Kejagung Dinilai Lamban Usut Dugaan Korupsi di SKK Migas
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai lamban mengusut dugaan korupsi dalam penentuan formula harga jual minyak mentah di lapangan Banyu Urip bagian negara kepada PT Tri Wahana Universal (PT TWU).
Perjanjian jual beli minyak ini juga melibatkan EXXON Mobile Cepu Limited (EMCL) selaku pemegang hak kuasa jual minyak bagian negara.
Pemerhati kebijakan energi nasional Yusri Usman selaku pelapor mengatakan, dirinya telah mengadukan kasus di sektor migas ini kepada Kejagung sejak 8 Juli 2015. Namun, hingga kini belum ada kejelasan dari pihak Kejagung.
"Hingga hari ini tidak ada kejelasan dari Kejagung. Saya juga belum pernah dipanggil untuk memberikan keterangan tambahan," kata Yusri saat berbincang dengan Sindonews, Minggu (7/2/2016).
Kasus bermula saat EMCL menggunakan Surat Kepala BP Migas Nomor 0744/BPB0000/2011/S2 tanggal 18 Juli 2011. Kala itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) masih berbentuk Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sebelum dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Yusri juga membeberkan adanya kejanggalan lain. Salah satunya yakni dalam menetapkan formula pembentukan harga jual minyak Banyu Urip bagian negara, Kementerian ESDM tidak melibatkan Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 Tahun 2013.
Atas fakta tersebut, Yusri mengatakan, selama ini sudah terjadi lifting dari penjualan minyak mentah bagian negara di lapangan Banyu Urip tanpa melalui proses tender.
"Negara berpotensi dirugikan USD1,4 juta dengan proses tanpa tender itu. Saya minta Jaksa Agung segera merespon laporan saya beberapa waktu lalu," ucap Yusri.
Perjanjian jual beli minyak ini juga melibatkan EXXON Mobile Cepu Limited (EMCL) selaku pemegang hak kuasa jual minyak bagian negara.
Pemerhati kebijakan energi nasional Yusri Usman selaku pelapor mengatakan, dirinya telah mengadukan kasus di sektor migas ini kepada Kejagung sejak 8 Juli 2015. Namun, hingga kini belum ada kejelasan dari pihak Kejagung.
"Hingga hari ini tidak ada kejelasan dari Kejagung. Saya juga belum pernah dipanggil untuk memberikan keterangan tambahan," kata Yusri saat berbincang dengan Sindonews, Minggu (7/2/2016).
Kasus bermula saat EMCL menggunakan Surat Kepala BP Migas Nomor 0744/BPB0000/2011/S2 tanggal 18 Juli 2011. Kala itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) masih berbentuk Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sebelum dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Yusri juga membeberkan adanya kejanggalan lain. Salah satunya yakni dalam menetapkan formula pembentukan harga jual minyak Banyu Urip bagian negara, Kementerian ESDM tidak melibatkan Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 Tahun 2013.
Atas fakta tersebut, Yusri mengatakan, selama ini sudah terjadi lifting dari penjualan minyak mentah bagian negara di lapangan Banyu Urip tanpa melalui proses tender.
"Negara berpotensi dirugikan USD1,4 juta dengan proses tanpa tender itu. Saya minta Jaksa Agung segera merespon laporan saya beberapa waktu lalu," ucap Yusri.
(hyk)