Lindungi Pekerja Maritim, Pemerintah Susun Aturan Teknis
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berkomitmen terus meningkatkan perlindungan terhadap pekerja maritim (pelaut) Indonesia. Wujud komitmen tersebut adalah dengan menyusun aturan teknis perlindungan pekerja maritim.
"Aturan teknis segera selesai dalam beberapa waktu mendatang," kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri di Kantornya, Jalan Gatot Subroto Kav 51, Jakarta, Senin (27/3/2017).
Hanif melanjutkan, aturan teknis ini sebagai upaya mengimplementasikan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2016 tentang konvensi ketenagakerjaan maritim. Sebagaimana diketahui, sejak 6 Oktober 2016, pemerintah Indonesia telah meratifikasi Maritim Labor Convention (MLC 2006) dengan ditandai pengesahan UU Nomor 15 Tahun 2016.
Guna mempercepat penerbitan aturan ini, Kementerian Ketenagakerjaan membentuk tim teknis lintas kementerian, terutama dengan Kementerian Perhubungan dan didukung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Perdagangan.
Menurut Menteri Hanif, pembentukan tim teknis sebagai tindak lanjut dari pertemuan empat kementerian pada 24 Maret 2017 yang berlagsung di kantor Kemenaker.
Pada pertemuan yang dimaksudkan untuk meningkatkan sinergisitas upaya perlindungan terhadap pekerja maritim tersebut dihadiri Menteri Hanif, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Perdagangan Enggartiasta Lukita, serta Dirjen Imigrasi Kemenkumham Ronny F Sompie.
"Minggu kemarin (Jumat 24 Maret), di kantor ini dicapai kesepakatan bersama dengan empat kementerian untuk menerbitkan aturan perlindungan pekerja maritim," kata Menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Sebagai bentuk perlindungan, isi UU Nomor 15 Tahun 2016 ini mengatur tentang Standar Minimum bagi pelaut untuk bekerja di atas kapal seperti usia minimal, sertifikasi keahlian, upah, jam kerja, kontrak kerja, dan sebagainya.
Juga mengatur fasilitas kapal, perlindungan kesehatan, kesejahteraan serta perlindungan sosial bagi pelaut. Agar UU tersebut lebih implementatif, Menteri Hanif menyebutkan ada beberapa hal yang harus dilakukan beberapa kementerian, terkait masalah pekerja maritim.
"Yakni perlunya harmonisasi peraturan yang terkait tenaga kerja yang bekerja pada sektor kelautan. Perlunya komunikasi intensif unsur tripartit sektor kelautan untuk mengkomunikasikan hal-hal yang diamanatkan oleh MLC," tuturnya.
Hal lain yang tak kalah penting, lanjutnya, adalah perlunya disusun pedoman pembuatan perjanjian kerja laut yang ditandatangani secara koordinatif antar kementerian terkait, yakni Kemenaker, Kemenhub, dan Kemenlu.
"Kemenaker sendiri saat ini sedang mempersiapkan hal-hal yang perlu diatur secara nasional, di bidang hubungan industrial," tuturnya.
"Misalnya pengupahan, waktu kerja dan istirahat, hak cuti, kompensasi bagi awak kapal yang terkena risiko tenggelam atau hilangnya kapal, pengembangan karir, perlindungan kesehatan, penyelesaian perselisihan dan sebagainya," imbuhnya.
"Aturan teknis segera selesai dalam beberapa waktu mendatang," kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri di Kantornya, Jalan Gatot Subroto Kav 51, Jakarta, Senin (27/3/2017).
Hanif melanjutkan, aturan teknis ini sebagai upaya mengimplementasikan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2016 tentang konvensi ketenagakerjaan maritim. Sebagaimana diketahui, sejak 6 Oktober 2016, pemerintah Indonesia telah meratifikasi Maritim Labor Convention (MLC 2006) dengan ditandai pengesahan UU Nomor 15 Tahun 2016.
Guna mempercepat penerbitan aturan ini, Kementerian Ketenagakerjaan membentuk tim teknis lintas kementerian, terutama dengan Kementerian Perhubungan dan didukung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Perdagangan.
Menurut Menteri Hanif, pembentukan tim teknis sebagai tindak lanjut dari pertemuan empat kementerian pada 24 Maret 2017 yang berlagsung di kantor Kemenaker.
Pada pertemuan yang dimaksudkan untuk meningkatkan sinergisitas upaya perlindungan terhadap pekerja maritim tersebut dihadiri Menteri Hanif, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Perdagangan Enggartiasta Lukita, serta Dirjen Imigrasi Kemenkumham Ronny F Sompie.
"Minggu kemarin (Jumat 24 Maret), di kantor ini dicapai kesepakatan bersama dengan empat kementerian untuk menerbitkan aturan perlindungan pekerja maritim," kata Menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Sebagai bentuk perlindungan, isi UU Nomor 15 Tahun 2016 ini mengatur tentang Standar Minimum bagi pelaut untuk bekerja di atas kapal seperti usia minimal, sertifikasi keahlian, upah, jam kerja, kontrak kerja, dan sebagainya.
Juga mengatur fasilitas kapal, perlindungan kesehatan, kesejahteraan serta perlindungan sosial bagi pelaut. Agar UU tersebut lebih implementatif, Menteri Hanif menyebutkan ada beberapa hal yang harus dilakukan beberapa kementerian, terkait masalah pekerja maritim.
"Yakni perlunya harmonisasi peraturan yang terkait tenaga kerja yang bekerja pada sektor kelautan. Perlunya komunikasi intensif unsur tripartit sektor kelautan untuk mengkomunikasikan hal-hal yang diamanatkan oleh MLC," tuturnya.
Hal lain yang tak kalah penting, lanjutnya, adalah perlunya disusun pedoman pembuatan perjanjian kerja laut yang ditandatangani secara koordinatif antar kementerian terkait, yakni Kemenaker, Kemenhub, dan Kemenlu.
"Kemenaker sendiri saat ini sedang mempersiapkan hal-hal yang perlu diatur secara nasional, di bidang hubungan industrial," tuturnya.
"Misalnya pengupahan, waktu kerja dan istirahat, hak cuti, kompensasi bagi awak kapal yang terkena risiko tenggelam atau hilangnya kapal, pengembangan karir, perlindungan kesehatan, penyelesaian perselisihan dan sebagainya," imbuhnya.
(maf)