Pemerintah Diminta Putus Mata Rantai Kejahatan Seksual Anak

Kamis, 26 Mei 2016 - 14:58 WIB
Pemerintah Diminta Putus...
Pemerintah Diminta Putus Mata Rantai Kejahatan Seksual Anak
A A A
JAKARTA - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membuat langkah radikal untuk melindungi anak Indonesia dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Perlindungan Terhadap Anak.

"Langkah ini sebagai langkah politik tegas dari presiden yang memimpin, yang akan menjadi langkah strategis dan penting dalam penanganan kasus kejahatan seksual terhadap anak," kata Asrorun saat dihubungi Sindonews, Kamis (26/5/2016).

Menurut Asrorun, KPAI sepakat pemerintah menempatkan kejahatan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa. Dia pun setuju penanganan atas aksi kejahatan itu dilakukan dengan cara luar biasa.

Menurutnya, Perppu tersebut mampu menjawab urgensi dari kegentingan negara dalam menghadapi kejahatan yang dianggap semakin meningkat belakangan ini.

Kendati begitu, KPAI berharap, Perppu tersebut bisa efektif dalam melakukan pencegahan dan memberi efek jera kepada pelaku. "Posisinya ada di hilir dalam mata rantai penanganan kasus kejahatan seksual terhadap anak," ujarnya.

Selain dalam posisi hilir, pihaknya berharap pencegahan terhadap pelaku kejahatan seksual anak juga efektif di tingkat hulu. Beberapa caranya dengan pengutan ketahanan di lingkungan keluarga, serta strategi pembangunan sistem pencegahan dini atau early warning system terkait bahayanya kejahatan seksual tersebut.

"Terkait (dampak) potensi kejahatan seksual berbasis lingkungan, penindakan hukum terhadap pidana pornografi, narkoba, miras, serta pencegahan tayangan dan games bermuatan kekerasan seksual, pornografi, dan perjudian," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 23 tentang Perlindungan Terhadap Anak.

Dalam Perppu itu diatur sejumlah saksi bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak diantaranya ancaman sanksi pemberatan seumur hidup, hukuman mati atau pelaku dihukum paling singkat 10 tahun dan maksiml 20 tahun penjara.

Pemerintah juga menerapkan sanksi tambahan berupa pengumuman identitas, pemasangan detektor elektronik dan sanksi kebiri kimia kepada pelaku.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0901 seconds (0.1#10.140)