Mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho Divonis 4 Tahun Penjara
A
A
A
MEDAN - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan menghukum mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dengan pidana penjara selama empat tahun pada kasus suap 'uang ketok' DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Lima majelis hakim yang diketuai Didik Setyo Handono menilai, Gatot terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Menyatakan terdakwa Gatot Pujo Nugroho terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwaan dalam dakwaan ke satu. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama empat tahun dan denda Rp250 juta dengan ketentuan jika denda tidak dibayarkan, harus diganti pidana kurungan selama enam bulan," ujar Hakim Didik, Kamis (9/3/2017).
Gatot dinilai terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Penyuapan) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP dengan melakukan penyuapan terhadap anggota DPRD periode 2009-2014 dan 2014-2019 untuk tujuh item suap dengan total Rp61,8 miliar lebih.
Hakim Didik didampingi empat hakim lainnya yakni Rosmina, Irwan Effendi, dan dua Hakim Adhoc Yusra dan Rodslowny L Tobing, dalam amar putusan tersebut menyebutkan tidak ada fakta persidangan yang dapat meringankan hukuman Gatot. Sementara itu, pembelaan penasihat hukum Gatot juga dinilai kurang tepat.
"Pembelaan penasihat hukum terdakwa yang menyebutkan terdakwa terpaksa mengabulkan keinginan anggota DPRD karena tertekan tidak beralasan. Pada kenyataannya terdakwa tidak tertekan karena mampu menjelaskan pemberian uang tersebut. Pemberian dana aspirasi juga tidak ada nomenklaturnya, lantaran penghasilan anggota DPRD sudah cukup banyak macamnya. Majelis hakim sepakat dengan penuntut umum," kata Hakim Didik.
Di sisi lain, dalam amar putusannya, hakim juga menyebutkan, agar kasus tersebut tidak berhenti pada Gatot saja tetapi juga pemberi dan penerima suap yang lain untuk diproses hukum. Bahkan, hakim juga menyebut beberapa nama seperti mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumut (Provsu) Nurdin Lubis, mantan Sekretaris DPRD Sumut Randiman Tarigan dan mantan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut yang kini menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olah Raga (Kadispora) Sumut, Baharuddin Siagian.
"Saksi Nurdin Lubis selaku Sekda, Randiman Tarigan selaku Sekretaris DPRD Sumut, Burhanuddin Siagian selaku Kabiro Keuangan, Ahmad Fuad Lubis selaku Kabiro keuangan menggantikan Burhanuddin, Hasban Ritonga selaku Sekda menggantikan Nurdin Lubis, Pandapotan Siregar selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sumut untuk pihak yang mengumpulkan uang dari SKPD dan diserahkan kepada pimpinan DPRD periode 2009-2014 dan periode 2014-2019," sebut Ketua Majelis Hakim Didik Setyo Handono di persidangan.
Hakim Didik Setyo Handono meminta agar penyidik KPK mengajukan pihak lain yang terlibat dalam perkara ini baik dari penerima maupun pemberi yang belum diadili ke persidangan. "Meskipun menjadi kewenangan penyidik dan penuntut umum untuk mengajukan pihak lain yang terlibat dalam perkara ini sebagaimana disebutkan di atas, namun majelis hakim berdasarkan azas persamaan di muka hukum dan Keadilan dapat saja memerintahkan agar baik yang memberi maupun yang menerima, baik yang sudah mengembalikan uang ataupun yang belum terutama mereka yang belum diadili untuk diajukan ke persidangan," ungkap hakim Didik.
Menanggapi putusan tersebut, baik PU dari pihak KPK dan penasihat hukum Gatot mengatakan pikir-pikir. Untuk diketahui, putusan tersebut lebih tinggi dari tuntutan yang menilai Gatot pantas diganjar pidana penjara selama tiga tahun penjara serta denda Rp250 juta subsider delapan bulan kurungan.
Usai sidang, PU KPK Wawan Yunarwan mengatakan KPK tidak berhenti dalam kasus ini. Ia juga mengatakan, KPK akan menindaklanjuti apa yang disampaikan hakim dalam amar putusannya.
"KPK tidak berhenti, fakta persidangan ini bukan perbuatan pribadi. Kita akan menindaklanjuti apa yang disampaikan hakim. Kapan waktunya, belum bisa saya sampaikan," ujar Wawan usai sidang didampingi rekannya Ariawan.
Sementara, Ani Andriani, Penasihat Hukum Gatot Pujo Nugroho yang menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut menilai, majelis hakim hanya menilai Gatot lah yang merupakan inisiator pemberian 'uang ketok' tersebut. "Padahal kan inisatornya jelas dari beberapa staf Gatot, tapi majelis hakim menilai inisiatif dari terdakwa. Kami pikir-pikir dulu lah," ucapnya.
Untuk diketahui, Gatot disebut memberikan suap kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut Periode 2009-2014 dan periode 2014-2019. Pemberian uang itu dengan maksud agar mereka berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya seperti pengesahan APBD Sumut.
