Mengenang Sosok Sartono Sang Pencipta Hymne Guru
A
A
A
Terpujilah wahai engkau
Ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup
dalam sanubariku
...
Empat baris kalimat di atas sudah pasti tidak asing lagi bagi para guru dan siswa.
Iya, itu merupakan bagian atau penggalan lirik Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, lagu yang menggambarkan ungkapan terima kasih terhadap pengabdian dan jasa seorang guru.
Kendati isinya khusus menceritakan tentang guru, lagu yang kemudian menjadi Hymne Guru itu begitu hidup di tengah masyarakat.
Hymne Guru menjadi karya sekaligus bukti kecintaan pria bernama Sartono terhadap dunia pendidikan.
Sartono mengembuskan napas terakhirnya pada Minggu 1 November 2015 pukul 12.50 WIB di Rumah Sakit Kota Madiun, Jawa Timur. Pria kelahiran Madura pada 29 Mei 1938 itu meninggal karena menderita komplikasi penyakit.
Lagu Pahlawan Tanpa Tanda Jasa diciptakan Sartono pada tahun 1980 saat dirinya masih menjadi guru seni musik. Lagu tersebut terpilih sebagai pemenang Lomba Cipta Lagu dalam rangka Hari Pendidikan Nasional tahun 1980.
Sejak itu lagu tersebut dikenal sebagai Hymne Guru. Lagu itu tidak hanya memotivasi para guru tapi juga menginspirasi siswa untuk bercita-cita menekuni profesi pendidik.
Sartono merupakan pengajar di SMP Katolik Santo Bernardus Madiun hingga tahun 2002. Sebenarnya kemampuan Sartono dalam bermusik sudah dikenal oleh kalangan pengajar di Madiun pada akhir era 1970-an.
Saat itu dia disebut-sebut satu-satunya guru seni musik di Madiun yang memiliki kemampuan membaca not balok.
Sebelum menjadi pengajar, Sartono pernah bekerja di Lokananta, perusahaan pembuat piringan hitam di Solo, Jawa Tengah. Selain Hymne Guru, Sartono membuahkan delapan buah lagu bertema pendidikan.
Perhatiannya yang demikian serius dalam dunia pendidikan dan pengabdiannya sebagai guru membuahkan penghargaan.
Salah satunya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan era Yahya A Muhaimin dan penghargaan dari Dirjen Pendidikan Soedardji Darmodihardjo.
Sartono dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Klegen, Kota Madiun bersebelahan dengan makam orang tua dan sanak keluarganya.
“Beliau berpesan agar dimakamkan di makam keluarganya, sebuah blok makam kerabat Pak Sartono yang ada di TPU Klegen,” ungkap Muh Surais, kawan dan tetangga Sartono.
Almarhum meninggalkan istri, Ignatia Damijati, 64, seorang pensiunan PNS guru yang terakhir mengajar di SDN Klegen 03, Madiun.
PILIHAN:
Akhiri Konflik Golkar, Agung Laksono Pilih Jalur Politik
Ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup
dalam sanubariku
...
Empat baris kalimat di atas sudah pasti tidak asing lagi bagi para guru dan siswa.
Iya, itu merupakan bagian atau penggalan lirik Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, lagu yang menggambarkan ungkapan terima kasih terhadap pengabdian dan jasa seorang guru.
Kendati isinya khusus menceritakan tentang guru, lagu yang kemudian menjadi Hymne Guru itu begitu hidup di tengah masyarakat.
Hymne Guru menjadi karya sekaligus bukti kecintaan pria bernama Sartono terhadap dunia pendidikan.
Sartono mengembuskan napas terakhirnya pada Minggu 1 November 2015 pukul 12.50 WIB di Rumah Sakit Kota Madiun, Jawa Timur. Pria kelahiran Madura pada 29 Mei 1938 itu meninggal karena menderita komplikasi penyakit.
Lagu Pahlawan Tanpa Tanda Jasa diciptakan Sartono pada tahun 1980 saat dirinya masih menjadi guru seni musik. Lagu tersebut terpilih sebagai pemenang Lomba Cipta Lagu dalam rangka Hari Pendidikan Nasional tahun 1980.
Sejak itu lagu tersebut dikenal sebagai Hymne Guru. Lagu itu tidak hanya memotivasi para guru tapi juga menginspirasi siswa untuk bercita-cita menekuni profesi pendidik.
Sartono merupakan pengajar di SMP Katolik Santo Bernardus Madiun hingga tahun 2002. Sebenarnya kemampuan Sartono dalam bermusik sudah dikenal oleh kalangan pengajar di Madiun pada akhir era 1970-an.
Saat itu dia disebut-sebut satu-satunya guru seni musik di Madiun yang memiliki kemampuan membaca not balok.
Sebelum menjadi pengajar, Sartono pernah bekerja di Lokananta, perusahaan pembuat piringan hitam di Solo, Jawa Tengah. Selain Hymne Guru, Sartono membuahkan delapan buah lagu bertema pendidikan.
Perhatiannya yang demikian serius dalam dunia pendidikan dan pengabdiannya sebagai guru membuahkan penghargaan.
Salah satunya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan era Yahya A Muhaimin dan penghargaan dari Dirjen Pendidikan Soedardji Darmodihardjo.
Sartono dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Klegen, Kota Madiun bersebelahan dengan makam orang tua dan sanak keluarganya.
“Beliau berpesan agar dimakamkan di makam keluarganya, sebuah blok makam kerabat Pak Sartono yang ada di TPU Klegen,” ungkap Muh Surais, kawan dan tetangga Sartono.
Almarhum meninggalkan istri, Ignatia Damijati, 64, seorang pensiunan PNS guru yang terakhir mengajar di SDN Klegen 03, Madiun.
PILIHAN:
Akhiri Konflik Golkar, Agung Laksono Pilih Jalur Politik
(dam)