Maulwi Saelan, Saksi Mata Penderitaan Bung Karno

Senin, 10 Oktober 2016 - 22:52 WIB
Maulwi Saelan, Saksi Mata Penderitaan Bung Karno
Maulwi Saelan, Saksi Mata Penderitaan Bung Karno
A A A
JAKARTA - Mauli Saelan, mantan Ketua Umum PSSI periode 1964-1970 telah meninggal dunia di Rumah Sakit Pertamina Jakarta. Pria kelahiran Makassar, 8 Agustus 1926 ini sebelumnya juga menjadi Ajudan Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Selang beberapa lama setelah peristiwa G 30S pada 1965, ring satu yang mengawal Bung Karno mulai disingkirkan.

Sebanyak 15 menteri dalam Kabinet Dwikora ditangkap. Pengawalan terhadap Bung Karno perlahan dikurangi dan kemudian ditiadakan sama sekali bersamaan pembubaran Tjakrabirawa. (Baca: Eks Ketum PSSI Maulwi Saelan Tutup Usia)

“Fasilitas untuk presiden mulai dikurangi. Pengawalan hanya dilakukan oleh Polisi Militer seadanya. Presiden tidak boleh lagi menggunakan helikopter, hanya boleh menggunakan mobil,” kenang Maulwi dalam peluncuran buku 'Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66'.

Saelan mengungkapkan kenyataan pada hari-hari panjang, sewaktu kekuasaan Bung Karno dipreteli. Pascabubarnya Tjakrabirawa pada 1967, pengawalan Bung Karno diserahkan kepada Polisi Militer yang pro Soeharto. Sementara untuk keperluan pribadi Presiden, Detasemen Kawal Pribadi (DKP).

Mangil Martowidjojo, yang memimpin DKP, tetap bertugas seperti biasa. Detasemen itu sudah berdiri semenjak awal masa kepresidenan Bung Karno.

Menurut Maulwi, para pengawal dari DKP itu mengalami tekanan batin yang sangat mendalam ketika mengawal Bung Karno di pengujung kekuasaannya. Tak jarang anggota POM AD membentak anggota DKP hanya karena dianggap melayani presiden secara berlebihan kendati sekadar menjalankan kewajiban saja.

Pernah seorang anggota DKP mengawal Bung Karno ke Bogor dan membukakan pintu mobil setibanya di Istana Bogor. Seorang perwira Satgas POM AD langsung membentak dan melarang anggota DKP membukakan pintu mobil yang ditumpangi Bung Karno.“Biar dia buka sendiri, kamu kultus!” kata Maulwi mengutip kesaksian seorang anggota DKP bernama Suwarto. Perlahan Bung Karno makin dikucilkan.

Kendati sempat menghadiri berbagai acara di mana dia memberikan pidato, tak satu pun media yang menyiarkan pidatonya. Setelah Pidato Nawaksara 10 Januari 1967 ditolak MPRS, Bung Karno resmi diberhentikan sebagai presiden.

Dia menjadi tahanan rumah dan tinggal di Wisma Yaso sampai nyawa menjemputnya pada 21 Juni 1970. “Saya sangat kecewa dengan tersebarnya pengakuan Bambang Widjarnako yang mengatakan Bung Karno terlibat G 30S/PKI,” sebutnya.

Kesaksian Saelan membuka wacana baru sekitar latar belakang Peristiwa G30S/PKI yang sampai sekarang masih kelabu pada hari-hari terakhir penderitaan Bung Karno. Seperti cerita sang proklamator dibiarkan sakit hingga mengenai proses pengusiran Bung Karno dan keluarganya dari Kompleks Istana dalam waktu empat jam.“Bung Karno meninggalkan Istana memakai kaus oblong, piyama, serta sandal usang. Bajunya disampirkan ke pundak,” paparnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5680 seconds (0.1#10.140)