Puluhan Kepala Daerah Terindikasi Jual Beli Jabatan
A
A
A
YOGYAKARTA - Praktik busuk jual beli jabatan bukan perkara baru di negeri ini. Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Sofian Effendi mengaku, sudah memberikan laporan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait pejabat daerah yang ditengarai melakukan jual beli jabatan tersebut.
"Ada lebih dari 10 kepala daerah sudah kita laporkan ke Mendagri, terkait jual beli jabatan," kata Sofian di Yogyakarta, kemarin.
Mantan Rektor UGM Yogyakarta ini enggan membeberkan nama-nama pejabat daerah tersebut. Laporan tersebut juga sudah diteruskan ke KPK oleh Mendagri. Sehingga, saat ini pihak KPK yang tengah menerima laporan, tengah dalam proses investigasi informasi ini.
"Kita tunggu saja, jangan-jangan akan ada kepala daerah yang ditangkap KPK lagi. Setelah Klaten, mana lagi ini," kata Sofian.
Kasus jual beli jabatan, kata Sofian, karena sistem yang ada belum berjalan optimal. Misalnya, melalui seleksi terbuka. Seleksi terbuka ini menjadi salah satu cara agar praktik kotor jual beli jabatan terhindari.
"Selama ini enggak ada sama sekali, seenaknya kepala daerah kan," ucapnya.
Selama ini kata dia, masih banyak kepala daerah di kabupaten kota dan juga provinsi belum melakukan lelang terbuka. Sehingga, publik tidak mengetahui, jabatan-jabatan dalam pemerintahan tingkat kabupaten kota dan provinsi.
"Daerah (kabupaten/kota) yang melakukan seleksi terbuka baru 43%, jadi artinya 57% dari 508 Kabupaten/Kota belum lakukan seleksi terbuka," ungkapnya.
Dari 43% yang sudah melakukan seleksi terbuka, imbuh Sofian, kualitasnya juga berbeda-beda. Ada yang sudah bagus dengan betul-betul sesuai harapan, ada juga yang nilainya dibawah standar.
"Ada yang seleksinya sudah bagus betul, ada yang masih kuranh, kalau diberi warna dengan warna merah," tuturnya.
Salah satu indikasi jual beli jabatan, kata dia, kalau mengganti pejabat secara massal seperti yang terjadi di Kabupaten Klaten tersebut. Terlebih, pengantian jabatan itu dilakukan tanpa ada seleksi terbuka.
Sofian mengatakan, kasus jual beli jabatan di Klaten sudah ada sejak lama, bahkan sebelum Bupati Sri Hartini yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat, 30 Desember 2016.
"Terakhir kemarin ini Bupati Klaten, sebelumnya ada juga Bupati di Jayapura, kemudian di Jambi, Banyuasin. Yang saya tahu ada tiga itu kena OTT KPK," tandasnya.
Sofian menyampaikan ada 612 institusi di pemerintahan, mulai dari 34 kementerian, 29 LPMK, 78 lembaga nonstruktural, 34 provinsi, dan 508 kabupaten/kota. Institusi pemerintahan ini rawan dengan adanya praktik jual beli jabatan tertentu.
"Ada lebih dari 10 kepala daerah sudah kita laporkan ke Mendagri, terkait jual beli jabatan," kata Sofian di Yogyakarta, kemarin.
Mantan Rektor UGM Yogyakarta ini enggan membeberkan nama-nama pejabat daerah tersebut. Laporan tersebut juga sudah diteruskan ke KPK oleh Mendagri. Sehingga, saat ini pihak KPK yang tengah menerima laporan, tengah dalam proses investigasi informasi ini.
"Kita tunggu saja, jangan-jangan akan ada kepala daerah yang ditangkap KPK lagi. Setelah Klaten, mana lagi ini," kata Sofian.
Kasus jual beli jabatan, kata Sofian, karena sistem yang ada belum berjalan optimal. Misalnya, melalui seleksi terbuka. Seleksi terbuka ini menjadi salah satu cara agar praktik kotor jual beli jabatan terhindari.
"Selama ini enggak ada sama sekali, seenaknya kepala daerah kan," ucapnya.
Selama ini kata dia, masih banyak kepala daerah di kabupaten kota dan juga provinsi belum melakukan lelang terbuka. Sehingga, publik tidak mengetahui, jabatan-jabatan dalam pemerintahan tingkat kabupaten kota dan provinsi.
"Daerah (kabupaten/kota) yang melakukan seleksi terbuka baru 43%, jadi artinya 57% dari 508 Kabupaten/Kota belum lakukan seleksi terbuka," ungkapnya.
Dari 43% yang sudah melakukan seleksi terbuka, imbuh Sofian, kualitasnya juga berbeda-beda. Ada yang sudah bagus dengan betul-betul sesuai harapan, ada juga yang nilainya dibawah standar.
"Ada yang seleksinya sudah bagus betul, ada yang masih kuranh, kalau diberi warna dengan warna merah," tuturnya.
Salah satu indikasi jual beli jabatan, kata dia, kalau mengganti pejabat secara massal seperti yang terjadi di Kabupaten Klaten tersebut. Terlebih, pengantian jabatan itu dilakukan tanpa ada seleksi terbuka.
Sofian mengatakan, kasus jual beli jabatan di Klaten sudah ada sejak lama, bahkan sebelum Bupati Sri Hartini yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat, 30 Desember 2016.
"Terakhir kemarin ini Bupati Klaten, sebelumnya ada juga Bupati di Jayapura, kemudian di Jambi, Banyuasin. Yang saya tahu ada tiga itu kena OTT KPK," tandasnya.
Sofian menyampaikan ada 612 institusi di pemerintahan, mulai dari 34 kementerian, 29 LPMK, 78 lembaga nonstruktural, 34 provinsi, dan 508 kabupaten/kota. Institusi pemerintahan ini rawan dengan adanya praktik jual beli jabatan tertentu.
(maf)