Pemerintah Dituding Salahgunakan Kekuasaan Soal Konflik Golkar
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly dinilai menyalahgunakan kekuasaan dalam menyikapi persoalan di tubuh Partai Golkar.
Bendahara Umum Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Bali atau kubu Aburizal Bakrie, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan hal tersebut menanggapi sikap Menkumham yang urung menerbitkan Surat Keputusan (SK) kepengurusan Golkar hasil Munas Bali.
Yasonna dinilainya terus menggantungkan penyelesaian persoalan internal Partai Golkar, dengan mencabut SK kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono, namun urung menerbitkan SK kepengurusan hasil Munas Bali.
"Pemerintah menggunakan wewenang Menteri Hukum dan HAM untuk mengeskalasi konflik internal Partai Golkar," kata Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulisnya kepada Sindonews, Minggu (3/1/2016).
Dia berpendapat, pemerintah sebagai regulator sebenarnya berwenang dan memiliki kompetensi untuk menyelesaikan persoalan Partai Golkar.
Akan tetapi menurut Bamsoet, pemerintah memang tidak ingin menggunakan wewenang dan kompetensi itu untuk menyelesaikan persoalan Golkar dengan bijaksana.
"Pemerintah justru lari meninggalkan persoalan. Sebab hanya melaksanakan perintah Mahkamah Agung (MA) membatalkan SK Menkumham tentang pengesahan produk Munas Ancol, tetapi menolak mengesahkan hasil Munas Bali," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam kasus Golkar, pemerintah abstain. Dengan sikap seperti itu, pemerintah dinilainya bukan hanya memeruncing persoalan, tetapi juga sengaja memersulit legalitas kepengurusan Partai Golkar.
"Di sini tampak jelas kalau pemerintah sudah menyalahgunakan wewenang. Seharusnya wewenang itu tidak digunakan untuk memecah belah partai politik," ungkapnya.
Dia menambahkan, publik bisa melihat bahwa wewenang itu dijadikan alat untuk berpolitik dalam menyikapi persoalan legalitas kepengurusan Partai Golkar.
Diakui Bamsoet, pemerintah ingin menunjukkan kepada publik bahwa posisinya yang independen alias tidak memihak.
"Sayang dengan bersikap abstain seperti itu, pemerintah sebenarnya sedang memertontonkan perilaku konyol," ucapnya.
Sebab dengan mudah publik pun bisa menerjemahkan sikap abstain itu sebagai kegiatan pemerintah merekayasa sekaligus mengeskalasi persoalan internal di tubuh Partai Golkar.
"Posisi pemerintah bukannya independen, melainkan jelas-jelas berpihak. Karena keberpihakan itulah pemerintah patut dituduh berpolitik dalam menyikapi persoalan Golkar," pungkasnya.
Pilihan:
Gagas Munas, Generasi Muda Golkar-Akbar Tanjung Akan Bertemu
Bendahara Umum Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Bali atau kubu Aburizal Bakrie, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan hal tersebut menanggapi sikap Menkumham yang urung menerbitkan Surat Keputusan (SK) kepengurusan Golkar hasil Munas Bali.
Yasonna dinilainya terus menggantungkan penyelesaian persoalan internal Partai Golkar, dengan mencabut SK kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono, namun urung menerbitkan SK kepengurusan hasil Munas Bali.
"Pemerintah menggunakan wewenang Menteri Hukum dan HAM untuk mengeskalasi konflik internal Partai Golkar," kata Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulisnya kepada Sindonews, Minggu (3/1/2016).
Dia berpendapat, pemerintah sebagai regulator sebenarnya berwenang dan memiliki kompetensi untuk menyelesaikan persoalan Partai Golkar.
Akan tetapi menurut Bamsoet, pemerintah memang tidak ingin menggunakan wewenang dan kompetensi itu untuk menyelesaikan persoalan Golkar dengan bijaksana.
"Pemerintah justru lari meninggalkan persoalan. Sebab hanya melaksanakan perintah Mahkamah Agung (MA) membatalkan SK Menkumham tentang pengesahan produk Munas Ancol, tetapi menolak mengesahkan hasil Munas Bali," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam kasus Golkar, pemerintah abstain. Dengan sikap seperti itu, pemerintah dinilainya bukan hanya memeruncing persoalan, tetapi juga sengaja memersulit legalitas kepengurusan Partai Golkar.
"Di sini tampak jelas kalau pemerintah sudah menyalahgunakan wewenang. Seharusnya wewenang itu tidak digunakan untuk memecah belah partai politik," ungkapnya.
Dia menambahkan, publik bisa melihat bahwa wewenang itu dijadikan alat untuk berpolitik dalam menyikapi persoalan legalitas kepengurusan Partai Golkar.
Diakui Bamsoet, pemerintah ingin menunjukkan kepada publik bahwa posisinya yang independen alias tidak memihak.
"Sayang dengan bersikap abstain seperti itu, pemerintah sebenarnya sedang memertontonkan perilaku konyol," ucapnya.
Sebab dengan mudah publik pun bisa menerjemahkan sikap abstain itu sebagai kegiatan pemerintah merekayasa sekaligus mengeskalasi persoalan internal di tubuh Partai Golkar.
"Posisi pemerintah bukannya independen, melainkan jelas-jelas berpihak. Karena keberpihakan itulah pemerintah patut dituduh berpolitik dalam menyikapi persoalan Golkar," pungkasnya.
Pilihan:
Gagas Munas, Generasi Muda Golkar-Akbar Tanjung Akan Bertemu
(maf)