islam dan orang Islam yang Indonesia. Tidak perlu kita pertentangkan," tegasnya.
Indonesia dan Islam, menurut Gus Sholah, adalah dua sisi dari mata uang yang sama. "Kalau Indonesia meninggalkan Islam, kita akan kembali ke zaman 30 tahun lalu, ketika pemerintah memusuhi umat Islam," ungkapnya.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar yang hadir dalam peresmian tersebut berharap, kehadiran cabang Pesantren Tebuireng di Banten akan mampu mendidik santri yang memiliki spirit kemajuan, wawasan keilmuan dan berakhlaqul karimah.
Juga dapat melahirkan generasi emas yang akan mengisi kehidupan bangsa dengan hal-hal yang positif untuk kepentingan agama dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut Boy, pendiri Pesantren Tebuireng KH Hasyim Asy'ari terkenal dengan konsep hubbul wathan minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman). Karena itu, dia berharap semangat ini akan menyebar luas di tengah-tengah krisis kecintaan kepada negara yang cenderung memudar akhir-akhir ini.
"Terutama masyarakat di kota-kota besar yang menikmati kemajuan teknologi sedemikian rupa, mereka kadang lupa dengan nilai-nilai dasar bangsa kita yang diwariskan para leluhur dalam rangka membangun NKRI," ujar mantan Kapolda Banten ini.
(maf)