Respons Eks Ketua MK Terkait Salah Ketik di Putusan MA
A
A
A
JAKARTA - Kisruh masa jabatan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diwarnai putusan Mahkamah Agung (MA) yang keliru dalam proses pengetikan. Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, kekeliruan yang terdapat dalam putusan MA tersebut fatal.
"Mau dipersoalkannya kemana karena ini putusan MA. Kalau dibawa ke mahkamah internasional ya tidak bisa mengubahnya lagi," ucap Jimly di Jakarta, Rabu (5/4/2017).
Kalaupun ada pihak yang mau mempersoalkan, menurut Jimly hanya sebatas memperkarakan pihak perumus putusan tersebut. Mekanisme yang dapat dilakukan adalah melaporkannya ke Komisi Yudisial (KY) sebagai pelanggaran etik.
"Hanya menyangkut tidak profesional perumusnya tanpa membatalkan putusan MA. Ini termasuk etika profesionalism, tidak profesional," tandasnya.
Jimly pun meminta agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Sebab putusan MA adalah penting dan menyangkut aturan hukum. "Kasihan sekali. Ini bukan soal titik koma tapi soal Undang-undang (UU)," tambah Jimly.
Seperti diketahui putusan MA membatalkan tata tertib (tatib) DPD no 1/2016 yang mengatur tentang masa jabatan ketua yang dibatasi hanya 2 tahun 6 bulan. Meski begitu dalam putusannya MA justru salah menyebut kepanjangan DPD dari "Dewan Perwakilan Daerah" menjadi "Dewan Perwakilan Rakyat Daerah".
Tidak sampai di situ, kesalahan redaksional juga termuat dalam objek yang dipersengketakan, yang seharusnya "Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017" menjadi "Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017".
"Mau dipersoalkannya kemana karena ini putusan MA. Kalau dibawa ke mahkamah internasional ya tidak bisa mengubahnya lagi," ucap Jimly di Jakarta, Rabu (5/4/2017).
Kalaupun ada pihak yang mau mempersoalkan, menurut Jimly hanya sebatas memperkarakan pihak perumus putusan tersebut. Mekanisme yang dapat dilakukan adalah melaporkannya ke Komisi Yudisial (KY) sebagai pelanggaran etik.
"Hanya menyangkut tidak profesional perumusnya tanpa membatalkan putusan MA. Ini termasuk etika profesionalism, tidak profesional," tandasnya.
Jimly pun meminta agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Sebab putusan MA adalah penting dan menyangkut aturan hukum. "Kasihan sekali. Ini bukan soal titik koma tapi soal Undang-undang (UU)," tambah Jimly.
Seperti diketahui putusan MA membatalkan tata tertib (tatib) DPD no 1/2016 yang mengatur tentang masa jabatan ketua yang dibatasi hanya 2 tahun 6 bulan. Meski begitu dalam putusannya MA justru salah menyebut kepanjangan DPD dari "Dewan Perwakilan Daerah" menjadi "Dewan Perwakilan Rakyat Daerah".
Tidak sampai di situ, kesalahan redaksional juga termuat dalam objek yang dipersengketakan, yang seharusnya "Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017" menjadi "Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017".
(maf)