KY Harus Kembali Seleksi Calon Hakim Agung
A
A
A
JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) harus kembali melakukan seleksi terhadap beberapa orang untuk kemudian disaring menjadi calon hakim agung. Sebab hari ini Komisi III DPR menolak empat nama calon hakim agung yang telah menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Setelah disaring kembali, KY selanjutnya kembali menyerahkan ke DPR. “KY otomatis harus memproses nama baru calon hakim agung,” ujar Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Adapun mereka yang ditolak menjadi hakim agung oleh Komisi III DPR adalah Setyawan Hartono, Hidayat Manao, Dermawan S Djamian dan Marsidin Namawi.
Anggota Komisi III Nasir Djamil mengatakan, mekanisme yang ditempuh Komisi III akibat dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi Pasal 8 Ayat (2), (3), dan (4) UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung (MA).
Nasir menilai, dengan putusan MK itu DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak terhadap calon hakim agung yang disodorkan oleh KY.
Dirinya menambahkan, Komisi III DPR tidak juga mengabaikan penilaian dalam seleksi calon hakim agung yang dilakukan KY sebelumnya, yakni terkait dengan penilaian kompetensi, komitmen, integritas dan kapabilitas calon.
Ke depan, dia meminta KY harus melakukan langkah positif membangun komunikasi dengan semua pihak terkait seleksi calon hakim agung. Nasir berpendapat, ditolaknya beberapa nama calon hakim agung membuktikan kerja KY tidak sempurna.
“Padahal tidak sedikit waktu dan biaya yang dikeluarkan. Karenanya ke depan KY mesti mempertimbangkan calon yang bisa dikirim ke DPR,” ucap Nasir Djamil.
Setelah disaring kembali, KY selanjutnya kembali menyerahkan ke DPR. “KY otomatis harus memproses nama baru calon hakim agung,” ujar Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Adapun mereka yang ditolak menjadi hakim agung oleh Komisi III DPR adalah Setyawan Hartono, Hidayat Manao, Dermawan S Djamian dan Marsidin Namawi.
Anggota Komisi III Nasir Djamil mengatakan, mekanisme yang ditempuh Komisi III akibat dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi Pasal 8 Ayat (2), (3), dan (4) UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung (MA).
Nasir menilai, dengan putusan MK itu DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak terhadap calon hakim agung yang disodorkan oleh KY.
Dirinya menambahkan, Komisi III DPR tidak juga mengabaikan penilaian dalam seleksi calon hakim agung yang dilakukan KY sebelumnya, yakni terkait dengan penilaian kompetensi, komitmen, integritas dan kapabilitas calon.
Ke depan, dia meminta KY harus melakukan langkah positif membangun komunikasi dengan semua pihak terkait seleksi calon hakim agung. Nasir berpendapat, ditolaknya beberapa nama calon hakim agung membuktikan kerja KY tidak sempurna.
“Padahal tidak sedikit waktu dan biaya yang dikeluarkan. Karenanya ke depan KY mesti mempertimbangkan calon yang bisa dikirim ke DPR,” ucap Nasir Djamil.
(maf)