Jangan Ada Kriminalisasi Kasus Hotel Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Teuku Nasrullah mengatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) harus serius dalam melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran dalam kerja sama built, operate, and transfer (BOT) antara PT Hotel Indonesia Natour (Persero) dan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI)-PT Grand Indonesia (GI), namun tidak boleh melakukan kriminalisasi.
“Jika ditemukan pelanggaran, ya diselidiki tetapi jika tidak ada, jangan melakukan kriminalisasi. Sebab hal itu akan menyebabkan pihak swasta tidak mau lagi menjalin kerjasama pengelolaan aset negara, karena takut dikriminalisasi,” kata Teuku ketika dimintai tanggapannya, Rabu (23/3/2016).
Dalam kaitan kasus yang kini tengah diselidiki Kejagung Itu, Nasrullah menyarankan agar Kejagung segera menuntaskannya.
“Wajib bagi Kejagung untuk menuntaskan kasus kerja sama BOT ini secara fair. Jika ditemukan kesalahan, ya diselidiki dan diumumkan secara benar. Namun jika tidak ditemukan, jangan mencari cari kesalahan dan kemudian menyebut ada pidana,” paparnya.
Jadi kata Nasrullah, hukum pidana tidak boleh dijadikan alat untuk memukul lawan (dalam hubungan ini pihak swasta yang menjalin kerjasama pengelolaan aset). Karena hukum pidana harus ditegakkan dalam kerangka mencari kebenaran materiil atau kebenaran yang hakiki.
Sebelumnya, pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta , Dr Muzakkir mengatakan, banyak kasus perdata yang tidak terbukti ada pelanggaran pidana, tiba tiba dimasukkan dalam ranah pidana. Sebab prosedur untuk mengkajinya dilompati.
“Jadi dalam kasus Grand Indonesia, Kejagung harus mampu membuktikan apakah benar ada unsur pidana? Sebab prosedur untuk eksaminasi saja belum dilakukan,” ujarnya.
“Jika ditemukan pelanggaran, ya diselidiki tetapi jika tidak ada, jangan melakukan kriminalisasi. Sebab hal itu akan menyebabkan pihak swasta tidak mau lagi menjalin kerjasama pengelolaan aset negara, karena takut dikriminalisasi,” kata Teuku ketika dimintai tanggapannya, Rabu (23/3/2016).
Dalam kaitan kasus yang kini tengah diselidiki Kejagung Itu, Nasrullah menyarankan agar Kejagung segera menuntaskannya.
“Wajib bagi Kejagung untuk menuntaskan kasus kerja sama BOT ini secara fair. Jika ditemukan kesalahan, ya diselidiki dan diumumkan secara benar. Namun jika tidak ditemukan, jangan mencari cari kesalahan dan kemudian menyebut ada pidana,” paparnya.
Jadi kata Nasrullah, hukum pidana tidak boleh dijadikan alat untuk memukul lawan (dalam hubungan ini pihak swasta yang menjalin kerjasama pengelolaan aset). Karena hukum pidana harus ditegakkan dalam kerangka mencari kebenaran materiil atau kebenaran yang hakiki.
Sebelumnya, pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta , Dr Muzakkir mengatakan, banyak kasus perdata yang tidak terbukti ada pelanggaran pidana, tiba tiba dimasukkan dalam ranah pidana. Sebab prosedur untuk mengkajinya dilompati.
“Jadi dalam kasus Grand Indonesia, Kejagung harus mampu membuktikan apakah benar ada unsur pidana? Sebab prosedur untuk eksaminasi saja belum dilakukan,” ujarnya.
(maf)