Pembentukan Pansus Asap Dinilai Mendesak
A
A
A
JAKARTA - Komisi IV DPR mewacanakan untuk membentuk panitia khusus (pansus) untuk menyelidiki musibah asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan.
Pembentukan pansus itu dianggap perlu karena sampai saat ini musibah itu belum tertanggulangi.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi mengatakan, pembentukan pansus yang melibatkan lintas komisi sangat mendesak karena dampak buruk akibat kebakaran hutan dan lahan telah menyebabkan kerugian ekonomi yang besar, mengganggu kesehatan, pendidikan.
"Yang penting telah melanggar hak-hak hidup warga negara Indonesia untuk mendapatkan kehidupan yang aman, nyaman, dan bermartabat," kata Viva di Jakarta, Minggu 25 Oktober 2015.
Pembentukan pansus, kata dia, penting sebagai respons atas kinerja pemerintah yang terkesan lamban. Meski sudah ada upaya, namun masih belum maksimal.
"DPR perlu membantu kinerja pemerintah melalui keputusan politiknya agar persoalan kebakaran hutan dan lahan secepatnya bisa teratasi," ujarnya. (Baca: BNPB: Jakarta, Banten, Jabar, dan Bali Terimbas Kabut Asap)
Selain itu, kata Viva, pansus juga mendesak karena penegakan hukum yang berkaitan dengan pelanggaran hukum di perkebunan dan hutan masih lemah sehingga kejahatan di perkebunan dan hutan semakin marak.
Terkait masalah asap, lanjut dia, sebenarnya Komisi IV DPR sebelum kasus asap meluas sudah membentuk Panja Pencegahan Perusakan Lingkungan dan Lahan Hutan. Panja itu dibentuk menyikapi banyaknya hutan yang rusak akibat ulah manusia.
Komisi IV DPR, kata dia, telah mengundang pemerintah yang berkaitan dengan kasus asap, misalnya Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menjelaskan kasus asap ini.
Viva mengatakan, pihaknya juga telah mengundang kelompok masyarakat yang tergabung di civil society organization (CSO), misalnya Cifor, Kemitraan Partnership, USAID, dan lainnya.
Dalam waktu dekat, kata dia, Komisi IV DPR akan memanggil korporasi yang memiliki lahan terbakar.
Menurut dia, perlu ada klarifikasi menyangkut status lahan yang terbakar, apakah berasal dari konsesi berupa hak pinjam pakai kawasan hutan (Hutan Tanaman Industri/ HTI, atau Hutan Produksi Terbatas/ HPT, atau lainnya) yang menjadi kewenangan pemerintah Pusat.
"Apakah lahan itu merupakan areal penggunaan lain (APL) dimana itu menjadi kewenangan pemerintah daerah," tandasnya.
Status hukum terhadap lahan ini, menurut dia perlu dijelaskan secara transparan kepada masyarakat agar pemerintah jangan dipersepsikan oleh publik melindungi para korporasi penyulut api dan asap.
PILIHAN:
Putusan MA Jadi Solusi Akhiri Konflik Golkar
Pembentukan pansus itu dianggap perlu karena sampai saat ini musibah itu belum tertanggulangi.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi mengatakan, pembentukan pansus yang melibatkan lintas komisi sangat mendesak karena dampak buruk akibat kebakaran hutan dan lahan telah menyebabkan kerugian ekonomi yang besar, mengganggu kesehatan, pendidikan.
"Yang penting telah melanggar hak-hak hidup warga negara Indonesia untuk mendapatkan kehidupan yang aman, nyaman, dan bermartabat," kata Viva di Jakarta, Minggu 25 Oktober 2015.
Pembentukan pansus, kata dia, penting sebagai respons atas kinerja pemerintah yang terkesan lamban. Meski sudah ada upaya, namun masih belum maksimal.
"DPR perlu membantu kinerja pemerintah melalui keputusan politiknya agar persoalan kebakaran hutan dan lahan secepatnya bisa teratasi," ujarnya. (Baca: BNPB: Jakarta, Banten, Jabar, dan Bali Terimbas Kabut Asap)
Selain itu, kata Viva, pansus juga mendesak karena penegakan hukum yang berkaitan dengan pelanggaran hukum di perkebunan dan hutan masih lemah sehingga kejahatan di perkebunan dan hutan semakin marak.
Terkait masalah asap, lanjut dia, sebenarnya Komisi IV DPR sebelum kasus asap meluas sudah membentuk Panja Pencegahan Perusakan Lingkungan dan Lahan Hutan. Panja itu dibentuk menyikapi banyaknya hutan yang rusak akibat ulah manusia.
Komisi IV DPR, kata dia, telah mengundang pemerintah yang berkaitan dengan kasus asap, misalnya Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menjelaskan kasus asap ini.
Viva mengatakan, pihaknya juga telah mengundang kelompok masyarakat yang tergabung di civil society organization (CSO), misalnya Cifor, Kemitraan Partnership, USAID, dan lainnya.
Dalam waktu dekat, kata dia, Komisi IV DPR akan memanggil korporasi yang memiliki lahan terbakar.
Menurut dia, perlu ada klarifikasi menyangkut status lahan yang terbakar, apakah berasal dari konsesi berupa hak pinjam pakai kawasan hutan (Hutan Tanaman Industri/ HTI, atau Hutan Produksi Terbatas/ HPT, atau lainnya) yang menjadi kewenangan pemerintah Pusat.
"Apakah lahan itu merupakan areal penggunaan lain (APL) dimana itu menjadi kewenangan pemerintah daerah," tandasnya.
Status hukum terhadap lahan ini, menurut dia perlu dijelaskan secara transparan kepada masyarakat agar pemerintah jangan dipersepsikan oleh publik melindungi para korporasi penyulut api dan asap.
PILIHAN:
Putusan MA Jadi Solusi Akhiri Konflik Golkar
(dam)