JPU KPK Minta Hakim Jerat Miryam dengan Pasal Keterangan Palsu
A
A
A
JAKARTA - Proses pemeriksaan kepada mantan Anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP sudah selesai dilakukan. Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK meminta kepada majelis hakim agar menjerat Miryam dengan pasal memberikan keterangan palsu.
"Merujuk pada Pasal 174 KUHAP, kami minta yang mulia menetapkan yang bersangkutan memberikan kesaksian palsu dan dilakukan penahanan," ujar Jaksa Irene Putri dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Mendengar permintaan JPU, Ketua Majelis Hakim John Halasan Butarbutar mengaku tidak ingin cepat-cepat mengambil kesimpulan. Menurutnya, kesimpulan itu akan dibacakan setelah semua saksi diperdengarkan kesaksiannya di dalam persidangan.
"Kami pikir, nanti dulu sambil mendengarkan kesaksian yang lain. Tidak menutup kemungkinan suatu saat kami meminta Anda (Miryam) dihadirkan kembali," tutur John.
Sebagai informasi, Pasal 174 KUHAP menyatakan bahwa apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepada saksi supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.
Kemudian, bila saksi tetap pada keterangannya, ketua Majelis Hakim karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.
Menjerat saksi yang memberikan kesaksian palsu pada kasus korupsi pun diatur tersendiri dalam Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Merujuk pada Pasal 174 KUHAP, kami minta yang mulia menetapkan yang bersangkutan memberikan kesaksian palsu dan dilakukan penahanan," ujar Jaksa Irene Putri dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Mendengar permintaan JPU, Ketua Majelis Hakim John Halasan Butarbutar mengaku tidak ingin cepat-cepat mengambil kesimpulan. Menurutnya, kesimpulan itu akan dibacakan setelah semua saksi diperdengarkan kesaksiannya di dalam persidangan.
"Kami pikir, nanti dulu sambil mendengarkan kesaksian yang lain. Tidak menutup kemungkinan suatu saat kami meminta Anda (Miryam) dihadirkan kembali," tutur John.
Sebagai informasi, Pasal 174 KUHAP menyatakan bahwa apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepada saksi supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.
Kemudian, bila saksi tetap pada keterangannya, ketua Majelis Hakim karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.
Menjerat saksi yang memberikan kesaksian palsu pada kasus korupsi pun diatur tersendiri dalam Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(kri)