Revisi UU Terorisme, Komnas HAM Peringatkan Pemerintah Hati-hati

Kamis, 21 Januari 2016 - 09:18 WIB
Revisi UU Terorisme,...
Revisi UU Terorisme, Komnas HAM Peringatkan Pemerintah Hati-hati
A A A
JAKARTA - Keinginan Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) untuk merevisi Undang-undang Terorisme menuai beragam polemik publik. Pemerintah berasalan UU Nomor 15 tahun 2003 itu tidak memberikan ruang bagi penegak hukum untuk melakukan tindakan apabila ditemukan indikasi kuat berkaitan kegiatan terorisme.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Maneger Nasution menyarankan, pemerintah sebaiknya menyediakan cukup ruang dan waktu untuk mendengar dan menyerap aspirasi publik sebelum merevisi UU tersebut.

"Ada beberapa prinsip pokok sekira dilakukan revisi UU itu agar pemberantasan tindak pidana terorisme tidak menjadi kontraproduktif," ujar Maneger dalam siaran persnya yang diterima Sindonews, Kamis (21/1/2016).

Dia menyampaikan, ada beberapa hal yang perlu diatur secara lebih detail dalam Revisi UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dia menyebutkan, pertama, aparat kemanan atau penegak hukum diberikan keleluasaan terukur untuk melakukan tindakan penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, sehingga operasi di lapangan betul-betul terukur dan publik diberi ruang untuk bisa menilai independensi dan profesionalitas aparat kepolisian.

Kedua, kata dia, ketika aparat penegak hukum dalam pemberantasan tindak pidana terorisme melakukan salah sasaran penindakan, maka diperlukan rehabilitasi. Menurutnya, aparat penegak hukum berkewajiban meminta maaf kepada keluarga korban salah sasaran penindakan dan kepada publik serta dibarengi dengan melakukan rehabilitasi secara terbuka.

Ketiga, lanjutnya, memberikan kewenangan terukur terhadap pihak kepolisian untuk dapat menangkap atau menahan terhadap terduga teroris atau kombatan yang berasal dari sejumlah daerah konflik.

Dia menambahkan, keempat adalah penegasan terkait kerja dan wewenang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). "Selama ini, kerja BNPT dinilai campur aduk antara pengambil kebijakan, supervisi, dan operasional," jelasnya.

Kelima, kata dia, pengaturan anggaran melalui APBN. Artinya, pembiayaan personil dan operasi penanganan terorisme oleh BNPT dan Polri-Densus 88 hanya oleh APBN. "Hal-hal seperti di atas yang perlu diatur dengan rumusan yang lebih detail dan jelas sekira ada revisi," tandasnya.

Baca: Lima Hal Ini Perlu Dipertimbangkan Masuk Revisi UU Terorisme.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0947 seconds (0.1#10.140)