TNI Disarankan Audit Kesiapan Alutsista Secara Menyeluruh
A
A
A
JAKARTA - TNI disarankan melakukan audit kesiapan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) secara menyeluruh. Hal ITU penting agar kecelakaan pesawat milik TNI AU tidak kembali terulang di kemudian hari.
"Sehingga, nanti bisa kita identifikasi mana yang sudah harus grounded, mana yang bisa dipakai, mana yang harus direkondisi, dan mana yang memang betul-betul baik," ujar Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (11/2/2016).
Kemudian, pemerintah dinilai perlu menetapkan anggaran yang dibutuhkan TNI, khususnya biaya pemeliharaan dan perawatan alutsista. "Karena kalau tidak, saya khawatir nanti ke depan musibah semacam ini masih akan terjadi," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Dia berpendapat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu menetapkan rencana strategis (Renstra) modernisasi alutsista TNI AU tahap II. Selain itu, dia menyarankan agar pemerintah tak lagi membeli alutsista bekas.
"Karena alutsista bekas walaupun dia direkondisi, di-upgrade, diretrofit atau apapun namanya, tapi tetap saja waktu pakainya itu akan jauh berkurang dan tingkat keamanannya juga akan menurun," tuturnya.
Di samping itu, dia menyarankan pembelian alutsista harus dalam spesifikasi yang lengkap. "Jadi jangan sampai kita beli alutsista, ada bagian-bagian yang kita tidak akomodasi secara anggaran, jadi cuma kelengkapan basic saja, ini juga yang menyulitkan TNI di dalam menggunakan Aalutsista tersebut," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia menambahkan, tiap pengadaan alutsista harus disediakan pula alokasi anggaran untuk pemeliharaan dan perawatan.
Kemudian, pembelian alutsista harus dalam jumlah yang memadai. Sehingga, memungkinkan terjadinya transfer teknologi atau join teknologi dengan industri pertahanan dalam negeri.
"Karena saya ambil contoh misalnya kita beli pesawat, walaupun itu pesawat baru, tapi karena teknologinya tinggi, maka dari tahun ke tahun dia membutuhkan pemeliharaan dan perawatan yang sangat mahal, dan itu tidak bisa dihindari," ucapnya.
PILIHAN:
Aktivis Antikorupsi Lintas Perguruan Tinggi Tolak Revisi UU KPK
Bamsoet: 10 Fraksi Tolak Deponering Kasus AS dan BW
"Sehingga, nanti bisa kita identifikasi mana yang sudah harus grounded, mana yang bisa dipakai, mana yang harus direkondisi, dan mana yang memang betul-betul baik," ujar Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (11/2/2016).
Kemudian, pemerintah dinilai perlu menetapkan anggaran yang dibutuhkan TNI, khususnya biaya pemeliharaan dan perawatan alutsista. "Karena kalau tidak, saya khawatir nanti ke depan musibah semacam ini masih akan terjadi," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Dia berpendapat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu menetapkan rencana strategis (Renstra) modernisasi alutsista TNI AU tahap II. Selain itu, dia menyarankan agar pemerintah tak lagi membeli alutsista bekas.
"Karena alutsista bekas walaupun dia direkondisi, di-upgrade, diretrofit atau apapun namanya, tapi tetap saja waktu pakainya itu akan jauh berkurang dan tingkat keamanannya juga akan menurun," tuturnya.
Di samping itu, dia menyarankan pembelian alutsista harus dalam spesifikasi yang lengkap. "Jadi jangan sampai kita beli alutsista, ada bagian-bagian yang kita tidak akomodasi secara anggaran, jadi cuma kelengkapan basic saja, ini juga yang menyulitkan TNI di dalam menggunakan Aalutsista tersebut," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia menambahkan, tiap pengadaan alutsista harus disediakan pula alokasi anggaran untuk pemeliharaan dan perawatan.
Kemudian, pembelian alutsista harus dalam jumlah yang memadai. Sehingga, memungkinkan terjadinya transfer teknologi atau join teknologi dengan industri pertahanan dalam negeri.
"Karena saya ambil contoh misalnya kita beli pesawat, walaupun itu pesawat baru, tapi karena teknologinya tinggi, maka dari tahun ke tahun dia membutuhkan pemeliharaan dan perawatan yang sangat mahal, dan itu tidak bisa dihindari," ucapnya.
PILIHAN:
Aktivis Antikorupsi Lintas Perguruan Tinggi Tolak Revisi UU KPK
Bamsoet: 10 Fraksi Tolak Deponering Kasus AS dan BW
(kri)