Kemhan Klaim BIP Bisa Maksimalkan Sistem Informasi Pertahanan
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Instalasi Strategi Nasional (Kabainstranas) Kementerian Pertahanan (Kemhan), Mayjen TNI Paryanto mengatakan, rencana dibentuknya Badan Intelijen Pertahanan (BIP) oleh Kemhan untuk memaksimalkan sistem informasi pertahanan.
Menurut Paryanto, kasus seperti klaim pulau-pulau milik Indonesia oleh negara lain akibat dari lemahnya negara tak memiliki intelijen pertahanan yang memadai. Diakui Paryanto, memang negara telah memiliki Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS).
Kata dia, BAIS di bawah Panglima TNI hanya untuk kepentingan operasional pertempuran. Sedangkan, BIP secara khusus untuk mengolah dan menganalisis informasi berkaitan dengan pertahanan.
"Menhan itu punya posisi politik. BIN bisa kita pakai tapi tidak bisa untuk pertahanan," ungkap Paryanto saat jumpa pers di Kantor Kemenhan, Jakarta, Kamis (16/5/2016).
Paryanto berpendapat, pekerjaan analisis pertahanan dalam negara butuh waktu puluhan tahun. Sementara, analisis untuk operasional pertempuran cukup dibutuhkan dua tahun seperti yang dikerjakan BAIS.
Karenanya, yang dibutuhkan intelijen pertahanan adalah soal kapasitas dan kapabilitas untuk mengukur kekuatan negara lain. "Inilah yang tidak bisa djawab oleh intel yang lain. Harus ada instrumen yang mengolah dan dibutuhkan orang-orang senior. Kalau bicara perang bicara tentang teknologi, energi dan food," jelasnya.
Paryanto menganalogikan, jika intelijen pertahanan untuk memenangkan perang, sementara intelijen TNI atau BAIS untuk memenangkan pertempuran.
"Perang melibatkan segala aspek baik ekonomi, sosial, budaya. Kalau pertempuran hanya pertempuran saja," pungkasnya.
Menurut Paryanto, kasus seperti klaim pulau-pulau milik Indonesia oleh negara lain akibat dari lemahnya negara tak memiliki intelijen pertahanan yang memadai. Diakui Paryanto, memang negara telah memiliki Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS).
Kata dia, BAIS di bawah Panglima TNI hanya untuk kepentingan operasional pertempuran. Sedangkan, BIP secara khusus untuk mengolah dan menganalisis informasi berkaitan dengan pertahanan.
"Menhan itu punya posisi politik. BIN bisa kita pakai tapi tidak bisa untuk pertahanan," ungkap Paryanto saat jumpa pers di Kantor Kemenhan, Jakarta, Kamis (16/5/2016).
Paryanto berpendapat, pekerjaan analisis pertahanan dalam negara butuh waktu puluhan tahun. Sementara, analisis untuk operasional pertempuran cukup dibutuhkan dua tahun seperti yang dikerjakan BAIS.
Karenanya, yang dibutuhkan intelijen pertahanan adalah soal kapasitas dan kapabilitas untuk mengukur kekuatan negara lain. "Inilah yang tidak bisa djawab oleh intel yang lain. Harus ada instrumen yang mengolah dan dibutuhkan orang-orang senior. Kalau bicara perang bicara tentang teknologi, energi dan food," jelasnya.
Paryanto menganalogikan, jika intelijen pertahanan untuk memenangkan perang, sementara intelijen TNI atau BAIS untuk memenangkan pertempuran.
"Perang melibatkan segala aspek baik ekonomi, sosial, budaya. Kalau pertempuran hanya pertempuran saja," pungkasnya.
(kri)