Kasus Pencemaran Nama Baik Dua Pengusaha Minim Bukti
A
A
A
JAKARTA - Dua orang pengusaha Azwar Umar dan Azhar Umar melaporkan penyidikan kasus yang dilakukan penyidik Polres Jakarta Utara ke Divisi Pengamanan Internal (Paminal) Mabes Polri beberapa waktu lalu.Laporan tersebut diadukan melalui kuasa hukumnya Soenardi Pardi dengan nomor LP/1375/K/VII/2015/PMJ/RESJU dan Permohonan Tindak Lanjut.Pelaporan ini dilayangkan karena kedua pengusaha itu tidak terima dengan penyidikan yang menuding dirinya sebagai pelaku pencemaran nama baik melalui ITE terhadap pelapor di Polres Jakut, Hiendra Soenjoto.Melihat hal ini, Staf pengajar Sarjana dan pascasarjana Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pajajaran, Muradi berpendapat, Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri harus menindaklanjuti laporan tersebut."Tugas Divpropam sesuai dengan Perkap 21/2010 adalah memeriksa profesionalitas Penyidik dan kewajaran dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan," kata Muradi di Jakarta, Selasa (17/11/2015).Menurutnya, jika ada pengaduan dari terlapor warga negara Indonesia, yang merasa mendapatkan perlakuan tidak adil dalam penyidikan, maka institusi Polri khususnya Propam, harus menindaklanjuti pengaduan tersebut dengan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah."Sehingga jika sudah diketemukan kekeliruan dalam proses penyidikan apalagi tidak dapat dibuktikan adanya tindak pidana yang dilakukan maka penyidikan kasus tersebut harus dihentikan, tidak perlu lagi masuk ke proses kejaksaan apalagi pengadilan," jelasnya.Dia menambahkan, jika ada pihak yang mengatakan bahwa Divpropam melanggar aturan dengan memeriksa hingga masuk ke materi perkara, berarti pihak tersebut tidak paham isi Peraturan Kapolri Nomor 21/2010 khususnya yang dijabarkan dalam Lampiran F peraturan tersebut."Kalau memang ada kesalahan dalam proses penyidikan khususnya untuk membuktikan ada tidaknya tindakan pidana, maka mau tidak mau penyidikan itu masuk ke materi perkara," ungkapnya.Menurut Muradi, semangat dari diwujudkannya Divpropam ini adalah untuk memastikan tidak ada warga negara Indonesia yang dilanggar Hak Asasinya dan mendapat perlakuan semena-mena dari aparat."Jadi bukan semata kode etik belaka. Ini untuk melindungi warga negara Indonesia yang tidak bersalah," pungkasnya.Kasus ini bermula pada peristiwa di tanggal 18 Juni 2014, pada saat Azhar Umar sebagai Direktur dan pemegang saham mayoritas di MIT dan MSS memperoleh informasi dari pihak Bank Danamon dan Bank UOB bahwa Hiendra Soenjoto tengah berupaya mengubah specimen tanda tangan rekening perusahaan di Bank Danamon dan Bank UOB menjadi specimen tanda tangan tunggal Hiendra Soenjoto.Hiendra Soenjoto pada saat itu sudah dalam kondisi diberhentikan sementara oleh Azwar Umar dari jabatannya sebagai direktur utama di MIT dan MSS.Guna mencegah tindakan Hiendra Soenjoto tersebut dan berdasarkan permintaan dari pihak bank, Azhar Umar kemudian memerintahkan Rangga Dahana (Legal Manager Multigroup) untuk mengirimkan surat elektronik (e-mail) tentang pemberhentian sementara Hiendra Soenjoto tersebut kepada Bank Danamon dan Bank UOB.Pengiriman surat elektronik yang berisi pemberhentian sementara Hiendra kepada Bank UOB dan Danamon inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh Hiendra Soenjoto untuk mengajukan laporan pidana pencemaran nama baik melalui ITE terhadap Azwar Umar, Azhar Umar dan Rangga Dahana.Hiendra mendasari laporan pidana ITE tersebut dikarenakan menurutnya Azwar Umar tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikannya karena ia sudah tidak lagi menjabat sebagai satu-satunya komisaris dalam MIT dan telah diberhentikan sebagai komisaris dalam MSS, beberapa waktu sebelum pemberhentian sementara Hiendra dilakukan melalui dokumen-dokumen perusahaan yang dibuat sendiri oleh Hiendra.Sehingga pemberhentian sementara tersebut diklaim tidak sah dan karenanya pemberitahuan kepada bank merupakan tindakan pencemaran nama baik terhadap Hiendra Soenjoto yang dilaporkan melalui Polres Jakarta Utara.Namun faktanya, hingga saat pengiriman pemberitahuan kepada bank melalui email tersebut dilakukan, dokumen-dokumen versi Hiendra tersebut tidak pernah diberitahukan dan tidak diketahui keberadaannya oleh Azhar Umar dan Azwar Umar.Pilihan:Disebut Catut Nama Presiden, Ini Respons Setya Novanto
(maf)