LBH Jakarta Tolak Undangan Istana untuk Peringati Hari HAM
A
A
A
JAKARTA - Meski mendapat undangan, LBH Jakarta tidak muncul pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) yang diadakan istana, Jumat (11/12/2015).
Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa menyatakan pihaknya sengaja menolak untuk menghadiri undangan tersebut.
"Kami sudah memperingati hari HAM kemarin pada tanggal 10 Desember bersama dengan korban-korban pelanggaran HAM di depan Istana, namun justru kami diusir oleh aparat Kepolisian," katanya.
Alghif menjelaskan bahwa LBH Jakarta selaku lembaga yang akan terus setia berada di samping korban pelanggaran HAM dalam situasi dan kondisi apapun merasa tidak perlu dan tidak pantas untuk menghadiri undangan dari Presiden.
"Untuk apa kami datang karena pada prinsipnya Presiden sudah tidak mau mendengarkan suara korban dan menunjukkan ketidaksungguhan memenuhi hak asasi warga Negara," ujarnya.
Alghif juga menyebutkan telah menyampaikan surat kepada Presiden terkait penolakan untuk hadir dalam peringatan hari HAM di Istana Negara.
"Kami menyarankan kepada Presiden untuk membuka telinga dan mendengar suara korban untuk merefleksikan apakah warganya telah terpenuhi Hak Asasinya, bukan hanya sekedar menggelar acara seremonial belaka yang tidak memberi dampak kepada korban," sebutnya.
Pengacara Publik LBH Jakarta Ichsan Zikry, yang tergabung dalam Koalisi Peringatan Hari HAM juga mengungkapkan kekecewaannya atas sikap Presiden.
"Sudah 423 kali aksi diam Kamisan digelar didepan istana, dan hampir 9 tahun lamanya kami menyuarakan pelanggaran HAM di depan Istana, tidak sekalipun presiden mendengarkan suara korban. Kini bahkan situasinya memburuk karena kemarin saat peringatan hari HAM kami terus dipaksa menjauh dari seberang istana tempat kami biasa melakukan aksi Kamisan," ujarnya.
Ichsan berpendapat bahwa menjauhkan aksi Kamisan dari Istana adalah simbol bahwa Negara menginginkan suara para korban semakin jauh dan akhirnya tidak terdengar.
Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa menyatakan pihaknya sengaja menolak untuk menghadiri undangan tersebut.
"Kami sudah memperingati hari HAM kemarin pada tanggal 10 Desember bersama dengan korban-korban pelanggaran HAM di depan Istana, namun justru kami diusir oleh aparat Kepolisian," katanya.
Alghif menjelaskan bahwa LBH Jakarta selaku lembaga yang akan terus setia berada di samping korban pelanggaran HAM dalam situasi dan kondisi apapun merasa tidak perlu dan tidak pantas untuk menghadiri undangan dari Presiden.
"Untuk apa kami datang karena pada prinsipnya Presiden sudah tidak mau mendengarkan suara korban dan menunjukkan ketidaksungguhan memenuhi hak asasi warga Negara," ujarnya.
Alghif juga menyebutkan telah menyampaikan surat kepada Presiden terkait penolakan untuk hadir dalam peringatan hari HAM di Istana Negara.
"Kami menyarankan kepada Presiden untuk membuka telinga dan mendengar suara korban untuk merefleksikan apakah warganya telah terpenuhi Hak Asasinya, bukan hanya sekedar menggelar acara seremonial belaka yang tidak memberi dampak kepada korban," sebutnya.
Pengacara Publik LBH Jakarta Ichsan Zikry, yang tergabung dalam Koalisi Peringatan Hari HAM juga mengungkapkan kekecewaannya atas sikap Presiden.
"Sudah 423 kali aksi diam Kamisan digelar didepan istana, dan hampir 9 tahun lamanya kami menyuarakan pelanggaran HAM di depan Istana, tidak sekalipun presiden mendengarkan suara korban. Kini bahkan situasinya memburuk karena kemarin saat peringatan hari HAM kami terus dipaksa menjauh dari seberang istana tempat kami biasa melakukan aksi Kamisan," ujarnya.
Ichsan berpendapat bahwa menjauhkan aksi Kamisan dari Istana adalah simbol bahwa Negara menginginkan suara para korban semakin jauh dan akhirnya tidak terdengar.
(nag)