Tiga Alasan Nur Alam Ajukan Praperadilan KPK
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) baru saja menggelar sidang perdana praperadilan antara Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam sidang pertama ini, pihak pemohon yaitu Nur Alam membacakan permohonan pada KPK.
Menurut Kuasa Hukum Nur Alam, Maqdir Ismail ada tiga poin kuat untuk melakukan praperadilan pada KPK.
Tiga poin itu yaitu penetapan Nur Alam sebagai tersangka dalam memberikan persetujuan pencadangan wilayah pertambangan, izin usaha pertambangan (IUP) pada PT Anugerah Harisma Barakah.
"Pemohon tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka kaitannya dengan penggunaan wewenang pemohon dalam memberikan persetujuan IUP," kata Maqdir di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
Untuk poin kedua adalah penyidik KPK tidak menemukan adanya kerugian negara terkait penetapan tersangka Nur Alam dalam kasus tersebut.
"Kerugian dalam korupsi itu adalah elemen pokok yang harus ada dan harus dibuktikan serta dilakukan penghitungan oleh ahlinya seperti BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," ujar Maqdir.
Selain kedua poin itu, ada salah satu yang paling kuat untuk tidak menetapkan tersangka pada Nur Alam yaitu dua alat bukti untuk menyangkakannya.
"Alat bukti harus relevan seperti yang disangkakan. Penetapan harus ada bukti permulaan yang cukup sesuai Pasal 1 angka 14 KUHP atas dasar bukti permulaan yang cukup," terangnya.
Untuk diketahui, Nur Alam adalah salah satu tersangka yang ditetapkan oleh KPK karena diduga korupsi penyalahgunaan wewenang dalam persetujuan penerbitan IUP di Sultra pada 2008 sampai 2014.
Kesalahan itu terjadi ketika Nur Alam memberikan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan IUP Eksplorasi pada PT Anugrah Harisma Barakah.
Atas kasus tersebut, pihak imigrasi atas permintaan KPK, Nur Alam dicegah untuk ke luar negeri. Hal itu dilakukan selama enam bulan ke depan untuk kepentingan penyidik. Surat pencegahan dikirim per 22 Agustus 2016.
Dalam sidang pertama ini, pihak pemohon yaitu Nur Alam membacakan permohonan pada KPK.
Menurut Kuasa Hukum Nur Alam, Maqdir Ismail ada tiga poin kuat untuk melakukan praperadilan pada KPK.
Tiga poin itu yaitu penetapan Nur Alam sebagai tersangka dalam memberikan persetujuan pencadangan wilayah pertambangan, izin usaha pertambangan (IUP) pada PT Anugerah Harisma Barakah.
"Pemohon tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka kaitannya dengan penggunaan wewenang pemohon dalam memberikan persetujuan IUP," kata Maqdir di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
Untuk poin kedua adalah penyidik KPK tidak menemukan adanya kerugian negara terkait penetapan tersangka Nur Alam dalam kasus tersebut.
"Kerugian dalam korupsi itu adalah elemen pokok yang harus ada dan harus dibuktikan serta dilakukan penghitungan oleh ahlinya seperti BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," ujar Maqdir.
Selain kedua poin itu, ada salah satu yang paling kuat untuk tidak menetapkan tersangka pada Nur Alam yaitu dua alat bukti untuk menyangkakannya.
"Alat bukti harus relevan seperti yang disangkakan. Penetapan harus ada bukti permulaan yang cukup sesuai Pasal 1 angka 14 KUHP atas dasar bukti permulaan yang cukup," terangnya.
Untuk diketahui, Nur Alam adalah salah satu tersangka yang ditetapkan oleh KPK karena diduga korupsi penyalahgunaan wewenang dalam persetujuan penerbitan IUP di Sultra pada 2008 sampai 2014.
Kesalahan itu terjadi ketika Nur Alam memberikan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan IUP Eksplorasi pada PT Anugrah Harisma Barakah.
Atas kasus tersebut, pihak imigrasi atas permintaan KPK, Nur Alam dicegah untuk ke luar negeri. Hal itu dilakukan selama enam bulan ke depan untuk kepentingan penyidik. Surat pencegahan dikirim per 22 Agustus 2016.
(maf)