Tangkapi Aktivis, Rezim Jokowi Dinilai Semakin Paranoid
A
A
A
JAKARTA - Tren Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dinilai semakin paranoid terhadap suara kritis masyarakat. Tren ini semakin menunjukkan Pemerintahan Jokowi berlatar belakang sipil namun rasa militer karena bersifat otoriter.
Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, gaya kepemimpinan Jokowi ini mirip era Orde Baru (Orba) yang dipimpin Soeharto. Dia mengungkapkan era itu banyak masyarakat yang ditangkap karena bersikap kritis terhadap pemerintahan.
"Pertanyaan sederhana saya apa bedanya situasi sekarang dengan masa lalu (Orde Baru-red)? Sudah mulai ada titik-titik kesamaan, ini sinyal peringatan dini, jelas kemunduran demokrasi," ujar Pangi kepada SINDOnews, Senin (12/12/2016).
Menurutnya era Soeharto pernah menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang disucikan melalui asas tunggal Pancasila. Cara ini kata dia dianggap sangat efektif untuk membungkam lawan-lawan politiknya, dibanding memperjuangkan kemurnian Pancasila sebagai dasar bernegara.
Namun dia menyayangkan cara tersebut kembali diterapkan Pemerintahan Jokowi dengan dalih menjunjung tinggi Pancasila. Kepemimpinan Jokowi lanjut dia dengan bebas membungkam suara kritis di masyarakat dan melakukan penangkapan terhadap sejumlah tokoh dan aktivis dengan tuduhan makar. (Baca: Peringatan Hari HAM Seharusnya Jadi Momentum Polri Bebaskan Aktivis)
"Sekarang polaritasnya hampir sama, yang berseberangan dengan pemerintah atau tokoh oposisi yang terbilang kritis dituduh makar dan kudeta. Nanti bakal banyak tahanan politik. Mirip era rezim Soeharto," ucapnya.
Polisi menangkap 12 tokoh dan aktivis dengan tuduhan makar. Delapan di antaranya sudah dilepaskan, sementara empat orang lainnya masih ditahan.
Mereka adalah, Sri Bintang Pamungkas, Rizal, Jamran dan Hatta Taliwang. Keempatnya ditahan dalam ruangan terpisah.
Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, gaya kepemimpinan Jokowi ini mirip era Orde Baru (Orba) yang dipimpin Soeharto. Dia mengungkapkan era itu banyak masyarakat yang ditangkap karena bersikap kritis terhadap pemerintahan.
"Pertanyaan sederhana saya apa bedanya situasi sekarang dengan masa lalu (Orde Baru-red)? Sudah mulai ada titik-titik kesamaan, ini sinyal peringatan dini, jelas kemunduran demokrasi," ujar Pangi kepada SINDOnews, Senin (12/12/2016).
Menurutnya era Soeharto pernah menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang disucikan melalui asas tunggal Pancasila. Cara ini kata dia dianggap sangat efektif untuk membungkam lawan-lawan politiknya, dibanding memperjuangkan kemurnian Pancasila sebagai dasar bernegara.
Namun dia menyayangkan cara tersebut kembali diterapkan Pemerintahan Jokowi dengan dalih menjunjung tinggi Pancasila. Kepemimpinan Jokowi lanjut dia dengan bebas membungkam suara kritis di masyarakat dan melakukan penangkapan terhadap sejumlah tokoh dan aktivis dengan tuduhan makar. (Baca: Peringatan Hari HAM Seharusnya Jadi Momentum Polri Bebaskan Aktivis)
"Sekarang polaritasnya hampir sama, yang berseberangan dengan pemerintah atau tokoh oposisi yang terbilang kritis dituduh makar dan kudeta. Nanti bakal banyak tahanan politik. Mirip era rezim Soeharto," ucapnya.
Polisi menangkap 12 tokoh dan aktivis dengan tuduhan makar. Delapan di antaranya sudah dilepaskan, sementara empat orang lainnya masih ditahan.
Mereka adalah, Sri Bintang Pamungkas, Rizal, Jamran dan Hatta Taliwang. Keempatnya ditahan dalam ruangan terpisah.
(kur)