Tanggapan Menkes Soal Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Kejahatan Seksual
A
A
A
JAKARTA - Maraknya kasus kejahatan seksual yang menimpa wanita dan anak-anak di Indonesia menyita perhatian serius pemerintah. Pemerintah pun bertindak tegas dengan di resmikannya Perppu Nomor 1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32/2002 tentang Perlindungan Anak.
Perppu tersebut berisikan hukuman kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual anak. Menanggapi hal tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek angkat bicara.
Menurutnya, hukuman kebiri kimia dimana pelaku berjenis kelamin pria akan disuntikkan hormon wanita yang membuat kadar hormon testosteron mereka lebih rendah.
"Jadi hukuman kebiri kimia mengurangi hormon laki-lakinya saja. Sifat laki-laki seperti gairah seks, kejantanan akan turun. Sehingga diharapkan tidak lagi melakukan kejahatan seksual," ujar Nila di JW Marriott Hotel Kuningan, Jakarta, Senin 30 Mei 2016.
"Kalau ditanya ini (hukuman kebiri) ada unsur penyiksaan sampai bunuh diri memang sebenarnya ini pro dan kontra. Kita jangan lihat dari sisi si pemerkosa saja tapi korban juga. Maka dengan Bapak Presiden saat rapat kita sepakat orang yang melakukan ini, bisa dibayangkan kalau kita punya anak perempuan diperkosa terus sampai meninggal gitu," imbuhnya.
Lanjut Nila, kebiri kimia tidak bisa digunakan untuk terapi. Sementara, untuk proses melakukan kebiri tidak dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Namun, dia mengimbau agar dokter tidak perlu takut melakukan hukuman ini.
"Yang melakukan nanti siapa ya kita lihat, enggaklah (kalau Kemenkes yang melakukan). Soal bertentangan dengan etika kedokteran tapi kalau sudah berdasar keputusan pengadilan ya harus kita lakukan," pungkasnya.
Perppu tersebut berisikan hukuman kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual anak. Menanggapi hal tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek angkat bicara.
Menurutnya, hukuman kebiri kimia dimana pelaku berjenis kelamin pria akan disuntikkan hormon wanita yang membuat kadar hormon testosteron mereka lebih rendah.
"Jadi hukuman kebiri kimia mengurangi hormon laki-lakinya saja. Sifat laki-laki seperti gairah seks, kejantanan akan turun. Sehingga diharapkan tidak lagi melakukan kejahatan seksual," ujar Nila di JW Marriott Hotel Kuningan, Jakarta, Senin 30 Mei 2016.
"Kalau ditanya ini (hukuman kebiri) ada unsur penyiksaan sampai bunuh diri memang sebenarnya ini pro dan kontra. Kita jangan lihat dari sisi si pemerkosa saja tapi korban juga. Maka dengan Bapak Presiden saat rapat kita sepakat orang yang melakukan ini, bisa dibayangkan kalau kita punya anak perempuan diperkosa terus sampai meninggal gitu," imbuhnya.
Lanjut Nila, kebiri kimia tidak bisa digunakan untuk terapi. Sementara, untuk proses melakukan kebiri tidak dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Namun, dia mengimbau agar dokter tidak perlu takut melakukan hukuman ini.
"Yang melakukan nanti siapa ya kita lihat, enggaklah (kalau Kemenkes yang melakukan). Soal bertentangan dengan etika kedokteran tapi kalau sudah berdasar keputusan pengadilan ya harus kita lakukan," pungkasnya.
(kri)