Pasca Ledakan di Prancis, Pemerintah Perlu Tingkatkan Kewaspadaan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan lembaga terkait serta unsur masyarakat, harus proaktif memberantas keberadaan paham kekerasan. Salah satu caranya dengan memperbesar keberadaan kalangan moderat seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah melalui berbagai forum, baik resmi maupun tidak resmi.
Sikap proaktif ini perlu dilakukan setelah terjadinya peristiwa pengeboman di Paris, Prancis yang menewaskan ratusan orang. Peristiwa tersebut harus menjadi introspeksi Indonesia dalam pencegahan dan penanggulangan aksi teroris.
"Orang dalam puncak kemarahan dengan diperkuat keyakinan mati sahid bisa melakukan hal-hal seperti itu. Itu harus menjadi kewaspadaan kita semua," ujar guru besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Bambang Pranowo, Jakarta, Rabu (18/11/2015).
Dia juga menyarankan program deradikalisasi yang digalakkan BNPT, baik di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun di luar Lapas juga harus diintensifkan, terutama tentang pemahaman agama Islam yang benar.
Lanjutnya, selama ini para pelaku terorisme itu selalu mengagung-agungkan jihad, dan selalu mengafir orang yang tidak sepaham dengan mereka. Faktor ini, kata dia menimbulkan aksi kekerasan.
"Justru tindakan-tindakan bodoh seperti bom bunuh diri tidak sesuai dengan Islam dan itu jelas sangat merugikan Islam," imbuhnya.
Pihak BNPT mengakui perlunya peningkatan kewaspadaan setelah terjadinya peristiwa bom di Paris, Prancis. Alasannya, simpatisan ISIS ada di mana-mana, bukan di kawasan Timur Tengah saja.
"Gerakan terorisme ini mudah masuk, dengan isu-isu mendirikan khilafah atau negara Islam. Lalu memberi doktrin, semuanya halal dilakukan demi mewujudkan khilafah. Bahkan dengan cara yang bejat dengan alasan konstitusi tidak akan pernah mendukung," ucap juru bicara BNPT Irfan Idris.
Baca: Antisipasi Teror Paris, Polri Tingkatkan Keamanan Dalam Negeri.
Sikap proaktif ini perlu dilakukan setelah terjadinya peristiwa pengeboman di Paris, Prancis yang menewaskan ratusan orang. Peristiwa tersebut harus menjadi introspeksi Indonesia dalam pencegahan dan penanggulangan aksi teroris.
"Orang dalam puncak kemarahan dengan diperkuat keyakinan mati sahid bisa melakukan hal-hal seperti itu. Itu harus menjadi kewaspadaan kita semua," ujar guru besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Bambang Pranowo, Jakarta, Rabu (18/11/2015).
Dia juga menyarankan program deradikalisasi yang digalakkan BNPT, baik di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun di luar Lapas juga harus diintensifkan, terutama tentang pemahaman agama Islam yang benar.
Lanjutnya, selama ini para pelaku terorisme itu selalu mengagung-agungkan jihad, dan selalu mengafir orang yang tidak sepaham dengan mereka. Faktor ini, kata dia menimbulkan aksi kekerasan.
"Justru tindakan-tindakan bodoh seperti bom bunuh diri tidak sesuai dengan Islam dan itu jelas sangat merugikan Islam," imbuhnya.
Pihak BNPT mengakui perlunya peningkatan kewaspadaan setelah terjadinya peristiwa bom di Paris, Prancis. Alasannya, simpatisan ISIS ada di mana-mana, bukan di kawasan Timur Tengah saja.
"Gerakan terorisme ini mudah masuk, dengan isu-isu mendirikan khilafah atau negara Islam. Lalu memberi doktrin, semuanya halal dilakukan demi mewujudkan khilafah. Bahkan dengan cara yang bejat dengan alasan konstitusi tidak akan pernah mendukung," ucap juru bicara BNPT Irfan Idris.
Baca: Antisipasi Teror Paris, Polri Tingkatkan Keamanan Dalam Negeri.
(kur)