Tangani Kasus Terorisme, Polri Masih Gunakan Cara Menakutkan
A
A
A
JAKARTA - Langkah Polri melumpuhkan para terduga teroris di berbagai daerah mendapat apresiasi berbagai kalangan. Di tengah banyaknya apresiasi, adapula kritik terhadap Polri terkait cara-cara yang digunakan dalam menangani kasus terorisme.
Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai Polri masih menggunakan pendekatan kekerasan (hard approach) dengan menggunakan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror dalam menangani kasus teroris, seperti yang terjadi di Tangerang Selatan.
"Hard approach kembali tampak justru di saat Polri sedang menghadapi tantangan dan kritik tajam atas kegagalan komunikasi publiknya, terkait situasi politik dan keamanan belakangan ini," kata Khairul melalui keterangan pers yang diterima SINDOnews, Kamis (22/12/2016).
Khairul menuturkan, sejak Jenderal Tito Karnavian menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) kemudian menjadi Kapolri dan posisinya digantikan oleh Komjen Suhardi Alius, muncul ekspektasi agar BNPT dan Polri mengembangkan model pemberantasan teror yang tidak lebih menakutkan ketimbang teror itu sendiri.
Nama besar Tito dan dukungan luas, kata Khairul, diharapkan menjadi modal bagus untuk menggalang dukungan yang lebih besar bagi proposal pemberantasan terorisme yang ditawarkannya.
Di antara harapan itu, kata Khairul, pemberantasan teror tidak melulu mengusung hard approach ala Densus 88 yang dikritik banyak pihak. Menurut dia, sebenarnya ada harapan agar penanganan teror tidak melulu menewaskan terduga.
Dengan demikian, kata dia, proses peradilan dapat digelar dan pengungkapannya tidak menimbulkan kecurigaan maupun kesimpangsiuran. "Sayang harapan tersebut belum terwujud kemarin," ucap Khairul. (Baca juga: Baku Tembak di Tangerang Selatan, Tiga Terduga Teroris Tewas)
Sebelumnya, dalam penggerebekan di sebuah rumah kontrakan di Tangerang Selatan, tiga terduga teroris tewas dalam baku tembak dengan Densus 88.
Penggerebekan di Tangsel dilakukan setelah Densus 88 menangkap terduga teroris bernama Adam. Setelah itu tim Densus bergerak ke kontrakan yang ditinggali Omen, Irwan, dan Helmi.
Menurut Polri, keempatnya berencana melakukan aksi bom bunuh diri di pos polisi lalu lintas Serpong pada saat Natal dan tahun baru. Tiga orang di antaranya, Omen, Helmi, dan Irwan, tewas ditembak Densus 88 karena melawan saat hendak ditangkap.
Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai Polri masih menggunakan pendekatan kekerasan (hard approach) dengan menggunakan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror dalam menangani kasus teroris, seperti yang terjadi di Tangerang Selatan.
"Hard approach kembali tampak justru di saat Polri sedang menghadapi tantangan dan kritik tajam atas kegagalan komunikasi publiknya, terkait situasi politik dan keamanan belakangan ini," kata Khairul melalui keterangan pers yang diterima SINDOnews, Kamis (22/12/2016).
Khairul menuturkan, sejak Jenderal Tito Karnavian menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) kemudian menjadi Kapolri dan posisinya digantikan oleh Komjen Suhardi Alius, muncul ekspektasi agar BNPT dan Polri mengembangkan model pemberantasan teror yang tidak lebih menakutkan ketimbang teror itu sendiri.
Nama besar Tito dan dukungan luas, kata Khairul, diharapkan menjadi modal bagus untuk menggalang dukungan yang lebih besar bagi proposal pemberantasan terorisme yang ditawarkannya.
Di antara harapan itu, kata Khairul, pemberantasan teror tidak melulu mengusung hard approach ala Densus 88 yang dikritik banyak pihak. Menurut dia, sebenarnya ada harapan agar penanganan teror tidak melulu menewaskan terduga.
Dengan demikian, kata dia, proses peradilan dapat digelar dan pengungkapannya tidak menimbulkan kecurigaan maupun kesimpangsiuran. "Sayang harapan tersebut belum terwujud kemarin," ucap Khairul. (Baca juga: Baku Tembak di Tangerang Selatan, Tiga Terduga Teroris Tewas)
Sebelumnya, dalam penggerebekan di sebuah rumah kontrakan di Tangerang Selatan, tiga terduga teroris tewas dalam baku tembak dengan Densus 88.
Penggerebekan di Tangsel dilakukan setelah Densus 88 menangkap terduga teroris bernama Adam. Setelah itu tim Densus bergerak ke kontrakan yang ditinggali Omen, Irwan, dan Helmi.
Menurut Polri, keempatnya berencana melakukan aksi bom bunuh diri di pos polisi lalu lintas Serpong pada saat Natal dan tahun baru. Tiga orang di antaranya, Omen, Helmi, dan Irwan, tewas ditembak Densus 88 karena melawan saat hendak ditangkap.
(dam)