Ini Hasil Kajian Tim 10 DPD dengan KPPU dan AGI Soal Kasus Irman
A
A
A
JAKARTA - Tim Pengkajian DPD RI untuk kasus Irman Gusman, yang terdiri dari 10 orang anggota DPD RI terus bekerja untuk mengumpulkan data dan pendalaman informasi terkait kasus tertangkap tangan Ketua DPD RI Irman Gusman oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Setelah mengundang Ketua RT Jalan Denpasar, ajudan Ketua DPD RI, pengawal pribadi, dan petugas penjaga di kediaman Ketua DPD yang bertugas pada 17 September lalu, Tim 10 DPD Selasa 27 September 2016 melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Asosiasi Gula Indonesia (AGI) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Ruang Rapat Pimpinan DPD RI.
Dari Tim 10 DPD hadir Senator Djasarmen Purba (Kepri), Muhammad Afnan Hadikusumo (DIY), Intsiawati Ayus(Riau), dan Ahmad Subadri (Banten). Sedangkan dari AGI hadir Ketua Umum Agus Pakpahan dan KPPU diwakili Komisioner KPPU Sukarmi.
Juru Bicara Tim Pengkajian DPD RI Iqbal Parewangi mengatakan, dari paparan dan diskusi Tim bersama AGI dan KPPU, masalah tata niaga gula ini akan didalami lebih lanjut. Terkait soal tata niaga gula ini, salah satu fokus utama Tim Pengkajian, adalah mengkajinya dari sisi tugas pengawasan DPD terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat di daerah.
“Bagi kami, dari diskusi yang berkembang bersama KPPU dan AGI dalam rapat tadi (27/9), cukup jelas menunjukkan tidak adanya pengaruh 'rekomendasi lisan' dan 'dagang pengaruh' seperti yang disangkakan,” kata Iqbal lewat rilis yang diterima Sindonews, Rabu (28/9/2016).
Menurut Iqbal, kewenangan DPD dalam persoalan ini adalah menyangkut pengawasan. “Kewenangan pengawasan DPD harus optimal. Dan itu akan kami evaluasi dari peningkatan kinerja DPD untuk kepentingan semua daerah dan bangsa."
Dari paparan KPPU dan AGI, terlihat bahwa pengawasan DPD dalam tata niaga gula diperlukan. Karena di sana terungkap, dalam praktiknya tata niaga gula, di hulu berpola sosialis, tetapi di hilirnya sangat kapitalis.
“Dan ini menyangkut tata niaga 6,3 juta ton gula dengan nilai perdagangan sekitar Rp79 triliun. Jadi tidak boleh main-main,” ucap Iqbal.
Semantara itu, Komisioner KPPU Sukarmi menegaskan, peran DPD dalam tata niaga gula adalah melakukan pengawasan, dalam melakukan pengawasan DPD juga didukung oleh AGI maupun KPPU. “DPD RI harus diperkuat, karena para Senator langsung turun ke masyarakat dan daerah. Termasuk dalam mengawasi implementasi kebijakan pemerintah di pusat maupun di daerah,” kata Komisioner KPPU Sukarmi, sebagaimana disampaikan dalam diskusi.
Dalam penjelasannya, Ketua Umum AGI Agus Pakpahan bahwa impor gula nasional cenderung terus meningkat sejak tahun 1999. Kondisi ini adalah dampak dari kebijakan tata niaga gula yang diterapkan pemerintah memenuhi Letter of Intent (LOI) dengan Dana Moneter Internasional (IMF) di mana Bulog sebagai perpanjangan tangan pemerintah dilarang menangani perdagangan komoditas kecuali beras.
Atas dasar itu, tata niaga gula diserahkan kepada mekanisme pasar menyerahkan tata niaga gula kepada mekanisme pasar ternyata merugikan petani tebu dan industri gula nasional. Sehingga setelah ada demonstrasi kemudian pemerintah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menperindag Nomor 643/2002 yang mengatur impor dan tata niaga dalam negeri.
Pengaturan selanjutnya tata niaga impro gula hanya menghasilkan mekanisme yang ketat di tingkat hulu (impor dan produksi), namun sangat bebas dalam distribusi dalam negeri. Dalam sistem tata niaga yang begitu bebas, dapat disimpulkan, hampir tidak ada celah untuk melakukan intervensi atau pun rekomendasi melalui pengaruh atau kewenangan seorang pejabat di luar sistem tata niaga.
“Kalau pun itu terjadi, ada seseorang atau pejabat publik yang memberikan rekomendasi untuk distribusi gula, itu pun tidak ada aturan yang melarangnya,” kata Agus.
