Orang Bermasalah di Kepengurusan Tambah Beban Golkar
A
A
A
JAKARTA - Masuknya sejumlah nama yang pernah terlibat kasus hukum di kepengurusan Partai Golkar kepemimpinan Setya Novanto dikritik. Politikus Partai Golkar Ahmad Dolly Kurnia menganggap masuknya sejumlah nama itu menambah beban partai.
Maka itu, Dolly menyayangkan keputusan tim formatur yang memasukkan sejumlah nama yang pernah terlibat kasus hukum di kepengurusan Partai Golkar. Sebab, menurut dia, posisi Partai Golkar saat ini seharusnya berusaha keras untuk memulihkan diri setelah mengalami konflik internal yang berlangsung sekitar 1,5 tahun belakangan.
Dia mengatakan, musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) di Bali beberapa waktu lalu digelar untuk penyelesaian konflik internal itu. Selama mengalami konflik internal, kata dia, citra Partai Golkar di mata masyarakat cukup buruk.
"Orang banyak mengatakan sudah lah Golkar ini ribut-ribut aja, enggak usah kita pilih, kan gitu, tapi dengan adanya Munaslub itu kan sebetulnya membuat harapan baru kepada masyarakat, oh ternyata Golkar masih bisa menyelesaikan masalah," ujar Dolly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (3/6/2016).
Dia menambahkan, efek dari konflik internal itu seharusnya sudah menuntut Partai Golkar mengeluarkan energi besar guna mengembalikan citranya kembali di masyarakat. "Itu yang pertama," ucapnya.
Kemudian yang kedua, lanjut Dolly, Setya Novanto dikenal banyak masyarakat karena citra negatif. "Terutama sering dikait-kaitkan dengan masalah hukum dan lain-lain, itu saja sudah menuntut energi sendiri," katanya.
Kemudian yang ketiga, dikatakannya, mengenai masuknya sejumlah nama yang pernah terlibat kasus hukum di kepengurusan Partai Golkar. "Jadi, dua beban tadi aja sudah menjadi masalah besar, tambah lagi orang-orang yang memang diketahui publik pernah punya masalah hukum, sebetulnya ini menambah pekerjaan baru, menambah beban baru, yang harusnya tidak perlu," ungkapnya.
Dolly yakin beban Partai Golkar tidak begitu berat jika Setya Novanto memiliki niat baik untuk mengembalikan citra partainya yang turun karena konflik internal. "Dan yang juga ada dalam dirinya, harusnya dia pilih orang-orang yang kredibel, orang-orang yang relatif bersih, orang-orang yang punya track record di dalam Partai Golkar, yang semua disusun berdasarkan merit sistem," imbuhnya.
Ditambahkannya, salah satu ukuran merit sistem adalah prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela (PDLT). "Dengan yang kayak gini, ya nambah lagi bebannya," pungkasnya.
Diketahui, sejumlah nama yang pernah terlibat kasus hukum masuk di kepengurusan Partai Golkar kepemimpinan Setya Novanto. Mereka diantaranya Nurdin Halid, Fadh El Fouz A Rafiq, Sigit Aryo Wibisono, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Adapun Fahd El Fouz A Rafiq tercatat sebagai Ketua bidang Pemuda dan Olahraga DPP Partai Golkar hasil Munaslub periode 2016-2019. Fahd merupakan mantan narapidana kasus korupsi pengadaan Alquran.
Selain itu, Sigit Aryo Wibisono tercatat sebagai Ketua bidang Pemenangan Pemilu w+Wilayah Jawa Timur. Sigit pernah divonis dan dihukum 15 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Dirut PT Putra Rajawali Nasrudin Zulkarnain.
Di samping itu, Nurdin Halid tercatat sebagai Ketua Harian, dan pernah divonis dua tahun penjara oleh Mahkamah Agung atas kasus korupsi pengadaan minyak goreng.
Lalu, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto yang tercatat sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina pernah divonis sepuluh tahun penjara pada tahun 2002 terkait perkara kepemilikan senjata ilegal dan pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita.
Maka itu, Dolly menyayangkan keputusan tim formatur yang memasukkan sejumlah nama yang pernah terlibat kasus hukum di kepengurusan Partai Golkar. Sebab, menurut dia, posisi Partai Golkar saat ini seharusnya berusaha keras untuk memulihkan diri setelah mengalami konflik internal yang berlangsung sekitar 1,5 tahun belakangan.
Dia mengatakan, musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) di Bali beberapa waktu lalu digelar untuk penyelesaian konflik internal itu. Selama mengalami konflik internal, kata dia, citra Partai Golkar di mata masyarakat cukup buruk.
"Orang banyak mengatakan sudah lah Golkar ini ribut-ribut aja, enggak usah kita pilih, kan gitu, tapi dengan adanya Munaslub itu kan sebetulnya membuat harapan baru kepada masyarakat, oh ternyata Golkar masih bisa menyelesaikan masalah," ujar Dolly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (3/6/2016).
Dia menambahkan, efek dari konflik internal itu seharusnya sudah menuntut Partai Golkar mengeluarkan energi besar guna mengembalikan citranya kembali di masyarakat. "Itu yang pertama," ucapnya.
Kemudian yang kedua, lanjut Dolly, Setya Novanto dikenal banyak masyarakat karena citra negatif. "Terutama sering dikait-kaitkan dengan masalah hukum dan lain-lain, itu saja sudah menuntut energi sendiri," katanya.
Kemudian yang ketiga, dikatakannya, mengenai masuknya sejumlah nama yang pernah terlibat kasus hukum di kepengurusan Partai Golkar. "Jadi, dua beban tadi aja sudah menjadi masalah besar, tambah lagi orang-orang yang memang diketahui publik pernah punya masalah hukum, sebetulnya ini menambah pekerjaan baru, menambah beban baru, yang harusnya tidak perlu," ungkapnya.
Dolly yakin beban Partai Golkar tidak begitu berat jika Setya Novanto memiliki niat baik untuk mengembalikan citra partainya yang turun karena konflik internal. "Dan yang juga ada dalam dirinya, harusnya dia pilih orang-orang yang kredibel, orang-orang yang relatif bersih, orang-orang yang punya track record di dalam Partai Golkar, yang semua disusun berdasarkan merit sistem," imbuhnya.
Ditambahkannya, salah satu ukuran merit sistem adalah prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela (PDLT). "Dengan yang kayak gini, ya nambah lagi bebannya," pungkasnya.
Diketahui, sejumlah nama yang pernah terlibat kasus hukum masuk di kepengurusan Partai Golkar kepemimpinan Setya Novanto. Mereka diantaranya Nurdin Halid, Fadh El Fouz A Rafiq, Sigit Aryo Wibisono, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Adapun Fahd El Fouz A Rafiq tercatat sebagai Ketua bidang Pemuda dan Olahraga DPP Partai Golkar hasil Munaslub periode 2016-2019. Fahd merupakan mantan narapidana kasus korupsi pengadaan Alquran.
Selain itu, Sigit Aryo Wibisono tercatat sebagai Ketua bidang Pemenangan Pemilu w+Wilayah Jawa Timur. Sigit pernah divonis dan dihukum 15 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Dirut PT Putra Rajawali Nasrudin Zulkarnain.
Di samping itu, Nurdin Halid tercatat sebagai Ketua Harian, dan pernah divonis dua tahun penjara oleh Mahkamah Agung atas kasus korupsi pengadaan minyak goreng.
Lalu, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto yang tercatat sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina pernah divonis sepuluh tahun penjara pada tahun 2002 terkait perkara kepemilikan senjata ilegal dan pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita.
(kri)