Menkumham: Hukuman Kebiri Tidak Dipotong, Cuma Disuntik
A
A
A
YOGYAKARTA - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meluruskan eksekusi hukuman kebiri yang disetujui oleh pemerintah. Hukuman kebiri yang diberlakukan untuk pelaku kejahatan seksual anak tidak seperti zaman dulu.
"Istilah kebiri di sini tidak sama dengan konsep zaman dulu. Tidak dipotong, tapi disuntik dan efeknya tidak permanen," jelas Yasonna di Yogyakarta, Selasa (27/10/2015).
Untuk pelaksanaannya, lanjut Yasonna, dilakukan dengan cara memasukkan bahan kimia antiandrogen ke dalam tubuh melalui suntikan atau pil yang diminum. Sehingga pelaku akan mengalami pelemahan hormon testosteron dan mengalami kurangnya hasrat seksual atau bahkan hilang sama sekali.
Yasonna sepakat pelaku pencabulan terhadap anak mendapat hukuman berat. Namun, hukuman itu juga harus mempertimbangkan HAM pada pelaku tindak pidana pencabulan.
"Melanggar HAM tidak? Bagaimana kesehatan pelaku jika nanti mendapat hukuman kebiri?" katanya.
Hukuman kebiri pada pelaku kejahatan seksual anak masih dalam tahap pembahasan. Saat ini, tim dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, Kementerian Sosial, dan Kementerian Kesehatan sedang membuat draf rancangan undang-undang tersebut.
"Setelah dibahas, hasilnya nanti dikaji lagi di Kementerian Hukum dan HAM. Drafnya seperti apa saya belum tahu," kata Yasonna.
Setelah itu, rancangan itu masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) untuk dilakukan pembahasan bersama anggota dewan di DPR RI.
Hukuman kebiri, ditegaskan Yasonna hanya bersifat tambahan. Pelaku kejahatan seksual harus menjalani hukuman sesuai peraturan, seperti dalam KUHP maupun UU Perlindungan Anak No 23/2002.
"Istilah kebiri di sini tidak sama dengan konsep zaman dulu. Tidak dipotong, tapi disuntik dan efeknya tidak permanen," jelas Yasonna di Yogyakarta, Selasa (27/10/2015).
Untuk pelaksanaannya, lanjut Yasonna, dilakukan dengan cara memasukkan bahan kimia antiandrogen ke dalam tubuh melalui suntikan atau pil yang diminum. Sehingga pelaku akan mengalami pelemahan hormon testosteron dan mengalami kurangnya hasrat seksual atau bahkan hilang sama sekali.
Yasonna sepakat pelaku pencabulan terhadap anak mendapat hukuman berat. Namun, hukuman itu juga harus mempertimbangkan HAM pada pelaku tindak pidana pencabulan.
"Melanggar HAM tidak? Bagaimana kesehatan pelaku jika nanti mendapat hukuman kebiri?" katanya.
Hukuman kebiri pada pelaku kejahatan seksual anak masih dalam tahap pembahasan. Saat ini, tim dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, Kementerian Sosial, dan Kementerian Kesehatan sedang membuat draf rancangan undang-undang tersebut.
"Setelah dibahas, hasilnya nanti dikaji lagi di Kementerian Hukum dan HAM. Drafnya seperti apa saya belum tahu," kata Yasonna.
Setelah itu, rancangan itu masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) untuk dilakukan pembahasan bersama anggota dewan di DPR RI.
Hukuman kebiri, ditegaskan Yasonna hanya bersifat tambahan. Pelaku kejahatan seksual harus menjalani hukuman sesuai peraturan, seperti dalam KUHP maupun UU Perlindungan Anak No 23/2002.
(hyk)