Wacana Sertifikasi Khatib Jumat Dikritik
A
A
A
JAKARTA - Wacana sertifikasi khatib atau penceramah salat Jumat menuai kritik. Wacana tersebut dinilai tidak tepat, apalagi jika dilakukan dalam kondisi saat ini.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid berpandangan jika sertifikasi khatib dilakukan atas pertimbangan menjaga toleransi antarumat beragama, dirinya menyetujui usulan itu. Namun dia menolak jika sertifikasi hanya untuk merespons ancaman disintegrasi dan pertentangan agama maka dia menolak.
"Saya berada pada posisi yang setuju jika bukan soal (persoalan) disintegrasi," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mujahid dalam rapat kerja (raker) bersama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Gedung DPR, Jakarta, Senin (30/1/2017) sore.
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi VIII dari Fraksi PAN Kuswiyanto. Dia mengatakan, pada dasarnya rekomendasi itu bagus. Namun sebaiknya tidak dilakukan saat ini.
Menurut dia, saat ini umat Islam sedang dalam posisi tertuduh, bahkan sampai ada gerakan Aksi Damai 4 November (411) dan 2 Desember (212). "Pemerintah kan lagi aksi reaksi. Sampai kapan pun negara akan gaduh," ujarnya.
Kuswiyanto mengatakan, semestinya pemerintah mengajak semua pihak terkait untuk duduk bersama. Menurut dia, sesuatu yang benar, belum tentu benar jika waktunya tidak tepat.
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan posisi institusinya hanya memfasilitasi aspirasi masyarakat. “Saya sudah gamblang. Sebaiknya konfirmasi dengan masyarakat ormas yang mengadu ke saya, dan keluhan-keluhan itu lihat di medsos karena saya kebetulan aktif di media sosial, Twitter,” kata Lukman kepada wartawan usai raker dengan Komisi VIII DPR.
Menurut Lukman, hakikat khotbah itu adalah menyampaikan nasihat, ajakan hal-hal positif dan tausiyah. Namun, kata dia, terkadang ada beberapa khatib yang lupa dengan membanding-bandingkan dan mengejek.
Bahkan, kata dia, isi ceramah bertolak belakang dengan usaha untuk menasihati jamaah. “Pendekatan promotif bukan konfrontatif. Nah dalam konteks kemajemukan Indonesia, ini menimbulkan disintegrasi,” ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Untuk itu, lanjut dia, Kementerian Agama dan pemerintah akan mengingatkan para khatib agar khotbah yang disampaikan tidak konfrontatif. “Saya coba ajak ormas-ormas Islam untuk seberapa besar kebutuhan untuk pengaturan ini. Pemerintah melalui Kemenag hanya memfasilitasi saja aspirasi yang berkembang,” ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid berpandangan jika sertifikasi khatib dilakukan atas pertimbangan menjaga toleransi antarumat beragama, dirinya menyetujui usulan itu. Namun dia menolak jika sertifikasi hanya untuk merespons ancaman disintegrasi dan pertentangan agama maka dia menolak.
"Saya berada pada posisi yang setuju jika bukan soal (persoalan) disintegrasi," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mujahid dalam rapat kerja (raker) bersama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Gedung DPR, Jakarta, Senin (30/1/2017) sore.
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi VIII dari Fraksi PAN Kuswiyanto. Dia mengatakan, pada dasarnya rekomendasi itu bagus. Namun sebaiknya tidak dilakukan saat ini.
Menurut dia, saat ini umat Islam sedang dalam posisi tertuduh, bahkan sampai ada gerakan Aksi Damai 4 November (411) dan 2 Desember (212). "Pemerintah kan lagi aksi reaksi. Sampai kapan pun negara akan gaduh," ujarnya.
Kuswiyanto mengatakan, semestinya pemerintah mengajak semua pihak terkait untuk duduk bersama. Menurut dia, sesuatu yang benar, belum tentu benar jika waktunya tidak tepat.
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan posisi institusinya hanya memfasilitasi aspirasi masyarakat. “Saya sudah gamblang. Sebaiknya konfirmasi dengan masyarakat ormas yang mengadu ke saya, dan keluhan-keluhan itu lihat di medsos karena saya kebetulan aktif di media sosial, Twitter,” kata Lukman kepada wartawan usai raker dengan Komisi VIII DPR.
Menurut Lukman, hakikat khotbah itu adalah menyampaikan nasihat, ajakan hal-hal positif dan tausiyah. Namun, kata dia, terkadang ada beberapa khatib yang lupa dengan membanding-bandingkan dan mengejek.
Bahkan, kata dia, isi ceramah bertolak belakang dengan usaha untuk menasihati jamaah. “Pendekatan promotif bukan konfrontatif. Nah dalam konteks kemajemukan Indonesia, ini menimbulkan disintegrasi,” ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Untuk itu, lanjut dia, Kementerian Agama dan pemerintah akan mengingatkan para khatib agar khotbah yang disampaikan tidak konfrontatif. “Saya coba ajak ormas-ormas Islam untuk seberapa besar kebutuhan untuk pengaturan ini. Pemerintah melalui Kemenag hanya memfasilitasi saja aspirasi yang berkembang,” ungkapnya.
(dam)