Pakar Hukum: Kasus Ongen Tak Ada Unsur Pornografi
A
A
A
JAKARTA - Pihak Kepolisian terus berupaya menjerat Yulian Paonganan alias Ongen dengan UU Pornografi. Setelah, tulisan #PapaMintaLo*** dan #PapaMintaPa**, Polisi dikabarkan memasukan delik baru yaitu postingan Ypaonganan gambar alat kelamin anak kecil.
Pakar Hukum dari Universitas Tandulako Palu, Zainudin Ali mengatakan lagi-lagi polisi melakukan blunder jika memperkarakan postingan Ongen soal foto alat kelamin anak kecil.
“Foto alat kelamin anak kecil tidak masuk dalam kategori porno, karena itu tidak termasuk memancing birahi,” kata Zainudin Ali saat dihubungi wartawan, Kamis 7 Januari 2015.
Apalagi, kata Ali, foto tersebut diambil dari salah satu blog kesehatan. Bisa dikatakan porno jika mengandung nafsu birahi. “Saya kira, itu tidak bisa dijadikan delik baru untuk menjerat dengan pasal UU Pronografi, ini aneh,” ujarnya.
Zainudin Ali yang juga Wakil Ketua MUI ini melihat polisi tidak tuntas, mereka terus berupaya untuk menjerat Ongen. Padahal, bahannya untuk menjeratnya terlalu dipaksakan.
"Sama saja, ketika orang ditilang, STNK ada, SIM ada, tiba-tiba ban tidak ada pentil dan itu jadi masalah. Ini lagi dicari-cari kesalahan, sehingga penyelidikannya pun lompat-lompat dan tidak tuntas,” tegasnya.
Ditanya soal Ongen sampai saat ini tidak diberikan salinan BAP, Ali secara tegas mengatakan itu jelas keliru. Karena salinan BAP itu adalah hak tersangka yang diatur dalam Pasal 72 KUHP.
“Salinan BAP ini harus diberikan, sebagai bahan pembelaan tersangka. Jika hanya dibaca pasti lupa, ini jelas keliru jika sampai saat ini belum juga diberikan,” ungkap Ali.
Jika kondisi kepolisian seperti ini, Ali pun menilai penegakan hukum Indonesia sudah mundur tiga langkah ke belakang. Semua orang, kata Ali, bicara supremasi hukum tapi kondisinya jauh api dari panggang.
“Penegak hukum jangan sampai melanggar hukum, bicara ditegakkan, tapi malah dilanggar sendiri. Ini bisa berakibat buruk di mata masyarakat,” tandasnya.
Dihubungi terpisah, Aktivis Demokrasi Anca Adhitiya merasa polisi dalam tekanan yang sangat besar. Sehingga, terus berupaya mencari kesalahan Ongen agar bisa dipidanakan. Jika polisi seperti itu, maka rakyat akan berlindung kemana?
“Masa foto alat kelamin anak-anak dijadikan delik baru, ini kan aneh kerjanya,” ujar Anca.
Dari awal, Anca melihat Ongen ini menjadi target kebencian rezim saat ini. Mulai dari penangkapan yang tidak masuk akal, seperti teroris ditangkap subuh-subuh.
Kemudian katanya, salinan BAP juga tidak diberikan, permohonan penangguhan penahanan juga tidak direspons, maka sudah sepantasnya rezim saat ini disebut rezim paranoid.
“Padahal dengan talenta yang dimilikinya, Ongen tidak layak diperlakukan seperti ini. Dia adalah tokoh demokrasi di rezim paranoid saat ini,” ujar Anca yang mengaku akan terus mendukung pembebasan Ongen dari upaya kriminalisasi rezim saat ini.
PILIHAN:
Jokowi Perlu Perhatikan 4 Hal Ini Jika Ingin Lakukan Reshuffle
PKS Tegaskan Tetap di KMP Meski Hanya Berdua dengan Gerindra
Pakar Hukum dari Universitas Tandulako Palu, Zainudin Ali mengatakan lagi-lagi polisi melakukan blunder jika memperkarakan postingan Ongen soal foto alat kelamin anak kecil.
“Foto alat kelamin anak kecil tidak masuk dalam kategori porno, karena itu tidak termasuk memancing birahi,” kata Zainudin Ali saat dihubungi wartawan, Kamis 7 Januari 2015.
Apalagi, kata Ali, foto tersebut diambil dari salah satu blog kesehatan. Bisa dikatakan porno jika mengandung nafsu birahi. “Saya kira, itu tidak bisa dijadikan delik baru untuk menjerat dengan pasal UU Pronografi, ini aneh,” ujarnya.
Zainudin Ali yang juga Wakil Ketua MUI ini melihat polisi tidak tuntas, mereka terus berupaya untuk menjerat Ongen. Padahal, bahannya untuk menjeratnya terlalu dipaksakan.
"Sama saja, ketika orang ditilang, STNK ada, SIM ada, tiba-tiba ban tidak ada pentil dan itu jadi masalah. Ini lagi dicari-cari kesalahan, sehingga penyelidikannya pun lompat-lompat dan tidak tuntas,” tegasnya.
Ditanya soal Ongen sampai saat ini tidak diberikan salinan BAP, Ali secara tegas mengatakan itu jelas keliru. Karena salinan BAP itu adalah hak tersangka yang diatur dalam Pasal 72 KUHP.
“Salinan BAP ini harus diberikan, sebagai bahan pembelaan tersangka. Jika hanya dibaca pasti lupa, ini jelas keliru jika sampai saat ini belum juga diberikan,” ungkap Ali.
Jika kondisi kepolisian seperti ini, Ali pun menilai penegakan hukum Indonesia sudah mundur tiga langkah ke belakang. Semua orang, kata Ali, bicara supremasi hukum tapi kondisinya jauh api dari panggang.
“Penegak hukum jangan sampai melanggar hukum, bicara ditegakkan, tapi malah dilanggar sendiri. Ini bisa berakibat buruk di mata masyarakat,” tandasnya.
Dihubungi terpisah, Aktivis Demokrasi Anca Adhitiya merasa polisi dalam tekanan yang sangat besar. Sehingga, terus berupaya mencari kesalahan Ongen agar bisa dipidanakan. Jika polisi seperti itu, maka rakyat akan berlindung kemana?
“Masa foto alat kelamin anak-anak dijadikan delik baru, ini kan aneh kerjanya,” ujar Anca.
Dari awal, Anca melihat Ongen ini menjadi target kebencian rezim saat ini. Mulai dari penangkapan yang tidak masuk akal, seperti teroris ditangkap subuh-subuh.
Kemudian katanya, salinan BAP juga tidak diberikan, permohonan penangguhan penahanan juga tidak direspons, maka sudah sepantasnya rezim saat ini disebut rezim paranoid.
“Padahal dengan talenta yang dimilikinya, Ongen tidak layak diperlakukan seperti ini. Dia adalah tokoh demokrasi di rezim paranoid saat ini,” ujar Anca yang mengaku akan terus mendukung pembebasan Ongen dari upaya kriminalisasi rezim saat ini.
PILIHAN:
Jokowi Perlu Perhatikan 4 Hal Ini Jika Ingin Lakukan Reshuffle
PKS Tegaskan Tetap di KMP Meski Hanya Berdua dengan Gerindra
(kri)