Lima majelis hakim yang diketuai Didik Setyo Handono menilai, Gatot terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Menyatakan terdakwa Gatot Pujo Nugroho terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwaan dalam dakwaan ke satu. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama empat tahun dan denda Rp250 juta dengan ketentuan jika denda tidak dibayarkan, harus diganti pidana kurungan selama enam bulan," ujar Hakim Didik, Kamis (9/3/2017).
Gatot dinilai terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Penyuapan) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP dengan melakukan penyuapan terhadap anggota DPRD periode 2009-2014 dan 2014-2019 untuk tujuh item suap dengan total Rp61,8 miliar lebih.
Hakim Didik didampingi empat hakim lainnya yakni Rosmina, Irwan Effendi, dan dua Hakim Adhoc Yusra dan Rodslowny L Tobing, dalam amar putusan tersebut menyebutkan tidak ada fakta persidangan yang dapat meringankan hukuman Gatot. Sementara itu, pembelaan penasihat hukum Gatot juga dinilai kurang tepat.
"Pembelaan penasihat hukum terdakwa yang menyebutkan terdakwa terpaksa mengabulkan keinginan anggota DPRD karena tertekan tidak beralasan. Pada kenyataannya terdakwa tidak tertekan karena mampu menjelaskan pemberian uang tersebut. Pemberian dana aspirasi juga tidak ada nomenklaturnya, lantaran penghasilan anggota DPRD sudah cukup banyak macamnya. Majelis hakim sepakat dengan penuntut umum," kata Hakim Didik.
Di sisi lain, dalam amar putusannya, hakim juga menyebutkan, agar kasus tersebut tidak berhenti pada Gatot saja tetapi juga pemberi dan penerima suap yang lain untuk diproses hukum. Bahkan, hakim juga menyebut beberapa nama seperti mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumut (Provsu) Nurdin Lubis, mantan Sekretaris DPRD Sumut Randiman Tarigan dan mantan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut yang kini menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olah Raga (Kadispora) Sumut, Baharuddin Siagian.
"Saksi Nurdin Lubis selaku Sekda, Randiman Tarigan selaku Sekretaris DPRD Sumut, Burhanuddin Siagian selaku Kabiro Keuangan, Ahmad Fuad Lubis selaku Kabiro keuangan menggantikan Burhanuddin, Hasban Ritonga selaku Sekda menggantikan Nurdin Lubis, Pandapotan Siregar selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sumut untuk pihak yang mengumpulkan uang dari SKPD dan diserahkan kepada pimpinan DPRD periode 2009-2014 dan periode 2014-2019," sebut Ketua Majelis Hakim Didik Setyo Handono di persidangan.
Hakim Didik Setyo Handono meminta agar penyidik KPK mengajukan pihak lain yang terlibat dalam perkara ini baik dari penerima maupun pemberi yang belum diadili ke persidangan. "Meskipun menjadi kewenangan penyidik dan penuntut umum untuk mengajukan pihak lain yang terlibat dalam perkara ini sebagaimana disebutkan di atas, namun majelis hakim berdasarkan azas persamaan di muka hukum dan Keadilan dapat saja memerintahkan agar baik yang memberi maupun yang menerima, baik yang sudah mengembalikan uang ataupun yang belum terutama mereka yang belum diadili untuk diajukan ke persidangan," ungkap hakim Didik.
Menanggapi putusan tersebut, baik PU dari pihak KPK dan penasihat hukum Gatot mengatakan pikir-pikir. Untuk diketahui, putusan tersebut lebih tinggi dari tuntutan yang menilai Gatot pantas diganjar pidana penjara selama tiga tahun penjara serta denda Rp250 juta subsider delapan bulan kurungan.
Usai sidang, PU KPK Wawan Yunarwan mengatakan KPK tidak berhenti dalam kasus ini. Ia juga mengatakan, KPK akan menindaklanjuti apa yang disampaikan hakim dalam amar putusannya.
"KPK tidak berhenti, fakta persidangan ini bukan perbuatan pribadi. Kita akan menindaklanjuti apa yang disampaikan hakim. Kapan waktunya, belum bisa saya sampaikan," ujar Wawan usai sidang didampingi rekannya Ariawan.
Sementara, Ani Andriani, Penasihat Hukum Gatot Pujo Nugroho yang menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut menilai, majelis hakim hanya menilai Gatot lah yang merupakan inisiator pemberian 'uang ketok' tersebut. "Padahal kan inisatornya jelas dari beberapa staf Gatot, tapi majelis hakim menilai inisiatif dari terdakwa. Kami pikir-pikir dulu lah," ucapnya.
Untuk diketahui, Gatot disebut memberikan suap kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut Periode 2009-2014 dan periode 2014-2019. Pemberian uang itu dengan maksud agar mereka berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya seperti pengesahan APBD Sumut.
(kri)