Ada Kongkalikong RJ Lino dengan Oknum Kejagung
A
A
A
JAKARTA - Ada oknum Kejaksaan Agung membantu Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino memuluskan perpanjangan kontrak di PT Pelindo II. Itu tudingan yang dilemparkan anggota Pansus Pelindo II DPR Masinton Pasaribu.
Menurut Masinton, kuatnya dugaan terdapat kongkalikong dan kolusi antara RJ Lino dengan oknum di Kejaksaan Agung membuat Pansus Pelindo mengundang Jaksa Agung HM Prasetyo.
"Ya bisa saja ada pelanggaran hukum, tergantung temuan nanti," ujar Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (27/10/2015).
Perihal keterkaitan Kejaksaan Agung itu sendiri adalah terkait perpanjangan konsesi pengelolaan Terminal Peti Kemas Jakarta (Jakarta International Container Terminal/JICT) kepada perusahaan asal Hongkong, Hutchison Port Holdings pada 2014.
Perpanjangan hingga 2039 itu dilakukan sebelum batas waktunya dan mendadak, dengan nilai kontrak yang lebih rendah dari nilai kontrak awal. Perpanjangan juga dilaksanakan tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur UU. Yakni syarat pendahuluan seperti dimuat dalam UU 17/2008.
Kendati demikian, belakangan ini, Lino berani memperpanjang kontrak itu karena yakin takkan ada masalah hukum setelah mendapatkan fatwa dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
Dokumen itu dikeluarkan oleh pejabat Direktur Pemulihan dan Perlindungan Hak, Agoes Djaja. Surat atau fatwa ini dijadikan dasar bagi PT Pelindo II memperpanjang konsesi JICT.
"Itu kan opini Jamdatun dijadikan dasar oleh Lino untuk perpanjangan konsesi kontrak JICT dan Hutchinson. Nah itu kan opini Jamdatun kan? Secara hukum kita tanyakan nanti, karena sebenernya kan ada UU pelayaran 17 tahun 2008 yang mengatur regulasi dan operator," ucap Masinton.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengatakan, pihak Kejaksaan Agung tampak sengaja mengabaikan keberadaan UU 17 tahun 2008 yang bersifat lex specialis, dan hanya berpaku pada KUH Perdata.
"Seharusnya yang lebih specialis adalah UU nomor 17 itu yang menjadi dasar opini Jamdatun itu," tandas Masinton.
Menurut Masinton, kuatnya dugaan terdapat kongkalikong dan kolusi antara RJ Lino dengan oknum di Kejaksaan Agung membuat Pansus Pelindo mengundang Jaksa Agung HM Prasetyo.
"Ya bisa saja ada pelanggaran hukum, tergantung temuan nanti," ujar Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (27/10/2015).
Perihal keterkaitan Kejaksaan Agung itu sendiri adalah terkait perpanjangan konsesi pengelolaan Terminal Peti Kemas Jakarta (Jakarta International Container Terminal/JICT) kepada perusahaan asal Hongkong, Hutchison Port Holdings pada 2014.
Perpanjangan hingga 2039 itu dilakukan sebelum batas waktunya dan mendadak, dengan nilai kontrak yang lebih rendah dari nilai kontrak awal. Perpanjangan juga dilaksanakan tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur UU. Yakni syarat pendahuluan seperti dimuat dalam UU 17/2008.
Kendati demikian, belakangan ini, Lino berani memperpanjang kontrak itu karena yakin takkan ada masalah hukum setelah mendapatkan fatwa dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
Dokumen itu dikeluarkan oleh pejabat Direktur Pemulihan dan Perlindungan Hak, Agoes Djaja. Surat atau fatwa ini dijadikan dasar bagi PT Pelindo II memperpanjang konsesi JICT.
"Itu kan opini Jamdatun dijadikan dasar oleh Lino untuk perpanjangan konsesi kontrak JICT dan Hutchinson. Nah itu kan opini Jamdatun kan? Secara hukum kita tanyakan nanti, karena sebenernya kan ada UU pelayaran 17 tahun 2008 yang mengatur regulasi dan operator," ucap Masinton.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengatakan, pihak Kejaksaan Agung tampak sengaja mengabaikan keberadaan UU 17 tahun 2008 yang bersifat lex specialis, dan hanya berpaku pada KUH Perdata.
"Seharusnya yang lebih specialis adalah UU nomor 17 itu yang menjadi dasar opini Jamdatun itu," tandas Masinton.
(hyk)