39 Lapas Terdeteksi Jadi Tempat Jaringan Narkotika

Rabu, 08 Februari 2017 - 19:40 WIB
39 Lapas Terdeteksi...
39 Lapas Terdeteksi Jadi Tempat Jaringan Narkotika
A A A
JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut 39 lembaga pemasyarakatan (lapas) di tanah air telah menjadi sarang kegiatan jaringan narkotika.

Hasil pengungkapan kasus terakhir di Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIA Pontianak Kalimantan Barat awal Februari 2017, makin menguatkan jaringan narkotika menyasar lapas sebagai lokasi aman mengendalikan bisnis narkotikanya.

"Ini celah yang masih ada di lapas, jaringan narkotika merasa aman bekerja di sana. Ada 39 lapas dari data yang terbukti," kata Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso di Jakarta, Rabu (8/2/2017).

Pria yang akrab disapa Buwas ini memaparkan, sejak akhir 2016 hasil penelusuran BNN terhadap lapas yang terkontaminasi jaringan narkotika semakin bertambah banyak. Jika pada Oktober 2016 jumlahnya ada 22 lapas, namun hingga akhir Januari lalu jumlahnya naik menjadi 39 lapas.

"Yang terindikasi lebih banyak, Desember sudah bisa dibuktikan keterlbatan 30 lebih lapas (digunakan jaringan narkotika), bahkan Januari kemarin sudah 39 lapas. Ini hasil pembuktian," tandasnya.

Jenderal bintang tiga itu melanjutkan, pemilihan lokasi lapas sebagai tempat mengendalikan bisnis narkotika juga tidak terbatas di kota besar, di beberapa kesempatan lapas kota kecil juga jadi pilihan jaringan narkotika.

"Karena dia pesan bukan untuk konsumsi wilayah itu, umpamanya saya didaerah A, maka saya pesan untuk ditransfer ke daerah B atau Z," terang Buwas.

Dari hasil penelusuran, pengungkapan kejahatan narkotika yang dikendalikan dari balik jeruji besi sudah terjadi berulang kali. Kasus terakhir yang berhasil diungkap BNN adalah keterlibatan dua penghuni rutan klas IIA Pontianak berinisial DH dan S dalam proses penyeludupan sabu seberat 21 kg asal Malaysia

Sebelumnya pada 12 Januari 2017, BNN juga mengungkap penyeludupan sabu seberat 10 kg asal Malaysia yang dikendalikan empat terpidana mati Tanjung Gusta Medan berinsial AY, HAR, AT dan AV. Mereka memesan sabu asal negeri Jiran melalui telepon seluler.

Kasus yang paling menghentak perhatian publik adalah ketika terpidana mati Fredy Budiman, begitu leluasa mengendalikan bisnis haramnya dari balik jeruji penjara.

Pria yang telah dieksekusi mati pada 28 Juli 2016 itu bahkan sempat mengimpor 1,4 juta pil ekstasi dari China ketika dirinya menjalani masa penahanan di Lapas Cipinang 2012 silam.

"Pengawasan yang pertama (harus ditingkatkan). Kedua penanaman komitmen pada sanksi tegas pada oknum. Ini tidak ada, maka harusnya kita pengawasan harus ketat," tambah Buwas.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0689 seconds (0.1#10.140)