Akbar Tanjung: Golkar Babak-belur Jika Tunda Munas
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung mendorong Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar segera dilaksanakan. Dia meminta, Munas digelar sebelum bulan Juli 2016.
Menurut Akabar, Golkar bisa mengalami kerusakan hebat jika pelaksanaan munas rekonsiliasi melewati batas waktu yang dimandatkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).
"Aburizal Bakrie dan Agung Laksono kan sepakat, munas rekonsiliasi digelar pada 27 Mei 2016. Itu nggak boleh ditunda lagi. Golkar babak belur jika munas digelar melewati batas waktu SK Menkumham. Bisa tambah kacau (internal Golkar)," kata Akbar kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/3/2016).
Mantan Ketua Umum Partai Golkar tahun 1998-2004 ini menilai, waktu ideal untuk menggelar Munas rekonsiliasi adalah akhir April 2016. Namun, dia mengaku, tak akan mempersoalkan jika munas digelar pertengahan Mei atau Juni tahun ini. "Yang penting, tidak lebih dari bulan Juni,"
Jika munas rekonsiliasi tak terlaksana sebelum Juni 2016, sambung dia, Golkar tidak akan siap menghadapi pilkada serentak Tahun 2017. Golkar akan mengulang sejarah kekalahan telak dalam perhelatan pilkada serentak.
"Jangan seperti pilkada kemarin. Urutan partai-partai yang memperoleh suara nasional paling tinggi, Golkar itu nomor 9. Bayangkan itu," ucap Akbar. (Baca: Munas Golkar Tak Pasti, Kader di Daerah Resah)
Karenanya, ia meminta, kesepakatan pelaksanaan Munas dijalankan secara konsisten, yakni menjaga semangat rekonsiliasi. Munas rekonsiliasi merupakan momentum menyatukan seluruh kader Golkar yang mengalami konflik hampir dua tahun.
"Munas rekonsiliasi mengakomodir seluruh kader, maka penyelenggara munas-nya, ya SK Menkumham yang memperpanjang kepengurusan hasil munas Riau. Itu jelas semangatnya, rekonsiliatif," kata dia.
Meski begitu, Akbar tak menepis keberadan keputusan Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, bila putusan MA dijadikan patokan oleh internal Golkar, maka akan ada dua masalah baru yang timbul, yaitu apakah putusan MA disetujui Kemenkumhan dan apakah memenuhi semangat rekonsiliasi.
"Saya menilai, kalau itu yang dibawa, tidak memenuhi semangat rekonsiliasi," tegas Akbar.
Menurut Akabar, Golkar bisa mengalami kerusakan hebat jika pelaksanaan munas rekonsiliasi melewati batas waktu yang dimandatkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).
"Aburizal Bakrie dan Agung Laksono kan sepakat, munas rekonsiliasi digelar pada 27 Mei 2016. Itu nggak boleh ditunda lagi. Golkar babak belur jika munas digelar melewati batas waktu SK Menkumham. Bisa tambah kacau (internal Golkar)," kata Akbar kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/3/2016).
Mantan Ketua Umum Partai Golkar tahun 1998-2004 ini menilai, waktu ideal untuk menggelar Munas rekonsiliasi adalah akhir April 2016. Namun, dia mengaku, tak akan mempersoalkan jika munas digelar pertengahan Mei atau Juni tahun ini. "Yang penting, tidak lebih dari bulan Juni,"
Jika munas rekonsiliasi tak terlaksana sebelum Juni 2016, sambung dia, Golkar tidak akan siap menghadapi pilkada serentak Tahun 2017. Golkar akan mengulang sejarah kekalahan telak dalam perhelatan pilkada serentak.
"Jangan seperti pilkada kemarin. Urutan partai-partai yang memperoleh suara nasional paling tinggi, Golkar itu nomor 9. Bayangkan itu," ucap Akbar. (Baca: Munas Golkar Tak Pasti, Kader di Daerah Resah)
Karenanya, ia meminta, kesepakatan pelaksanaan Munas dijalankan secara konsisten, yakni menjaga semangat rekonsiliasi. Munas rekonsiliasi merupakan momentum menyatukan seluruh kader Golkar yang mengalami konflik hampir dua tahun.
"Munas rekonsiliasi mengakomodir seluruh kader, maka penyelenggara munas-nya, ya SK Menkumham yang memperpanjang kepengurusan hasil munas Riau. Itu jelas semangatnya, rekonsiliatif," kata dia.
Meski begitu, Akbar tak menepis keberadan keputusan Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, bila putusan MA dijadikan patokan oleh internal Golkar, maka akan ada dua masalah baru yang timbul, yaitu apakah putusan MA disetujui Kemenkumhan dan apakah memenuhi semangat rekonsiliasi.
"Saya menilai, kalau itu yang dibawa, tidak memenuhi semangat rekonsiliasi," tegas Akbar.
(ysw)