FKPPI Tegaskan Pemerintah Jangan Minta Maaf kepada PKI
A
A
A
JAKARTA - Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI-Polri (FKPPI) memberi respons atas diselenggarakannya acara ASEAN Literary Festival di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, pada 5-8 Mei 2016 lalu.
Ketua Harian FKPPI DKI Jaya Arif Bawono mengatakan, ASEAN Literary Festival sejatinya adalah festival mengenai sastra dan karya tulis.
Namun berdasarkan pemantauan FKPPI, acara tersebut adalah upaya untuk membangkitkan komunisme di Indonesia melalui propaganda sastra, teater dan seni, serta forum-forum diskusi isu sosial.
"Para penyelenggara dan pendukung acara tersebut sama dengan orang yang terlibat dalam acara Belok Kiri Festival yang tidak mendapat izin karena adanya gelombang penolakan dari mayoritas masyarakat," kata Arif melalui keterangan tertulis yang diterima Sindonews, Selasa (10/5/2016).
Hasil pemantauan dan pengamatan FKPPI atas diskusi-diskusi yang menjadikan peristiwa 1965 sebagai bahasan utama, lanjut Arif, membawa pihaknya kepada kesimpulan bahwa diskusi tersebut diarahkan agar terbentuk opini publik bahwa PKI adalah korban dan karenanya harus dimaafkan, didukung dan dibela.
Kesimpulan lain pada diskusi tersebut didominasi oleh wacana gerakan kiri yang ujung-ujungnya ditujukan untuk mengumpulkan simpati masyarakat, menuntut pemerintah untuk meminta maaf pada PKI dan memfasilitasi secara resmi rekonsiliasi.
Sementara itu, pementasan seni teater seperti ‘Nyanyian Sunyi Kembang-Kembang Genjer’ adalah simbol kebangkitan komunisme dan perayaan atas eksistensi LEKRA.
Oleh karena itu FKPPI mendesak Pemerintah untuk tidak meminta maaf kepada PKI ataupun tapol-tapol PKI. "Peristiwa 1948 dan 1965 adalah sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintahan yang sah," ucap Arif.
"Kami juga memita pemerintah menjalankan secara konsisten TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 27 Tahun 1999 tentang larangan segala bentuk penyebaran ideologi Marxisme/Leninisme/Komunisme dengan segala bentuk turunan pemikirannya," imbuh Arif.
Ketua Harian FKPPI DKI Jaya Arif Bawono mengatakan, ASEAN Literary Festival sejatinya adalah festival mengenai sastra dan karya tulis.
Namun berdasarkan pemantauan FKPPI, acara tersebut adalah upaya untuk membangkitkan komunisme di Indonesia melalui propaganda sastra, teater dan seni, serta forum-forum diskusi isu sosial.
"Para penyelenggara dan pendukung acara tersebut sama dengan orang yang terlibat dalam acara Belok Kiri Festival yang tidak mendapat izin karena adanya gelombang penolakan dari mayoritas masyarakat," kata Arif melalui keterangan tertulis yang diterima Sindonews, Selasa (10/5/2016).
Hasil pemantauan dan pengamatan FKPPI atas diskusi-diskusi yang menjadikan peristiwa 1965 sebagai bahasan utama, lanjut Arif, membawa pihaknya kepada kesimpulan bahwa diskusi tersebut diarahkan agar terbentuk opini publik bahwa PKI adalah korban dan karenanya harus dimaafkan, didukung dan dibela.
Kesimpulan lain pada diskusi tersebut didominasi oleh wacana gerakan kiri yang ujung-ujungnya ditujukan untuk mengumpulkan simpati masyarakat, menuntut pemerintah untuk meminta maaf pada PKI dan memfasilitasi secara resmi rekonsiliasi.
Sementara itu, pementasan seni teater seperti ‘Nyanyian Sunyi Kembang-Kembang Genjer’ adalah simbol kebangkitan komunisme dan perayaan atas eksistensi LEKRA.
Oleh karena itu FKPPI mendesak Pemerintah untuk tidak meminta maaf kepada PKI ataupun tapol-tapol PKI. "Peristiwa 1948 dan 1965 adalah sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintahan yang sah," ucap Arif.
"Kami juga memita pemerintah menjalankan secara konsisten TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 27 Tahun 1999 tentang larangan segala bentuk penyebaran ideologi Marxisme/Leninisme/Komunisme dengan segala bentuk turunan pemikirannya," imbuh Arif.
(maf)