Di samping mengundang AGI dan KPPU, tim berencana juga akan mengundang sejumlah pihak terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Urusan Logistik (Bulog), Asosiasi Pedagang Gula dan Terigu Indonesia (APEGTI), Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), dan pihak lain yang terkait dengan tata niaga gula baik impor maupun distribusi gula dalam negeri.
Setelah mengundang Ketua RT Jalan Denpasar, ajudan Ketua DPD RI, pengawal pribadi, dan petugas penjaga di kediaman Ketua DPD yang bertugas pada 17 September lalu, Tim 10 DPD Selasa 27 September 2016 melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Asosiasi Gula Indonesia (AGI) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Ruang Rapat Pimpinan DPD RI.
Dari Tim 10 DPD hadir Senator Djasarmen Purba (Kepri), Muhammad Afnan Hadikusumo (DIY), Intsiawati Ayus(Riau), dan Ahmad Subadri (Banten). Sedangkan dari AGI hadir Ketua Umum Agus Pakpahan dan KPPU diwakili Komisioner KPPU Sukarmi.
Juru Bicara Tim Pengkajian DPD RI Iqbal Parewangi mengatakan, dari paparan dan diskusi Tim bersama AGI dan KPPU, masalah tata niaga gula ini akan didalami lebih lanjut. Terkait soal tata niaga gula ini, salah satu fokus utama Tim Pengkajian, adalah mengkajinya dari sisi tugas pengawasan DPD terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat di daerah.
“Bagi kami, dari diskusi yang berkembang bersama KPPU dan AGI dalam rapat tadi (27/9), cukup jelas menunjukkan tidak adanya pengaruh 'rekomendasi lisan' dan 'dagang pengaruh' seperti yang disangkakan,” kata Iqbal lewat rilis yang diterima Sindonews, Rabu (28/9/2016).
Menurut Iqbal, kewenangan DPD dalam persoalan ini adalah menyangkut pengawasan. “Kewenangan pengawasan DPD harus optimal. Dan itu akan kami evaluasi dari peningkatan kinerja DPD untuk kepentingan semua daerah dan bangsa."
Dari paparan KPPU dan AGI, terlihat bahwa pengawasan DPD dalam tata niaga gula diperlukan. Karena di sana terungkap, dalam praktiknya tata niaga gula, di hulu berpola sosialis, tetapi di hilirnya sangat kapitalis.
“Dan ini menyangkut tata niaga 6,3 juta ton gula dengan nilai perdagangan sekitar Rp79 triliun. Jadi tidak boleh main-main,” ucap Iqbal.
Semantara itu, Komisioner KPPU Sukarmi menegaskan, peran DPD dalam tata niaga gula adalah melakukan pengawasan, dalam melakukan pengawasan DPD juga didukung oleh AGI maupun KPPU. “DPD RI harus diperkuat, karena para Senator langsung turun ke masyarakat dan daerah. Termasuk dalam mengawasi implementasi kebijakan pemerintah di pusat maupun di daerah,” kata Komisioner KPPU Sukarmi, sebagaimana disampaikan dalam diskusi.
Dalam penjelasannya, Ketua Umum AGI Agus Pakpahan bahwa impor gula nasional cenderung terus meningkat sejak tahun 1999. Kondisi ini adalah dampak dari kebijakan tata niaga gula yang diterapkan pemerintah memenuhi Letter of Intent (LOI) dengan Dana Moneter Internasional (IMF) di mana Bulog sebagai perpanjangan tangan pemerintah dilarang menangani perdagangan komoditas kecuali beras.
Atas dasar itu, tata niaga gula diserahkan kepada mekanisme pasar menyerahkan tata niaga gula kepada mekanisme pasar ternyata merugikan petani tebu dan industri gula nasional. Sehingga setelah ada demonstrasi kemudian pemerintah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menperindag Nomor 643/2002 yang mengatur impor dan tata niaga dalam negeri.
Pengaturan selanjutnya tata niaga impro gula hanya menghasilkan mekanisme yang ketat di tingkat hulu (impor dan produksi), namun sangat bebas dalam distribusi dalam negeri. Dalam sistem tata niaga yang begitu bebas, dapat disimpulkan, hampir tidak ada celah untuk melakukan intervensi atau pun rekomendasi melalui pengaruh atau kewenangan seorang pejabat di luar sistem tata niaga.
“Kalau pun itu terjadi, ada seseorang atau pejabat publik yang memberikan rekomendasi untuk distribusi gula, itu pun tidak ada aturan yang melarangnya,” kata Agus.
Di samping mengundang AGI dan KPPU, tim berencana juga akan mengundang sejumlah pihak terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Urusan Logistik (Bulog), Asosiasi Pedagang Gula dan Terigu Indonesia (APEGTI), Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), dan pihak lain yang terkait dengan tata niaga gula baik impor maupun distribusi gula dalam negeri.
(kri)