Hary Tanoesoedibjo: PT Freeport Harus Dikuasai Negara
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo mendukung nasionalisasi PT Freeport. Alasannya, perusahaan tambang yang berada di Papua itu sangat strategis dan terkait hajat hidup orang banyak.
"Apapun yang terkait hajat hidup orang banyak, itu strategis. Nah sekarang kita lihat tambang Freeport, harus dikuasai negara. Kita harus cinta Indonesia, kita harus cinta negeri. Kalau itu semangatnya, saya kira banyak yang bisa dibenahi," terang Hary saat memaparkan Refleksi Akhir Tahun Partai Perindo di kantor DPP Partai Perindo, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (24/12/2015).
Selain itu, kata Hary, dunia usaha juga harus diberikan kepastian hukum. Kepastian hukum yang belum baik, dapat menghambat investasi. (Baca: Dibayar Pakai Duit BUMN, Yusril Pilih Mundur sebagai Kuasa Hukum RJ Lino)
"Kalau saya, dalam menangani Freeport itu sederhana saja. Kita tunggu saja sampai batas waktu habis lantas langsung serahkan semua kepemilikannya ke pemerintah Papua, BUMN, dan masyarakat lewat go public," paparnya.
PT Freeport sendiri, diketahui telah berada di Papua sejak 1967. Belakangan perpanjangan kontrak karya PT Freeport menjadi suatu masalah. (Baca: Sudirman Said Harus Mundur karena Ingkari Jokowi)
Presiden Jokowi mensyaratkan lima prinsip tawaran baru kepada Freeport jika masih ingin beroperasi di Papua. Lima prinsip antara lain, royalti menjadi 6%, membereskan penanggulangan limbah tailing yang merusak lingkungan, memperbesar CSR bagi masyarakat dan lingkungan, pembangunan Smelter, dan melakukan divestasi.
Namun diduga syarat perpanjangan kontrak tersebut terdegradasi karena adanya permainan para mafia. Bahkan diduga perpanjangan kontrak tersebut telah dilakukan tanpa menyertakan prasyarat yang diinginkan Presiden Jokowi.
"Apapun yang terkait hajat hidup orang banyak, itu strategis. Nah sekarang kita lihat tambang Freeport, harus dikuasai negara. Kita harus cinta Indonesia, kita harus cinta negeri. Kalau itu semangatnya, saya kira banyak yang bisa dibenahi," terang Hary saat memaparkan Refleksi Akhir Tahun Partai Perindo di kantor DPP Partai Perindo, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (24/12/2015).
Selain itu, kata Hary, dunia usaha juga harus diberikan kepastian hukum. Kepastian hukum yang belum baik, dapat menghambat investasi. (Baca: Dibayar Pakai Duit BUMN, Yusril Pilih Mundur sebagai Kuasa Hukum RJ Lino)
"Kalau saya, dalam menangani Freeport itu sederhana saja. Kita tunggu saja sampai batas waktu habis lantas langsung serahkan semua kepemilikannya ke pemerintah Papua, BUMN, dan masyarakat lewat go public," paparnya.
PT Freeport sendiri, diketahui telah berada di Papua sejak 1967. Belakangan perpanjangan kontrak karya PT Freeport menjadi suatu masalah. (Baca: Sudirman Said Harus Mundur karena Ingkari Jokowi)
Presiden Jokowi mensyaratkan lima prinsip tawaran baru kepada Freeport jika masih ingin beroperasi di Papua. Lima prinsip antara lain, royalti menjadi 6%, membereskan penanggulangan limbah tailing yang merusak lingkungan, memperbesar CSR bagi masyarakat dan lingkungan, pembangunan Smelter, dan melakukan divestasi.
Namun diduga syarat perpanjangan kontrak tersebut terdegradasi karena adanya permainan para mafia. Bahkan diduga perpanjangan kontrak tersebut telah dilakukan tanpa menyertakan prasyarat yang diinginkan Presiden Jokowi.
(hyk)