Harapan Keluarga Kapten Kapal yang Disandera Kelompok Abu Sayyaf

Rabu, 30 Maret 2016 - 07:51 WIB
Harapan Keluarga Kapten...
Harapan Keluarga Kapten Kapal yang Disandera Kelompok Abu Sayyaf
A A A
BATAM - Keluarga Peter Tonsen Brahama (31), Kapten Kapal TB Brahma 12, di Batam berharap, pemerintah agar bisa segera membebaskannya.

Diketahui kapten kapal dengan sembilan Anak Buah Kapal (ABK) ditangkap kelompok Abu Sayyaf di perairan Filipina baru-baru ini. Untuk membebaskan mereka para pelaku minta uang tebusan sebanyak Rp15 miliar.

"Keluarga sudah tahu semua, mereka (pelaku) minta uang tebusan kepada perusahaan kurang lebih Rp15 miliar," ujar adik sepupu Peter, Hendrik Sahabat di rumahnya Perumahan Mukakuning Paradise, Bukit Tempayan, Batuaji, Batam, kemarin.

Hendrik mengatakan, keluarga mengetahui Peter dan kapalnya disandera kelompok itu dari sepupunya yang bekerja satu perusahaan dengan korban, pada Sabtu 26 Maret 2016 malam. Komunikasi korban dengan keluarga tanggal 23 Maret lalu, melalui sambungan telepon.

Menurutnya, kondisinya Peter waktu itu masih sehat. Korban menyampaikan komunikasinya yang terakhir ada jaringannya. "Kami diberitahu sepupu kalau sudah ditangkap. Terakhir komunikasi Peter hanya kasih kabar dapat jaringan terakhir," ujarnya.

Hendrik menuturkan, Peter dan kapalnya berangkat tanggal 15 Maret lalu dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan menuju Batanggas Filipina membawa muatan kapal batu bara.

Dia menyampaikan, Peter sudah bekerja satu tahun di PT Patria Maritime Line, di Jalan Bapeka XI, Blok H30-40 Industri Cikarang, Bekasi. Selama ini korban diketahui bekerja di pelayaran, akan tetapi baru kali ini disandera.

Informasinya terkait penyanderaan kapal dengan 10 nama kru kapal adalah Peter Tonsen Barahama, Julian Philip, Alvian Elvis Peti, Mahmud, Surian Syah, Surianto, Wawan Surianto, Bayu Oktavianto, Rinaldi, dan Wendi Raknadian.

"Peter memang seorang pelayar, dia lulus sekolah pelayaran Jakarta," katanya.

Melalui perbincangan perusahaan dengan Peter, korban berpesan kepada keluarganya supaya tidak bersedih. "Komunikasi dengan kantornya, pesan Peter supaya baik-baik saja di rumah," ucapnya.

Sepengetahuannya, sejauh ini perusahaan tempat bekerja korban dengan pemerintah sedang bernegosiasi dengan kelompok itu untuk membebaskan para ABK TB Brahma 12. Dia mengaku keluarganya tidak ada uang sebanyak itu untuk membebaskan Peter.

"Kami dengar sementara masih negosiasi biaya pembebasan. Pemerintah harus ikut andil dalam persoalan ini," ujarnya.

Hendrik menuturkan, orangtua Peter Peter tinggal di Sangir, Sulawesi Utara. Peter memang sebelumnya tinggal di Batam, bahkan Kartu Tanda Penduduk dibuat di Batam. Namun setelah bekerja di kapalnya sekarang ini, dia (korban) agak jarang ke Batam.

"Biasaya Peter singgah di Batam kalau kapalnya sedang sandar di perairan Batam. Orangtuanya di Sulawesi Utara," ujarnya.

Dia bersama dengan semua keluarganya berharap supaya Peter dan teman-temannya segera dibebaskan para penyandera. "Belum ada kabar dari pemerintah. Semoga segara dibebaskan," ujarnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0625 seconds (0.1#10.140)