100 Pecalang Dilibatkan Jaga Keamanan Munaslub Golkar di Bali
A
A
A
JAKARTA - Ada yang khas dalam proses pengamanan gelaran musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar di Nusa Dua, Bali yang digelar mulai 14-17 Mei 2016. Tak hanya mengerahkan personel TNI-Polri, unsur lokal yang diwakili polisi adat Bali atau kerap disebut Pecalang juga turut dilibatkan.
Berpakaian kemeja putih atau hitam, dipadu dengan kain jarik serta udeng khas bali, para Pecalang siap beraksi. Ada yang bersepatu, ada pula yang mengenakan sandal slop. Tak ada senjata api, ataupun senjata tajam yang dibawa saat berjaga. Namun mereka tetap siaga dengan radio panggil yang terselip di pinggang.
Kapolresta Denpasar Kombes Pol Anak Agung Made Sudana mengatakan, pelibatan polisi adat Pecalang dalam pengamanan acara-acara besar yang digelar di Bali adalah hal yang lumrah. Di pulau dewata ini, personel Polri dan polisi adat Pecalang biasa bersinergi.
"Mereka (Pecalang) sangat efektif dan bisa diandalkan," ujar Agung saat berbincang dengan Sindonews, Sabtu (14/5/2016).
Agung menjabarkan, hubungan yang harmonis antara Polri dengan Pecalang sudah terjalin sejak lama. Koordinasi adalah kunci keharmonisan mereka.
"Sistem koordinasi hampir tiap hari antara polisi (Pecalang) Banjar, desa adat, dengan Polri. Tiap hari kita lakukan itu. Begitu ada kegiatan, kita minta berapapun mereka datang," kata Agung.
Wujud keharmonisan antara aparat keamanan negara dengan unsur lokal terwujud dalam gelaran Munaslub Golkar ini. Menurut Agung, pihaknya juga melibatkan 100 polisi adat Pecalang dari Banjar Tanjung Benoa dan Nusa Dua, Bali, dalam pengamanan hajatan besar partai berlambang pohon beringin.
"Kalau acara seperti Golkar ini kita libatkan 100 orang dari Banjar Tanjung Benoa dan Nusa Dua," kata Agung.
Lantas, seberapa efektifkah unsur polisi adat ini turut mengamankan sebuah acara besar seperti Munaslub Golkar ini? Agung menjawab singkat. "Yang pasti, komunikasi bisa sangat cepat kalau ada apa apa, karena mereka familiar dengan daerah setempat," ucapnya.
Berpakaian kemeja putih atau hitam, dipadu dengan kain jarik serta udeng khas bali, para Pecalang siap beraksi. Ada yang bersepatu, ada pula yang mengenakan sandal slop. Tak ada senjata api, ataupun senjata tajam yang dibawa saat berjaga. Namun mereka tetap siaga dengan radio panggil yang terselip di pinggang.
Kapolresta Denpasar Kombes Pol Anak Agung Made Sudana mengatakan, pelibatan polisi adat Pecalang dalam pengamanan acara-acara besar yang digelar di Bali adalah hal yang lumrah. Di pulau dewata ini, personel Polri dan polisi adat Pecalang biasa bersinergi.
"Mereka (Pecalang) sangat efektif dan bisa diandalkan," ujar Agung saat berbincang dengan Sindonews, Sabtu (14/5/2016).
Agung menjabarkan, hubungan yang harmonis antara Polri dengan Pecalang sudah terjalin sejak lama. Koordinasi adalah kunci keharmonisan mereka.
"Sistem koordinasi hampir tiap hari antara polisi (Pecalang) Banjar, desa adat, dengan Polri. Tiap hari kita lakukan itu. Begitu ada kegiatan, kita minta berapapun mereka datang," kata Agung.
Wujud keharmonisan antara aparat keamanan negara dengan unsur lokal terwujud dalam gelaran Munaslub Golkar ini. Menurut Agung, pihaknya juga melibatkan 100 polisi adat Pecalang dari Banjar Tanjung Benoa dan Nusa Dua, Bali, dalam pengamanan hajatan besar partai berlambang pohon beringin.
"Kalau acara seperti Golkar ini kita libatkan 100 orang dari Banjar Tanjung Benoa dan Nusa Dua," kata Agung.
Lantas, seberapa efektifkah unsur polisi adat ini turut mengamankan sebuah acara besar seperti Munaslub Golkar ini? Agung menjawab singkat. "Yang pasti, komunikasi bisa sangat cepat kalau ada apa apa, karena mereka familiar dengan daerah setempat," ucapnya.
(kri)