Soal Menteri ESDM Arcandra, GP Ansor Nilai BIN Lemah
A
A
A
JAKARTA - Gerakan Pemuda (GP) Ansor mendesak pemerintah segera menjelaskan secara terbuka terkait polemik kewarganegaraan ganda yang dimiliki Menteri ESDM Arcandra Tahar. Penjelasan ini diharapkan tidak membuat masalah ini kian berlarut-larut dan merugikan banyak pihak.
Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, munculnya polemik ini mengindikasikan kinerja dari Badan Intelijen Negara (BIN) lemah. Yaqut mengungkapkan, BIN tidak mampu memberikan informasi yang akurat kepada Presiden Joko Widodo terkait data pribadi Arcandra.
“Ini menunjukkan bagaimana lemah dan amburadulnya kerja Kepala BIN (Sutiyoso) untuk membantu presiden dalam menentukan the right man on the right place,” jelas Yaqut dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/8/2016).
Yaqut menandaskan, Indonesia merupakan negara hukum (rechstaat) dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat). Untuk itu, GP Ansor meminta agar permasalahan ini harus dikembalikan pada pertimbangan hukum, bukannya pertimbangan politis. Secara hukum, Indonesia tegas tidak mengenal praktik kewarganegaraan ganda.
Pada kasus ini, GP Ansor berpegagan pada prinsip dar’ul mafasid muqaddamu ‘alaa jalbil mashalih. Artinya Ansor berharap lebih baik mencegah kerusakan (karena ketiadaan integritas) daripada mengambil manfaat (keahlian atau kepakaran orang per orang).
Menurut Ansor, sektor energi dan sumber daya mineral merupakan vital baik secara ekonomi maupun geopolitik. Bidang ini memerlukan kepastian hukum, yang tidak bisa dipercayakan begitu saja kepada seseorang yang integritasnya dipertanyakan di awal masa jabatannya.
“Kami mendesak agar Arcandra Tahar jujur, terbuka dan menunjukkan integritasnya dengan menjawab apakah pernah memiliki paspor Amerika Serikat? Tanpa integritas, akan mustahil bagi Arcandra Tahar untuk bisa benar-benar mampu memberantas mafia migas, mafia tambang,” tegas anggota DPR dari PKB ini.
Jika Arcandra mengakui telah memiliki paspor AS, GP Ansor menilai bahwa Menteri Sekretaris Negara Pratikno tidak cermat dalam membantu Presiden menyusun keputusan presiden yang cepat dan tepat.
“Jika Arcandra jujur menyatakan pernah memiliki paspor AS, GP Ansor dengan tegas mendesak agar presiden mencopot dia dengan orang yang cerdas dan berintegritas,” kata dia.
Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, munculnya polemik ini mengindikasikan kinerja dari Badan Intelijen Negara (BIN) lemah. Yaqut mengungkapkan, BIN tidak mampu memberikan informasi yang akurat kepada Presiden Joko Widodo terkait data pribadi Arcandra.
“Ini menunjukkan bagaimana lemah dan amburadulnya kerja Kepala BIN (Sutiyoso) untuk membantu presiden dalam menentukan the right man on the right place,” jelas Yaqut dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/8/2016).
Yaqut menandaskan, Indonesia merupakan negara hukum (rechstaat) dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat). Untuk itu, GP Ansor meminta agar permasalahan ini harus dikembalikan pada pertimbangan hukum, bukannya pertimbangan politis. Secara hukum, Indonesia tegas tidak mengenal praktik kewarganegaraan ganda.
Pada kasus ini, GP Ansor berpegagan pada prinsip dar’ul mafasid muqaddamu ‘alaa jalbil mashalih. Artinya Ansor berharap lebih baik mencegah kerusakan (karena ketiadaan integritas) daripada mengambil manfaat (keahlian atau kepakaran orang per orang).
Menurut Ansor, sektor energi dan sumber daya mineral merupakan vital baik secara ekonomi maupun geopolitik. Bidang ini memerlukan kepastian hukum, yang tidak bisa dipercayakan begitu saja kepada seseorang yang integritasnya dipertanyakan di awal masa jabatannya.
“Kami mendesak agar Arcandra Tahar jujur, terbuka dan menunjukkan integritasnya dengan menjawab apakah pernah memiliki paspor Amerika Serikat? Tanpa integritas, akan mustahil bagi Arcandra Tahar untuk bisa benar-benar mampu memberantas mafia migas, mafia tambang,” tegas anggota DPR dari PKB ini.
Jika Arcandra mengakui telah memiliki paspor AS, GP Ansor menilai bahwa Menteri Sekretaris Negara Pratikno tidak cermat dalam membantu Presiden menyusun keputusan presiden yang cepat dan tepat.
“Jika Arcandra jujur menyatakan pernah memiliki paspor AS, GP Ansor dengan tegas mendesak agar presiden mencopot dia dengan orang yang cerdas dan berintegritas,” kata dia.
(maf)